veinticuatro

863 116 46
                                    

Di kediaman Nakamoto, sang kepala keluarga sedang mengintrogasi si bungsu. Pria dewasa itu melipat tangannya di depan dada dengan tatapan tajam memandang Shotaro.

Shotaro sendiri menundukkan kepalanya, tidak berani menatap wajah keras Yuta. Anak itu tahu, ia sudah melakukan kesalahan membuat Baba dan Kakak-kakaknya khawatir. Tapi, ia pergi karena di rumah tidak ada siapapun yang menemaninya, lagipula teman barunya cukup menyenangkan walaupun masih kecil.

"Kenapa membohongi Kakakmu dengan mengatakan kau ada kelas tambahan?" tanya Yuta tanpa berhenti menatap tajam Shotaro.

"Taro ... Taro, hanya ingin bermain," jawab Shotaro pelan.

"Bermain sampai larut malam? Tidak tahu waktu! Kau senang melihat saya kesusahan? Kamu benar-benar merepotkan!" sarkastik yang langsung menusuk hati Shotaro.

Ia tidak ada maksud untuk merepotkan Yuta atau membuatnya susah. Shotaro hanya ingin melupakan sejenak keluarganya yang semakin hari semakin aneh.

Shotaro hanya anak yang baru beranjak remaja, dia masih tidak bisa mengendalikan perasaannya yang terkadang harus membuatnya melakukan pelampiasan. Shotaro hanya ingin diperhatikan, bukan karena Winwin mengabaikannya selalu, Winwin adalah orang tua yang sangat baik dan pengertian.

Tetapi, Yuta sering memonopoli Winwin. Membuat Winwin sulit memperhatikan anak-anaknya.

Xiaojun lah yang merawat mereka, memberikan kasih sayang seperti Winwin. Meskipun begitu, Shotaro tetap ingin merasakan kasih sayang Winwin sepenuhnya tanpa ada halangan seperti Winwin harus bekerja tanpa pulang. Padahal pekerjaan Yuta sangat mencukupi kebutuhan mereka, lantas untuk apa Winwin bekerja lagi?

Yuta baru akan beranjak, dirinya jengkel pada Shotaro. Seharusnya saat ia pulang tadi, dirinya sudah berada di atas kasur mengistirahatkan tubuhnya yang lelah.

"Kenapa Papa peduli?" langkah yang sudah dibuat harus dihentikan, Yuta duduk lagi dengan sikut menumpu pada lutut. Menatap lurus pada mata Shotaro, yang sudah memberanikan diri menatap wajahnya.

"Ulangi!"

"Kenapa Papa peduli!" suara Shotaro meninggi, ia hampir menangis dibuatnya. "Selama ini Papa tidak pernah peduli kita ada atau tidak! Papa hanya menganggap kami sebagai hama pengganggu, kan? Saat Kak Xiaojun diculik dulu, Papa tidak peduli, malah menyuruh anak buah Papa yang mencari. Sedangkan Papa sibuk dengan dunia Papa, lalu saat Kak Renjun dan Kak Jaemin di rundung di sekolah sampai mereka harus bolak-balik psikiater karena trauma, Papa juga tidak peduli! Baba yang terus berusaha menghilangkan trauma mereka!"

"Kemudian saat aku berumur sepuluh tahun, aku di lempar ke sungai oleh seseorang tidak dikenal. Papa hanya melihat aku menggapai-gapai daratan, Banjiro yang menyelamatkan aku! Sekarang, kenapa Papa peduli?! Aku senang jika Papa mulai menerima kami, tapi apakah kami masih merepotkan di hidup Papa?" Shotaro menatap Yuta dengan mata basah likuid bening yang banyak menumpahkan volume air.

"Kalau aku merepotkan, Papa. Kenapa Papa tidak mengabaikan aku saja? Kenapa Papa repot mencari aku dan menjemput aku di taman?! Aku bisa pulang sendiri, aku sudah besar, aku tidak memerlukan perhatian Papa jika akhirnya perhatian itu menjadi rasa sakit! Aku benci Papa!"

Bungsu Nakamoto berlari kencang kearah kamarnya, Yuta terpekur di tempat dengan wajah kosong. Shotaro, anak yang paling penurut, paling diam dan tidak pernah protes walaupun permintaannya terkadang mengada-ada. Tapi, Shotaro tidak pernah berbicara dengan suara tinggi padanya.

"Shotaro!"

BRAK!

Suara bantingan pintu terdengar dari lantai dua, Yuta tidak jadi mengejar Shotaro dan memilih duduk lagi. Keningnya ia pijat perlahan, pusing melandanya dengan sangat brutal, rasanya kepalanya ingin pecah.

MI TESORO [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang