Min Hwan membulatkan matanya, ia tak habis pikir mengapa tiba-tiba saja orang asing di depannya mengaku-ngaku sebagai saudaranya yang selama ini terpisah. Padahal setahu Min Hwan ia adalah anak tunggal dari kedua orangtuanya.
Masih dengan tatapan yang sama lelaki itu memandang Min Hwan sementara Min Hwan sendiri menatap penuh ketidakpercayaan.
"Aku paham, kau pasti tidak percaya dengan apa yang akan aku ceritakan nanti. Tapi yakinlah kau tidak sendirian, selama ini aku terus mengawasi mu dari jauh." ujar lelaki itu mengawali.
"Aku senang saat 'usaha' yang kau jalankan semakin berkembang bahkan saat-"
"Bahkan saat ibu ku meninggal pun kau tidak peduli? Kau bilang kau kakak ku tapi kenapa...?!"
Lelaki itu terdiam saat Min Hwan tiba-tiba saja memotong ucapannya. Melihat gemuruh amarah yang Min Hwan keluarkan membuat semua kalimat yang akan ia sampaikan mendadak tertahan di ujung kerongkongannya.
"Kau bilang saudara? Saudara macam apa yang membiarkan adiknya di masukan kedalam yayasan yatim piatu sementara kau sendiri hidup bebas tanpa beban di luar sana!"
"Dengarkan aku-"
"Tidak ada yang perlu aku dengarkan dari mulut mu. Kita hanya sebatas orang asing yang tidak pernah bertemu sebelumnya, aku permisi!"
Min Hwan sudah akan beranjak bangkit sebelum lelaki di balik pembatas kaca menahannya dan mengeluarkan selembar foto usang yang warnanya sudah mulai pudar, di tambah dengan jamur dan robekan kecil di sudut-sudutnya yang menambah kesan lawas pada foto tersebut.
Membuat Min Hwan tak bergeming saat matanya tanpa sengaja melihat isi dari dalam foto itu.
Di sana ada foto mendiang ibunya yang sedang berdiri dengan seorang lelaki muda dan anak kecil yang tersenyum lebar, menampilkan giginya yang masih jarang-jarang.
"Foto itu di ambil beberapa bulan sebelum kejadian mengerikan itu menimpa keluarga kita."
Sudut mata Min Hwan mengerut.
"Duduklah dulu dan dengarkan ceritaku, ku harap setelah ini kau tidak akan memotong kalimat yang akan aku sampaikan."
Walau tak mengiyakan tapi Min Hwan dengan perlahan kembali mendudukkan tubuhnya pada kursi lipat yang ada di sana. Ia diam sembari terus memperhatikan lelaki yang ada di hadapannya.
"Waktu itu ibu sedang mengandung dan usia ku baru genap empat tahun." lelaki itu menunjuk figur yang tengah tersenyum di sana, ibunya dan anak kecil yang ia akui adalah dirinya di semasa kecil.
"Dan kau tau siapa lelaki itu?"
Min Hwan tak menjawab pertanyaan tersebut.
"Dia ayah kita, ayah kandung mu."
"Jangan bercanda. Ayah ku sudah mati di racun oleh ibu ku sendiri!"
"Lelaki brengsek itu bukan ayah kandung mu. Ayah meninggal saat kau masih ada di dalam kandungan ibu!"
"Oya?" balas Min Hwan malas.
Lelaki di depannya berdecak pelan, "biar aku jelaskan. Kita semua terpisah saat terjadi kerusuhan di kota dulu, aku dan ayah tidak bisa menemukan ibu dan malah di tangkap pihak berwajib karena di tuduh sebagai salah satu anggota separatis yang menyebabkan kerusuhan itu terjadi. Dan mirisnya lagi kejadian itu membuat ku terluka..."
Min Hwan tertegun kala masker hitam yang sejak tadi menutupi wajah lelaki itu di buka perlahan olehnya, di sana dari sudut bibir sebelah kiri hingga separuh pipinya terdapat bekas luka sayatan yang cukup panjang. Tak bisa Min Hwan bayangkan betapa sakitnya saat luka itu masih baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Wake Me Up || Sekuel SAVE
ActionJeno tidak mengerti mengapa setelah pindah dia kerap melihat sosok lelaki yang menculik dan menyiksanya itu? Padahal ayahnya bilang, orang itu sudah di penjara. Dan hal mengerikan itu terus berulang hingga Jeno merasa mulai gila! (Biar lebih paham...