+ Jeremy 2

532 64 3
                                    

Kebingungan itu berlanjut hingga ia pulang, ia melihat sang papa sedang bersantai disofa lantas mendekat. "Pa, i need to know about ayah..." Jericho meletakan cangkirnya dan menepuk sisi kosong sofa ruang tamu.

"Apa yang ingin kamu tau tentang ayah?" Pemuda itu sedikit menimang jawaban. "Apapun, tentang ayah dan pasar." Jericho tersenyum dan mengusap surai kecoklatan milik Jeremy.

"Ayahmu itu lahir dalam keluarga sederhana, nenek melanjutkan mengurus pasar ketika ayah kecil, itu yang membuat ayah begitu menyayangi orang-orang pasar. Ayah tidak membedakan siapapun, itulah alasan ayah selalu pulang malam. Ingat tentang orang-orang yang diceritakan temanmu? Semalam ayah begadang untuk mengurus masalah mereka. Ayah membantu dengan tulus karna ayah pernah merasa susah son."

Jeremy menyimak sang papa, ia kembali berfikir apa untungnya membantu orang-orang miskin seperti itu. "Lalu, apa untungnya untuk ayah? Ayah jadi tidak menyayangiku, terus membentakku ketika berbicara soal pasar menyebalkan itu pa."

"Kamu yakin mengatakan itu? Saat kamu masih bayi, justru ayah yang selalu bersama kamu. Ayah membawamu berkeliling pasar dengan riang meskipun papa tau ayah akan mulai pegal-pegal krna terus menggendong kamu. Kamu mungkin tidak sadar setiap malam ayah selalu mengunjungi kamarmu dan meminta maaf tidak bisa menjdi ayah yang baik sejak ayah tau tentang opinimu soal orang pasar."

Jericho menatapnya sendu, pada akhirnya jeremy juga kembli membisu, seperti tidak ada kata yang bisa ia utarakan. Apa ia membuat kesalahan besar? Papanya benar, ayahnya itu nampak menjauh darinya. Sebenarnya semalam Jeremy pun mendengar pertengkaran sang papa dan ayah terkait sifatnya yang tidak diduga oleh keduanya.

"Apa ayah dan papa bertengkar karna aku juga? Papa pasti sangat sedih.." Jericho mendengar itu hanya tersenyum dan mengusap kepala Jeremy "dibanding papa, ayah lebih sakit hati lagi. Ayah mendidik kamu untuk menjadi pemimpin yang baik tapi kamu justru tidak menyukai orang-orang yang akan kamu pimpin."

Lantas ia melihat sekeliling, perkerja rumahnya juga seperti orang-orang yang sempat ia hina. Hanya saja lebih rapi dengan pakain yang diberikan oleh sang ayah kepada para pekerja. Ia tidak jijik akan hal itu, apa karna ia terbiasa? Selama ini ia hanya melihat seseorang dari penampilan rupanya.

Percakapan itu berakhir ketika deru knalpot mobil berhenti didepan rumah. Mahesa sudah pulang, sang papa lantas beranjak dan mendekat kearah pintu dan tersenyum manis, tidak berubah sang ayah tetap memeluk papanya, memberinya kecupan hangat dan terkekeh sejenak didepan pintu. Jeremy sadar ia tak seharusnya merasa jijik, keluarganya juga bermula dari hal yang sama.

"Jeremy, bisa mengobrol dengan ayah setelah ini?" Jericho menatap sang suami namun Mahesa hanya tersenyum untuk menenangkan sang suami manisnya. Jeremy kemudian tersenyum tipis "Tentu ayah."

Disinilah kedua dominan itu duduk, disebuah gazebo dekat kolam ikan rumahnya. Secangkir kopi hitam milik Mahesa masih mengepul tanda masih ada banyak waktu untuk berbicara. "Ayah minta maaf, tentang teman-teman disekolah lama mu."

Jeremy tau apa yang terjadi pada temannya namun ia juga tau ia salah dalam hal ini "Tapi harusnya ayah juga menghukumku? Aku juga terlibat." Mahesa sedikit menyeruput kopi hitamnya dan menghela nafas. "Ayah tidak perlu memberi kamu hukuman, dimasa depan kamu akan kesulitan kalau kamu tidak memiliki pengetahuan tentang cara menoleransi orang-orang yang tidak mampu."

Jeremy terdiam, ayahnya menyinggungnya "Ayah maaf, aku.. Sudah tau semuanya dari papa.. Maaf sudah mengecewakan ayah dan papa.." suaranya bergetar membuat Mahesa terkekeh pelan ia beranjak dan memeluk sang putra "Anak tampan ayah ini masih sama cengengnya rupanya.. Maaf ayah tidak memberi banyak waktu untuk kamu juga jeremy."

Tangis jeremy pecah, masa bodoh jika dikata cengeng ia hanya ingin meluapkan emosinya didepan sang ayah, didekapan sang ayah juga tentunya. Jericho memandang kearah kedua lelakinya itu dengan senyuman manis, Jeremy memang cerdas namun ia masih perlu dibimbing lebih baik lagi.

Hari-hari berlanjut dengan Jeremy yang akhirnya memutuskan untuk tetap bersekolah disekolah yang sama dengan sang ayah. Mahesa sudah menawarkan untuk memindahkan anak itu tapi ia menolak memilih untuk menetap, ia juga menaiki sepeda untuk menempuh perjalanan ke sekolah meskipun ia memiliki motor.

Hari ini hari sabtu, Jeremy pulang lebih cepat namun rumah nampak lenggang dan sepi. Padahal ia yakin sang ayah dan papa menetap dirumah hari ini. Ia memilih mengganti pakaiannya sebelum berjalan kedapur dimana sebuah kue terletak apik ditengah meja makan.

Pelukan hangat dari kedua sisi membuat Jeremy terkejut, Sang ayah dan papa tersenyum lantas mengusap rambut sang putra "Happy birthday my son." Jeremy mengerjap beberapa kali sebelum menyadari hari ini adalah ulang tahunnya, ia tersenyum dan membalas pelukan sang ayah dan papa "OHH THANKYOU AYAH PAPA I LOVE YOU SO MUCH!"

Ketiganya tertawa dan saling mendekap, Mahesa senang sang putra sadar akan kesalahannya dan setidaknya ia bisa lebih dekat lagi dengan putra semata wayangnya.

+ Jeremy Adiyaksa end

REMBULAN : MARKNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang