MALAM ITU

782 83 7
                                    

Masih dalam genggaman hangat Mahesa, pemuda semanis gula itu menurunkan kipas genggamnya. Memperlihatkan paras manawan nan ayu dengan bola mata secerah langit, kulit putih bersih, bibir tipis yang nampak merona dengan sedikit polesan lipstick berwarna oranye. Semua orang terpesona, jujur Mahesa juga berusaha menahan rasa ingin memeluk pemuda itu ditempat ramai seperti ini.

"Ohh hai! nice to meet you mr enderson." Chandra mengulurkan tangannya dengan sok tampannya menyibak rambut kearah belakang. Jericho menatap Mahesa sejenak sebelum terkekeh dan membalas uluran tangan Chandra. "Senang bertemu denganmu juga tuan Chandra? Aku benar?" Mahesa lantas tertawa bersama Julian ketika Chandra merasa salah tingkah karna sifat sok kerennya.

Mahesa rasanya tak tahan, ia membawa Jericho kedalam mobil miliknya dan membawa pemuda manis itu ke suatu tempat di pinggiran kota. Ia sudah izin tentunya jika tidak ibunya bisa marah besar nantinya. Radio mobil terputar pelan menemani perjalanan keduanya, Jericho hanya menggenggam kipas miliknya didepan dada seraya memperhatikan jalan.

"Aku tidak berfikir kamu akan seindah ini." ucapan Mahesa membuat Jericho terkejut dan pipinya kembali bersemu. Mobil berhenti di sebuah rumah kecil pinggiran kota, Mahesa keluar dari mobil dan membukakan pintu bagi si manis, ia kembali menggenggam tangan itu dan membawanya kedalam rumah. Jericho bisa melihat pemandangan kota dari sini, mungkin itulah alasan Mahesa membawanya kemari.

Mahesa memeluknya dari belakang, cukup terkejut ketika ada sepasangan lengan memeluknya namun ia hanya mengusap tangan Mahesa dengan begitu hangat. Keduanya larut dalam lamunan, Mahesa sendiri lebih memilih terdiam menyandarkan kepalanya pada bahu Jericho serta membubuhkan beberapa kecupan kecil di tengkuk si manis.

"Boleh aku jujur?" Ucapan Jericho memecah keheningan, ia berbalik badan dan menangkup pipi Mahesa yang lebih tinggi darinya. "Tentu, katakan apapun yang kamu mau." Mahesa hanya memberikan senyuman yang mungkin jika orang lain melihatnya, semua orang akan jatuh cinta pada pandangan pertama.

"A-aku... Lebih suka kamu dengan kacamata!" Mahesa terkejut awalnya, namun ia terkekeh dan menyentuh dagu Jericho meminta sang empu untuk mendongak. "Kalau begitu tatap aku, kenapa kau begitu malu? Astaga gemas sekali..." Mahesa mengangkat tubuh Jericho kedalam dekapannya dan mendudukan si manis diatas pangkuan. Ia menyelipkan surai si manis kebelakang telinga yang mulai memerah malu, sungguh! Mahesa bersumpah putra Enderson ini sangat menggemaskan.

Jericho memilih untuk membenarkan letak kacamata Mahesa sebelum mengecup singkat hidung yang lebih tua. Mahesa terdiam, namun tangannya kembali menarik tubuh si manis untuk mendekat, perlahan menarik tengkuk itu mendekat dan mengecup bilah bibir yang merona menggodanya. Jericho pasrah, ketika bibir keduanya kembali bertemu dalam sebuah lumatan manis yang memabukan.

Mahesa menyelipkan tangannya pada pinggang ramping Jericho, pula memberikan usapan lembut yang menggairahkan. Jericho menahan diri untuk tidak mengeluarkan suara aneh dari bilah bibir meronanya yang masih setiap di kecup dan dilumat dalam oleh mahesa. Ia memukul dada Mahesa pelan demi mengais pasokan udara yang mulai menipis.

Mahesa tertawa pelan ketika melihat si manis begitu berantakan didepannya, berkali lipat lebih indah dari yang ia lihat saat perjamuan. Begitu cantik dengan pakaian berantakan serta bibir membengkak sempurna. Rasanya ingin mahesa kecup dan hisap tulang selangka yang terbuka karna ulahnya itu. Jericho masih terdiam mengais pasokan oksigen kedalam dada, degup jantungnya terasa begitu kencang.

Mahesa memilih untuk membawa Jericho kedalam bilik tempat tidur, dimana hanya ada satu tempat tidur kecil milik Mahesa disana. Jericho terduduk diatas ranjang dan memeluk selimut hangat beraroma khas Mahesa yang maskulin dan menenangkan. Sedangkan yang lebih tua sibuk melepaskan jas miliknya berusaha melepaskan dasi yang tersimpul rapi namun ia tidak bisa.

Si manis beranjak, ia berdiri didepan Mahesa dan mulai melepaskan simpul yang menjerat, tangan Mahesa kembali bertanggar pada pinggang ramping yang lebih muda. Menariknya mendekat hingga tak ada cela, dasi itu terlepas dengan dua kancing kemeja Mahesa yang dibuka oleh si iris kebiruan. Si manis mendongak, lantas memeluk leher Mahesa dengan sedikit usakan manja.

Ia mendorong pelan tubuh kecil itu keatas ranjang, membuat si manis itu terbaring dibawahnya dengan tatapan polos yang begitu menggoda. Pikiran Mahesa kacau, nafsunya sudah diujung ubun-ubun namun ia tidak ingin menyakiti si manis. Harusnya Mahesa tidak merencanakan ini, hhhh kenapa sekarang ia sendiri yang merasa dilema?

Si manis menatap Mahesa yang terdiam cukup lama, ia membuka kancing kemejanya membiarkan bahu dan lehernya diterpa angin malam yang menyela diantara dinding kayu yang cukup lembab. Mahesa menurunkan tubuhnya, menindih si manis seraya menaburkan noktah kemerahan pada sepanjang bahu dan leher Jericho.

Manis manis manis! Jericho begitu manis! Otak Mahesa terus memberontak untuk menghancurkan si manis. Mendekap, mendorong dengan kuat hingga keduanya merasa panas. Namun Mahesa masih mencoba menahannya jika saja Jericho tidak mendesahkan namanya dengan lirih seperti ingin dihancurkan sedemikian rupa.

"unghh mahes..." pikiran Mahesa menggelap, ia hanya terpacu pada tubuh Jericho, hanya Jericho. Bayang-bayang adegan panas memenuhi rongga kepalanya. Sial dia ingin melepaskan hasratnya saat ini juga, telapak hangat Jericho membelai pipinya. Mendekat dan kembali mencium Mahesa dengan tergesa. Tangan halus itu membawa Mahesa ke dadanya, meminta untuk dimainkan.

Mahesa sudah kehilangan akal, ia melepas kemejanya membiarkannya terjatuh pada lantai keramik kamar. Yang ia pikirkan hanyalah menikmati malam ini dengan mendekap panas tubuh Jericho, mendesah lirih bersama saling berbagi keringat dan kenikmatan hingga pagi menjelang.

To be continue...

REMBULAN : MARKNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang