4. Nervous

557 125 35
                                    

***

"Apa maksud kamu Luna??" tenggeran alispun mencuram tajam dari wajah sang ayah.

Luna merunduk kembali, ia sadar dengan apa yang sudah diperbuatnya adalah salah, namun dorongan hati yang tak bisa Luna tahan adalah jawabannya.

"Maaf Pah..."

"Maaf maaf apa Luna? Sadarkan dengan apa yang sudah kamu perbuat itu??" melotot aneh si ayah yang sungguh tak habis pikir kenapa putrinya bisa tiba-tiba menjadi seperti ini. "Itu perbuatan menyalahi aturan! Kamu ini polisi, kamu tahu aturan itu Luna, Papa kecewa sekali!" marah sudah si ayah. "Sedang dirasuki apa kamu ini Luna? Anak Papa belum pernah seperti ini sebelumnya!" seraya duduk kecewa di atas sofa bahkan beliau hingga menggebrak meja di depannya.

Luna menganget namun tetap terdiam menunduk, ia tahu sudah salah dan bingung dengan prilakunya sendiri.

Terlihat sang ibu yang juga mendengar gebrakkan itu, beliaupun gegas menghampiri putrinya kesana. "Pah sabar Pah..." seraya mengusap kepala putrinya yang pekat masih terus menunduk saja.

"Ini aneh Mah! Putri kita tak pernah seperti ini sebelumnya! Dia berani membawa kabur anggota teroris dari penjara!" Komisaris Latif Basyari menggeleng lagi dan lagi. "Seandainya wujud kamu tadi itu bisa tertangkap disana Luna! Wajah kamu dan muka Papa ini mau ditaru dimana?!" ceracau sang komisaris yang tak bisa berhenti.

"Maafkan Luna Pah! Tapi... Luna tak menyesal membantu membebaskan Lota Melia itu Pah, karena Luna yakin dia tidak bersalah sama sekali! Luna janji sama Papa akan buktiin itu." gegas Luna menghampiri pada duduk sang ayah, dan Luna bersimpuh mohonkan pengampuan.

"Dia bukan adik kamu Luna! Hanya nama depan mereka saja yang sama jangan lantas kamu langsung merasa kasihan begitu saja sama dia!" tolak Komisaris Basyari belum bisa menerima.

"Dia bukan orang jahat, Luna yakin sekali itu Pah! Ini bukan masalah namanya kembar dengan mendiang adik Luna, tapi Luna yakin sekali wanita itu tidak ada kaitannya dengan kasus ini! Akan salah sekali bagi kita jika tetap mengurung dia di penjara Pah. Luna mohon kasih Luna kesempatan untuk buktiin ini ke Papa dan juga kepada semuanya..." nunduk sang detektif, namun pertahanannya tetap kuat.

"Terserah kamu Luna, Papa hanya ingin berpesan sama kamu bahwa dalam hidup, yang sebaiknya kita ikuti adalah logika yang pintar, bukan logika yang lemah." berdiri dan beliau melangkah menuju pintu kamarnya. "Dimana kamu amankan perempuan itu saat ini Luna?" tanya sang ayah berhenti melangkah meski tanpa menoleh.

"Di apartemen Pah." berdiri gugup Luna seraya kembali dielus punggung oleh ibunya.

"Jangan sampai bocor ke kantor." pungkas sang ayah dan beliau berlalu harus segera mandi karena harus segera berangkat ke kantor lebih awal.

Paras Luna menoreh kelegaan, itu artinya sang ayah mengizinkan dirinya. "Makasih Pah. Luna pasti buktiin keyakinan Luna ini ke Papa. Kebenaran harus tetap dijunjung tinggi, kita tak boleh sama sekali menghukum manusia yang sejatinya tidak bersalah." gumam jelas dihati Luna.

"Baiklah, Mama harus siapin sarapan kalian, bentar lagi pagi. Kamu mau langsung mandi Nak, atau sarapan dulu?" tanya sang ibu bernama Lestia Basyari yang amat menyayangi Luna.

"Langsung mandi Mah." senyum semangat Luna yang belum tidur itu.

***

Suasana menggenting ada di dalam kantor polisi pusat, itu tentu saja. Komisaris Latif Basyari memerintahkan untuk memperketat penjagaan penjara, beliau marah besar dengan kekalahan para anak buahnya gagal menangkap si penyusup itu yang padahal di dalam hati sang komisaris adalah sebaliknya. Beliau sangat tak berharap jika Luna bisa tertangkap di malam tadi.

LUNA & LOTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang