SENANDUNG RASA

823 110 2
                                    

Genggaman Mahesa mengerat, memberikan rasa hangat pada telapak dingin Jericho yang tengah mendongak menatapnya dengan tatapan seolah bertanya "Apa ini tak apa?" Mahesa hanya tersenyum dan kembali membawa Jericho kepada alunan musik sendu sore itu.

"Anak-anak sedang didalam, bolehkah kita berdansa sedikit lebih lama tuan?" ucap Mahesa seraya meletakan tangan kirinya untuk merengkuh pinggang Jericho.

Pemuda itu nampak terkejut, pipinya bersemu begitu manis. Mungkin suatu keberuntungan Mahesa bisa melihat betapa indahnya Jericho kala senja itu. Musik klasik terputar membawa keduanya dalam euforia berbeda, dimana rasanya begitu nyaman ketika tangan Mahesa merengkuh pinggangnya yang kecil tanpa cela.

Senyuman menawan yang diberikan Mahesa membuat degup jantungnya berdebar kencang, rasanya seperti dipacu saja. Jericho hanya menyembunyikan rupa indahnya dibalik Jas kecoklatan milik Mahesa, terlampau malu untuk menatap pribumi rupawan dihadapannya. Dengan tubuh tinggi tegap, rambut ikal berwarna kecoklatan dan senyuman tampan itu sudah cukup membuat Jericho menyimpan rasa di hari pertama mereka berjumpa.

Mahesa yang memperhatikan si manis kemudian memeluk pinggang itu lebih dekat, membuat Jericho terkejut dan mendongak menatap netra sekelam malam itu dengan manik biru mudanya yang begitu cantik. Kening keduanya bersentuhan mungkin jarak mereka hanya tinggal seinci jika saja sang ibu dari Mahesa tidak keluar dari rumah sembari tertawa melihat tingkah sang putra.

"Kamu ini, Jericho pasti terkejut karna kelakuan kamu." sang ibu menarik pelan Jericho sembari mengusap sayang tangan pemuda itu, Jericho cukup fasih berbahasa jadi ia tidak perlu khawatir berada di lingkungan keluarga Mahesa seperti ini.

"Saya tidak apa-apa bu, Mahesa hanya terbawa suasana saja jadi saya tidak masalah." Senyuman manis kembali terukir pada paras ayu ibu dari Mahesa, Ibu Yunda namanya. Begitu cantik namun meninggalkan kesan tegas yang membuat Jericho takjub. Apakah selama ini ibu Mahesa lah yang mengatur pasar sebelum Mahesa dewasa?

"Yasudah ayo masuk, tadi ibu dapat telfon kalau tuan enderson tidak pulang jadi nanti mahesa akan menemani kamu dirumah."

Mahesa cukup terkejut tentu saja, ia harus menemani Jericho? Dirumahnya?! Namun berbeda dengan reaksi Jericho yang hanya tersenyum simpul. Pemuda itu masuk dan mendudukan dirinya diatas sofa dimana anak-anak duduk dan mulai mengkerubunginya.

"Woahhh, tuan ini cantik sekali!" kagum seorang bocah yang duduk disamping Jericho. Pemuda itu lantas terkekeh pelan, anak-anak lain akhirnya ikut penasaran dan mendekat kearah Jericho memandang ke indahan iris biru muda yang jarang mereka lihat. Jericho hanya terdiam ketika anak-anak itu terus memandanginya dan bermain juga dengan surai blonde miliknya.

"Kak mahes! Bukankah dia harusnya dipanggil kakak juga? Ummm bagaimana dengan kakak cantik?" Celetukan itu lantas menghentikan pergerakan Mahesa yang hendak melepas jasnya, ia hendak menjawab namun Jericho lebih dulu mendahuluinya.

"Aku tidak apa, bagaimana dengan kak icho?" anak-anak itu berseru senang lalu memeluk Jericho bersamaan. Mahesa keluar dengan setelan kemeja putih dan celana bahan hitam pendek yang membuatnya terlihat lebih tampan dari biasanya. Ia meminta anak-anak untuk segera turun dan menuju ruang makan, makan malam bersama sebelum pertunjukan katanya.

Makan malam berlangsung dengan lancar, anak-anak tidak terlalu banyak bicara. Hanya saja Mahesa kehilangan fokusnya ketika memperhatikan Jericho menyuapi seorang balita yang duduk dipangkuannya. Sang ibu sendiri menyadari gelagat anaknya hanya tertawa, ia tau mengapa Mahesa sebegitu tidak fokusnya melihat Jericho.

Di kampung, Mahesa adalah satu-satunya pemuda yang berhasil tumbuh tanpa didikan sang ayah. Kasih sayang sang ayah pun Mahesa rasa tak pernah ia dapatkan. Maka melihat Jericho ia berfikir apakah dulu ayahnya juga menyuapinya sedemikian rupa jika beliau masih selamat? Sang ibu hanya mengusap pundak sang putra pelan berharap Mahesa tidak terlalu banyak berfikir.

Jam menunjukan pukul 8 malam, pertunjukan sudah dimulai. Mahesa dan Jericho memilih untuk duduk dibagian belakang agar warga lain lebih menikmati pertunjukan itu didepan keduanya. Gelak tawa tak tertahankan, Jericho tak sengaja bersandar ketika ia tertawa. Degup jantungnya kembali berdetak kencang ditambah dengan tangan Mahesa yang merengkuh pinggangnya.

Hari semakin larut dan Jericho tertidur pulas pada pundak Mahesa. Sang ibu meminta agar Mahesa membawanya kedalam rumah karna kemungkinan rumah Jericho terkunci. Mahesa memasuki kamarnya dan merebahkan pemuda manis itu diatas dipan miliknya. Ia hendak menaikan selimut namun tangan Jericho menahannya.

"uhhh, bisa temani aku sebentar?"

Lirih, namun Mahesa masih bisa mendengarnya. Akhirnya ia hanya mengambil sebuah buku dan duduk di pinggir dipan dimana Jericho masih terusik dalam tidurnya. Mahesa mengusap pelan kening pemuda manis itu dan menepuk nepuknya pelan. Namun Jericho semakin resah dibuatnya, keringatnya bercucuran, air wajahnya menunjukan ketakutan namun Mahesa tak tau ia harus apa.

Pemuda pribumi itu meletakan bukunya dan mulai mengguncang tubuh Jericho pelan. Jericho mulai bergumam tak jelas dan menangis sesenggukan, Mahesa panik dan menepuk pelan pipi Jericho.

"Jericho, hey bangun ada apa?"

Jericho membuka matanya, sempat berteriak kencang sebelum terbangun dengan nafas terengah-engah. Wajahnya pucat dan ia hanya menangis sesenggukan sebelum memeluk Mahesa karna ketakutan.

"Hiks..."

Mahesa hanya terdiam dan mengusap punggung sempit itu dengan lembut, sang ibu datang karna mendengar teriakan Jericho namun ia justru melihat putranya memeluk pemuda manis itu lebih dulu. Mahesa menatap sang ibu dan hanya memberi isyarat untuk tenang karna Jericho ada bersamanya.

To be continue...

REMBULAN : MARKNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang