18. Alina: Duel Dengan Dinda

42 14 53
                                    

Aku tahu cepat atau lambat dia akan datang ke sini.

Kalau ada yang harus dikatai tidak waras, maka Dinda adalah orangnya. Dia bilang aku bertingkah seperti orang gila? Bagaimana kalau keadaannya dibalik? Tidak ada orang waras yang memukul orang lain tanpa sebab. Hanya ada dua jenis manusia yang seperti itu. Balita ... atau orang yang punya gangguan mental.

Dan Dinda ada di jenis nomor dua.

Kelas sepi saat ini. Sebagian besar penghuninya sedang tidur, sementara yang lain kabur ke lab komputer atau asrama. Itu sudah biasa. Bagi guru-guru, kami tidak masalah melakukan apa saja asal tidak keluar dari gedung sekolah dan harus sudah selesai mengerjakan tugas jika ingin mengerjakan kegiatan lain.

"Jadi bosan. Mau ngapain ya?" gumamku.

"Ke lab komputer yuk." Tara yang duduk di depanku menyahut.

"Emang lab-nya buka?" tanya Julia.

"Kayaknya iya. Ayo lihat dulu. Semoga masih ada komputer yang kosong."

Aku bangkit, lalu mengikuti Tara dan Julia keluar kelas. Kami baru berjalan beberapa langkah saat Tara mendadak berhenti.

"Kenapa, Tar... Oh, Gus Fauzan."

"Kalian mau kemana?" tanya beliau datar.

"Lab komputer."

Gus Fauzan menoleh padaku, membuatku seketika menunduk dan berkata, "I-iya, Gus. Kami mau ke lab di lantai dua."

"Gak keluar asrama kan?" tanyanya dengan nada mendesak.

Aku mengangguk.

"Nanti kasih tahu saya kalau kalian mau kemana-mana."

Aku mengangguk lagi. Buru-buru kuajak Tara untuk turun, lalu mengembuskan napas lega begitu tiba di lantai dua.

"Gus Fauzan agak lain ya hari ini," komentar Julia.

"Lain gimana?" tanyaku sambil menyelonong masuk. Ah, ada tiga komputer yang sedang kosong. Aku langsung duduk di bagian tengah, disusul Julia dan Tara di sebelahku. Ku-refresh layar sejenak, lalu membuka Google Chrome dan mengetik link Facebook.

"Ya lain. Waktu nanya kita mau kemana tadi, dia noleh ke kamu. Ada apaan emangnya?" tanya Julia penasaran.

Tanganku yang hendak mengetik kata sandi terhenti. Bagaimana aku menjelaskannya?

"Perasaan kamu aja kali," balasku tanpa menoleh. Kubuka taskbar baru, lalu membuka akun Google dan langsung login ke YouTube.

Di kanan-kiriku, Julia dan Tara yang sebelumnya berisik terdiam. Aku baru akan menggoda mereka saat mata Tara menatapku dengan sorot menuduh.

"Kamu bilang gak mau pacaran sebelum lulus sekolah."

"Emang iya. Lagian apa hubungannya sama Gus Fauzan?" balasku bingung.

Tara menunjuk monitornya. Aku segera membaca barisan kalimat yang tersusun di sana. Rahangku mengatup saat menyadari bahwa cacian dan fitnahan kasar itu ditujukan untukku.

"Bangsat!" makiku seketika. Kudorong bangku dan berderap menuju pintu, namun hampir saja terjungkal saat lenganku dicekal dari belakang.

"Kalem, Lin. Tenang dulu," perintah Julia.

"Gimana bisa tenang sementara dia fitnah aku begitu aja?" hardikku ketus. Kusentak lengan Julia, lalu berderap keluar dari kelas. Putri yang baru masuk bahkan tidak kuhiraukan sama sekali.

Buru-buru aku menuruni tangga. Anak itu harus diberi pelajaran. Memangnya kapan aku menggoda pacarnya? Memangnya kapan aku merayu laki-laki tolol itu agar meninggalkannya? Lumpur kalau dikasih nyawa ya begitu jadinya. Bicara suka gak pakai otak!

ALFA (Alina & Fauzan)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang