***
Mendengar seruan tersebut paras Lota perlahan kembali mendangah, ia menoleh segan kepada ayah angkatnya Luna, dan bagai mimpi disiang bolong, sulit untuk dipercaya karena bahkan, Komisaris Latif melangkah dekati kursi rodanya Lota, meraih handle nya dan mendorong Lota untuk masuk."Tidak usah Pak, saya bisa sendiri." sanggah Lota yang gugup.
"Tidak apa-apa." terus mendorongnya hingga ke dekat baringan Luna.
"Makasih Pak. Saya sudah kuat berdiri kok, namun dokter dan suster masih melarang saya." Lota Melia berdebar.
"Sebaiknya ikuti kata mereka dulu, biar aman." beliau bersandar bokong di garis ranjang Luna seraya menatap kepada Lota. "Oya Lota, ---Bapak minta maaf ya Nak? Selama ini perlakuan Bapak tidak baik sama kamu." dapat terlihat oleh Lota ada roman penyesalan di sirat wajah sang komisaris. "Kini Bapak sudah yakin bahwa kamu memang tidak bersalah, Luna benar." satu tangannya beliau mengusap di bahu Lota.
"Makasih Pak atas kepercayaannya." angguk santun Lota. "Tapi saya tetap bersalah kepada Luna Pak. Karena saya sudah bikin Luna jadi terluka seperti ini. Dia selalu menolong saya dan tak pernah pedulikan keselamatannya sendiri..." Lota menunduk kembali dengan murung.
"Dia seorang polisi, memang sudah sewajarnya Luna bertaruh nyawa menyelamatkan siapapun yang harus di lindungi." sungging kecilnya menoreh. "Tapi Syukurlah Luna baik-baik saja. Luka di bahu belakangnya pasti segera pulih. Dia polisi tangguh kok." seraya satu tangannya mengusap di kaki berselimut sang putri.
melepas nafas lega dengan perlahan, Lota Melia berhati jauh lebih tenang mendengar ungkap membahagiakan tersebut, ia mengangguk berdentum haru kepada sang komisaris.
"Kami akan semaksimal mungkin menangkap dan meringkus para penjahat licin itu. Kamu sabar ya Lota." lagi si komisaris kini mengusap kepala Lota bak seperti kepada anaknya. "Nanti setelah Luna dibolehkan pulang, kalian tinggal di rumah Bapak saja ya Nak? Biar lebih aman."
"Ssayya... terserah sama Luna saja Pak." jawab Lota yang masih saja merasa gugup, Latif Basyari mengangguk.
"Baiklah Lota, bolehkah Bapak titip Luna sebentar? Bapak mau ke bawah dulu, untuk jemput mamanya Luna, beliau udah tiba katanya."
Lota tentulah mengangguk dengan cepat. "Tentu saja Pak, saya jagain Luna disini."
"Makasih Nak." maka sang komisaris pun beranjak.
Setelah suara sepatu pria tinggi bertubuh cukup gemuk itu benar-benar lenyap dari pendengaran Lota, lirikan mata wanita Amerika pun berlabuh pekat kepada paras sang pujaan hati. Tatapannya mengandung geliat cinta dan kasih sayang untuk Luna.
Jemari meraba nan mengelus di sebelah tangan Luna, isi benaknya mengingat ketika tangan ini menarik kuat tubuhnya yang nyaris jatuh ke dalam lubang ular waktu itu, betapa kuatnya, betapa berjuang nya.
Air haru menggulung di bibir mahkota kelopak mata si gadis cantik ini, Lota terlalu merasa diberkati oleh Tuhan karena telah dikirimi Malaikat sehebat dan seindah Luna untuknya.
Seandainya bisa dimiliki, ia berharap sekali jika sosok Malaikat di hadapannya ini adalah hanya untuknya seorang.
"Sayang, my beloved. Will you be my lover forever?" ungkap pelannya sendu seraya mendekati paras terpejam Luna dan mengecup di pipinya Luna. "Cepat sembuh ya? Aku takut sendirian." ia pun terpejam sambil beradukan keningnya di pelipis paras Luna, meresapi kelegaan di dalam hati, apalagi kini ia sudahlah bukan sebagai buronan lagi, Lota Melia terlihat sudah merasa tentram dan damai.
Hingga suara ketuk pintu membuyarkan kesyahduan hatinya, Lota Melia segera bangun dan menoleh ke arah wujud pintu.
Dan itu adalah sosok daripada Liam Prayoga ternyata, yang datang untuk menjenguk, sambil membawa sebuket bunga mawar, untuk Luna.
KAMU SEDANG MEMBACA
LUNA & LOTA
Fantasy'LUNA' = Polisi Wanita yang Sumpahnya Melindungi Negara dan Perempuan. Hingga diapun bertekad harus melindungi Lota, sosok yang dianggapnya adik pengganti adiknya yang sudah mati. Namun adik angkat yang diam-diam jatuh hati pada Luna. Apa reaksi Lun...