7. Sayang

631 144 42
                                    

***

"Lota?! Ya Tuhan!!" wujud pingsan berlumuran darah di wajah bersama balutan tali melingkar kencang di dua tangan dan kaki yang meringkuk di bawah shower, Luna bagai tersengat aliran listrik menyaksikan kondisi Lota Melia kenapa bisa seperti itu. "Apa yang udah terjadi Lota??" sungguh tak buang waktu Luna mematikan percikan air dan meraih tubuh Lota dari sana.

Seketika gemetar sambil memboyong Lota Melia yang basah kuyup nan berwajah berdarah itu menuju ke atas kasur. "Lota? Bangun Lota, what happened??" Luna menangis.

Meraih kotak obat dan membersihkan luka di wajah Lota dengan cairan infus juga kapas, Luna tak karuan, ia khawatir amat khawatir seraya terus membangunkan si wanita Amerika itu yang akhirnya, Lota pun sadar dengan keadaan yang batuk-batuk... akibat air shower yang sudah masuk kedalam hidung dan mulutnya.

"Lota? Apa yang udah terjadi Lota??" Luna memeluk resah Lota Melia.

"Luna..." si wanita Amerika pun mengisak dan merangkul Luna erat sekali, betapa ia adalah wanita yang malang.

"Kenapa bisa begini??" Luna bertanda tanya besar, namun Lota belum mampu menjawab, ia hanya terus memeluk Luna dengan bertubuh yang pula gemetar ketakutan.

Melepas pakaian basah dari tubuh wanita malang tanpa ragu walau harus menyentuh di lekuk dan melihat tubuh Lota yang hampir terlihat telanjang, Luna tak peduli.

Begitupun dengan Lota, walau lubuk hatinya bergetar namun ia hanya menunduk dan hanya ingin menurut apapun yang akan Luna Jenna lakukan untuknya.

Mengabaikan airmata yang terus ingin melipir saja, Luna membalut tubuh itu dengan selimut dan memeluknya kembali.

"Sekarang katakan padaku apa yang udah terjadi sama kamu?? Jangan takut." ia mengusap-ngusap kepala basah Lota.

Sebelah pipinya terluka goresan pisau, Lota Melia pucat, mentalnya ketakutan, bibirnya tersedu-sedu, ia menjawab dengan gugup. "Hugo." ungkap pelan Lota dan Luna mengernyit luar biasa mendengar itu.

"Apa? Hugo?? Leonardo Hugo maksudnya??" melepas rangkulan, Luna mengepit dua matanya kepada Lota, dan Lota Melia mengangguk pelan, ia makin menangis.

"Maksud kamu adalah Leonardo Hugo yang udah lakuin ini sama kamu?? Dia datang kesini???"

"Iya... Luna." Lota Melia menunduk gemetar, benaknya mengingat ketika tubuhnya dibanting ke dinding oleh Leon dan tangan kakinya di ikat lalu dibawa kedalam kamar mandi, diguyur air shower bahkan satu pipinya dilukai sebilah pisau oleh kekasih yang katanya sangat mencintainya itu.

Luna menggebrak keras meja nakas disisi ranjang sambil berdiri, membuat Lota pun terkaget-kaget akan itu.

"Leonardo Hugo bisa masuk kesini, kenapa bisa??" melotot Luna tak menyangka.

Lota tak bisa berhenti menyeguk, selain menahan rasa sakit dari luka di pipinya, ia takut dengan amarah Luna yang bisa saja meledak kepadanya karena ia sudah berbohong.

"I'am so sorry Luna..." Lota Melia terbata-bata, ia menceritakan semuanya termasuk pengingkaran janjinya kepada Luna ketika di malam hari itu ia malah keluar demi untuk menonton sebuah konser music, hingga ia bertemu dengan Leonardo Hugo dan dikejarnya.

Luna mengatup merasa kesal, namun ia tak mungkin menjadi marah kepada Lota yang kondisinya bahkan tengah pucat seperti ini.

"Flat ini artinya sudah tidak aman lagi akibat dari kecerobohan kamu Lota, kita harus pindah." putus Luna tak mau banyak bicara apalagi membahasnya dengan keras.

Lota menatap wajah kecewa Luna disana, ia semakin ingin mengisak saja dalam balutan selimut ditubuhnya, Lota menyesal sudah mengecewakan Luna yang terlalu baik hati itu. "Maaf Luna... maafin aku." bola matanya tak lekang hanya menatapi wajah sang polisi yang tengah membereskan pakaian-pakaiannya kedalam koper.

LUNA & LOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang