Pagi yang cerah kala embun membekas dibalik jendela bilik kamar sang putra Enderson, manik biru mudanya berkilap pelan menyesuaikan cahaya yang meringsek masuk ke penglihatannya. Sejenak ia terduduk sebelum berdiri dan berdiri disisian jendela. Dimana ia bisa melihat Mahesa bekerja dengan setelan rumahnya.
Kaos berwarna hitam, celana selutut dan jangan lupakan kacamata yang bertengger pada hidung mancungnya itu begitu mempesona. Sungguh pemandangan yang indah bagi Jericho dipagi hari ini, Ia beranjak dan berjalan menuju bilik kamar mandi, segera berendam dan membersihkan dirinya. Ketukan terdengar nyaring hingga pemuda manis itu memutuskan menyudahi acara berendamnya.
"Ada apa?"
Ia hanya menerima sebuah surat juga sebuah bingkisan cukup besar diatas mejanya. Jericho terduduk dan membuka lembaran surat diatas kotak tersebut
"selamat pagi tuan muda enderson...
Ini aku, tuan muda rumah sebelah yang kau perhatikan sejak kau beranjak bangun dari ranjangmu. Nanti malam akan ada jamuan dirumahku, aku ingin kau hadir bersama keluargamu jika tidak keberatan? ah dan yang ada didalam kotak itu adalah kemeja yang aku beli semalam saat aku pergi ke pusat kota bersama ibu, ibu mengatakan ini akan sangat cocok untukmu jadi kuharap datanglah dengan pakaian itu untuk ku dan ibu...
Jujur saja, aku cukup merindukanmu dan senyuman bak bulan sabit yang menggemaskan itu. Jadi ayo bertemu lebih lama malam ini, aku ingin mengajakmu berkeliling, bolehkah?
M. Diyaksa"
Jericho tersenyum, lantas membuka kotak yang diberikan Mahesa padanya. Ia benar, isinya kemeja berwarna biru muda dengan lengan cukup lebar, ia memeluk kemeja itu lantas memekik cukup keras. Para pesuruh yang ada diruangan pemuda manis itu lantas terkekeh gemas padanya.
Jam menunjukan pukul 4 sore dan keluarga Diyaksa sudah disibukan oleh beberapa tamu yang datang. Seperti teman-teman Mahesa dari daerah lain pun ikut datang. Mereka berbincang di teras dengan permainan kartu sederhana para pemuda remaja semasanya. Mahesa mencuri pandang kearah kediaman Jericho yang ada disebelahnya.
"Tak denger-denger anaknya enderson tuh lanang yang ayu banget yo??" ucapan Chandra teman Mahesa membuat pemuda yang paling tua itu terdiam sejenak.
"Mas hes? Bener tah? Katanya cantik banget loh sampe banyak yang suka. Kamu pasti pernah ketemu toh?" teman lainnya menimpali dengan antusias. Mahesa hanya berdeham lalu mengangguk, ia beranjak kedalam rumah untuk merapihkan penampilan, menghindari tatapan heran dari teman-temannya.
"Tumbenan mas mahesa begitu? Dia biasanya blak-blakan saja kalau kita tanya, kamu curiga ndak mas mahes lagi kesengsem?" pemuda paling muda bernama Julian itu menyenggol sang teman yang mengangguk setuju.
Berbeda dengan kediaman Mahesa, kediaman pemuda campuran belanda itu hanya terdengar bising di kamar sang putra sulung, siapa lagi jika bukan Jericho Enderson yang sudah bersiap sejak jam 5 sore. Sang mama melihat penampilan putranya dengan kemeja biru muda itu tersenyum, begitu indahnya sang putra sematawayangnya ini.
"Ingin mama bantu bersiap?" si manis mengangguk antusias, sang mama lantas mengambil sebuah jepit rambut berwarna biru muda yang senada dan menata rambut pirang sang putra. "Dulu mama selalu pakai ini saat bertemu papa, karna waktu itu mama merasa mama bukan apa-apa hanya dengan kebaya kumal milik mama."
Pemuda manis itu menatap sang mama dari pantulan kaca besar "lalu mama mendapat jepit ini dari mana?" Wanita paruh baya itu tersenyum lantas mengusap dagu sang putra membuat putra manisnya itu mendongak "Mama ingat sekali mama membeli ini dipasar selepas bekerja dikebun papa."
Mata sebiru langit itu berbinar nampak tertarik dengan yang diceritakan sang mama "Lalu lalu?? Apa papa suka melihatnya?" Sang mama kembali tersenyum dan menyelipkan rambut sang putra kebelakang telinga "Papamu sangat menyukainya, dan mama yakin mahesa juga akan menyukainya."
Si manis itu kembali bersemu, sang mama terkekeh dan mengusap pipi Jericho lembut sebelum mengecupi gemas rupa sang putra "Ayo, kamu sudah nampak cantik untuk bertemu mahesa."
Jamuan dimulai pukul 7 dan keluarga Enderson datang terlambat karna kericuhan Jericho perihal dandananya, Sang papa dan mama meninggalkannya didepan, itu artinya pemuda manis itu harus berjalan sendiri kedalam ruang dimana para pemuda atau penerus berkumpul. Ia hanya memeluk kipas miliknya dan berjalan pelan.
Banyak pasang mata menatapnya dan ia tidak biasa dengan tatapan seperti itu, pintu ruangan utama terbuka. Jericho menutupi wajahnya dengan kipas genggam miliknya, ia bisa melihat ditengah kerumunan itu Mahesa berdiri dengan pakaian formal, kemeja putih dibalut jas berwarna coklat muda juga celana berwarna senada dan rambut yang ia tata keatas menunjukan keningnya.
Julian dan Chandra yang berada disebelah Mahesa menyenggol laki-laki yang lebih tua itu untuk memberikan atensinya pada pintu utama. "Rumor itu benar, dia sangat cantik.. Kenapa mas ga-" Ucapan Chandra terhenti ketika ia tak melihat Mahesa disampingnya.
Sedangkan Mahesa sendiri berjalan mendekat kearah Jericho yang masih terdiam didepan pintu, ia mengulurkan tangannya disambut oleh yang lebih muda, keduanya berjalan beriringan dengan Mahesa masih setia menggenggam tangannya.
"Cantik, kamu sangat cantik hari ini enderson." Jericho mendongak dan menemukan Mahesa tersenyum tulus padanya, Pemuda manis itu kembali tersemu dan pemandangan itu tak luput dari semua pasang mata yang mulai merasa gemas dengan makhluk bernama Jericho Enderson itu.
"uhh... thank you mahesa, aku maluu sekaliii~" Rengekan Jericho lantas membuat semua orang mulai memekik gemas, malam ini akan sangat panjang pikirnya.
To be continue...
KAMU SEDANG MEMBACA
REMBULAN : MARKNO
FanfictionPada dasarnya kisah cinta keduanya adalah sebuah kisah cinta manis bagai permen gulali yang dinikmati kawula muda di pagi hari, hanya saja terkadang cinta sejati itu susah untuk dipertahankan sedemikian hari. Mahesa tahu dengan pasti bahwa Jericho c...