( : hai kembali lagi ya sama aku. budayakan vote yah sebelum baca/sesudah baca jangan jadi readers silent aja kan kasian liat authornya. Udah yah. Happy reading! : )
◇◆◇
Sudahlah jangan bahas strategi Avu untuk membuat Dejja menyerah. Avu malah lebih dulu memilih menyerah dan mengikuti Dejja saja lagian juga ia ingin dirinya menjadi lebih baik. Tapi tentunya tidak semudah itu.
Bel pulang sekolah sudah berbunyi dari tadi. Semua siswa-siswi bergegas keluar gerbang dan lingkungan sekolah mulai sepi. Hanya ada beberapa anggota OSIS dan anak ekskul yang masih ada di sekolah. Tentu saja dikelas Avu kosong sekarang, ia memang memilih pulang agak terlambat. Sialnya dia tidak sendirian didalam kelas itu, Dejja masih saja sibuk dengan buku-bukunya.
Mood Avu hari ini sungguh buruk. Semenjak duduk didepan ia selalu saja dilempari pertanyaan dari semua guru. Dan tentunya tidak ada yang terjawab dari pertanyaan-pertanyaan itu. Ditambah tugas dari masing-masing guru yang membuat moodnya makin buruk.
Ia menatap Dejja yang fokus dengan buku-buku. Lalu ia menyadari sesuatu. Untuk membantunya mengerjakan semua tugas itu, ia butuh Dejja sekarang. Hanya Dejja yang bisa dia andalkan sekarang. Tapi bagaimana cara ia mengatakannya?
Memang dari tadi Avu mencoba mengeluarkan suaranya tapi tetap saja dia gengsi. Ia menghembuskan napasnya kasar dan mencoba memberanikan diri untuk mengajak Dejja bicara.
"Dejja?" Dejja langsung menoleh ke arah Avu. "Ajarin gue buat ngerjain tugas-tugas dari guru sialan"
Apa? Apa Dejja tidak salah dengar? Apa yang Avu bicarakan baru saja? Dia minta ajar sama Dejja? Mimpi apa itu anak? Dia ga salah makan, kan? Ini benar-benar Avu? Kemana Avu yang keras kepala kemarin?
"Uhm. Ya boleh aja" jawab Dejja singkat. Tentu saja dengan senang hati ia mengajari Avu. Jadi, ia tidak perlu menghadapi sikap Avu yang keras kepala. Semoga saja sikap Avu ke depannya seperti ini terus.
"Oke, enaknya dimana ya? Apa di restoran aja kali ya?" Tanya Avu.
"Lo mau makan atau belajar sih? Masalah tempat biar gue shareloc nanti. Lo pokoknya harus sampai disana jam 4 sore" ucap Dejja yang langsung diacungkan jempol oleh Avu seolah-olah mengatakan "oke"
◇◆◇
Avu sampai di brown coffee, tempat yang Dejja share. Ia sampai dengan tepat waktu. Dan didalam ia langsung mencari wajah menyebalkan milik Dejja. Ia langsung menemukan meja Dejja yang berada di tepi jendela kaca.
Kehadiran Avu belum disadari oleh Dejja. Sebab lelaki itu tengah sibuk dengan handphone-nya. Karena tidak ingin terus diabaikan, Avu memukul meja kayu jati tersebut dengan kuat. Alhasil semua orang di coffee-begitu juga dengan Dejja terkejut dan semua mata mengarah ke Avu.
Avu tidak menyangka kalau pukulannya akan berbunyi sekeras itu. Ia merasa sangat malu dan mulai menunduk-nunduk karena semua orang melihat kearahnya.
Walaupun yang memukuli meja itu Avu, namun entah mengapa Dejja yang sangat malu? Dengan cepat ia langsung mengendalikan keadaan. "Maaf pak buk, ini teman saya kesal karena saya tolak"
"Yaelah neng, kalo kesal karena ditolak ya kesal aja jangan sampe pukul meja segala, dasar yah anak jaman sekarang cintaan mulu" ucap salah seorang bapak-bapak di coffee tersebut.
Hah? Apa katanya? Kesal karena ditolak? Gila! Sejak kapan Avu menyatakan cinta kepada Dejja? Dasar asu.
Ya, keadaan berhasil dikendalikan. Semua orang di coffee kembali sibuk dengan kegiatan masing-masing. Sama halnya dengan Dejja yang mengeluarkan buku dan pena dari tasnya lalu diikuti oleh Avu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Déjàvu : Dejja - Avuzella
Novela JuvenilDéjà vu, dari bahasa Prancis, secara harfiah "pernah dilihat" adalah fenomena merasakan sensasi kuat bahwa suatu peristiwa atau pengalaman yang saat ini sedang dialami sudah pernah dialami di masa lalu. Déjà vu adalah suatu perasaan telah mengetahui...