***
Berdiri di bawah tangga menatapi wujud sang ayah yang tiba-tiba terdengar marah begitu saja. Luna Jenna mengerjap mata kagetnya. "Papa..." sapa Luna.
"Pelanggaran apa lagi yang sedang kamu buat demi perempuan itu Luna?" tunjuk runcing Latif Basyari kepada arah Lota Melia dari kejauhan. "Negaralah yang harus kamu jaga Luna, bukan perempuan tidak jelas seperti ini!" sentak ceracau yang terdengar mengejutkan di telinga.
Lota Melia, ia menunduk tak berani mengangkat wajahnya bersama tangan dan kaki yang gemetar merasa ketakutan di belakang Luna.
Seandainya bisa, Luna ingin sekali berteriak pula disana jika ayah jangan berkata seperti itu bahkan menyalahkan Lota Melia lagi, namun hanya kata mohonkan maaf saja yang baru mampu ia utarakan. "Maafkan Luna Papa..." suara Luna yang tersendat.
"Saya mengangkat kamu menjadi anak saya karena janji saya kepada mendiang ayah kamu Luna, jadi tolong bantu saya agar saya tidak menjadi salah mendidik kamu!" ucapan yang sungguh tak disangka keluar dari seorang Latif Basyari dan itu cukup mengernyitkan paras Luna.
"Papa kok ngomong kaya gitu sama putri kita Pah?" seru Ibu Lestia yang datang kesana. "Gak biasanya Papa begini loh Pah!" menatap heran kepada sang suami, Ibu Lestia gegas menuruni tangga menuju Luna. "Jangan dengarkan ucapan papa barusan Luna, dia hanya sedang emosi saja Nak." ibu merangkul resah sang putri.
"Saya bicara begini karena Luna menganggap saya tidak lebih dari sekedar ayah angkatnya saja Mah! Hingga dia berani melawan saya dan tidak mendengarkan ucapan saya!"
Luna menggeleng ingin membela diri, namun hati sudah terlanjur tergores, upuk matanya berair bersama tungkai kaki yang bergerak mundur dan wajah yang makin menunduk melepas rangkulan ibunya.
Akan tetapi justru itu semakin menuai murka dari sang komisaris atas asumsinya bahwa sang putri angkat benar-benar melawan dirinya.
"Silahkan pergi dari sini dan jangan anggap saya sebagai ayah kamu lagi Luna, jika kamu masih tidak mau mendengarkan perintah saya! Bawa perempuan asing ini pergi, saya tidak izinkan dia menginjak rumah saya!" nafas kecewa sang komisaris terlihat naik dan turun di atas sana.
"Siap Pak!!" seru sigap Luna sebagai polisi kepada atasannya seakan hubungan mereka seketika menjadi asing.
Dua sosok keras kepala tengah bersih tegang saat ini, Ibu Lestia menangis.
"Papa jangan bicara begitu Pah!" sentak Ibu Lestia hingga melotot kepada suaminya. "Jangan Nak, jangan pergi Luna, ini rumah kamu Nak." sang ibu menahan langkah anaknya.
Luna tak mungkin tetap diam walau ibu angkatnya menahan, ia terus melangkah keluar bersama roman yang menoreh luka di dalam dada untuk sang ayah angkat, di ikuti langkah gemetar Lota di belakangnya.
"Luna tolong kasian sama Mama Nak, jangan tinggalin Mama!!" bujuk malang Ibu Lestia.
"Jangan cegah dia Mah!!" turun tangga nan menarik tangan sang istri, Latif Basyari bahkan membanting dan menutup rapat pintu rumahnya.
Menyusut kasar wajahnya yang basah, Luna melangkah cepat menuju pintu mobil dan menoleh ia kepada berdiri Lota terlebih dahulu karena sepertinya Lota tak ikut mendekati ke arah mobilnya.
"Lota ayo kita cari tempat tinggal lain." ajak Luna.
Wanita malang itu berdiri tegap. "Ini salah Luna, aku gak bisa. This isn't what I want! Kamu sudah terlalu berlebihan melindungi aku, aku gak mau Luna..." Lota Melia kini yang menangis.
"Apa maksud kamu Lota?"
"Aku gak bisa jadi benalu di hidup kamu Luna. Aku akan serahin diri ke kantor polisi kembali, please jangan lindungin aku lagi ya?" langkahnya pun hendak ingin pergi namun di tahan oleh Luna.

KAMU SEDANG MEMBACA
LUNA & LOTA
Fantasy'LUNA' = Polisi Wanita yang Sumpahnya Melindungi Negara dan Perempuan. Hingga diapun bertekad harus melindungi Lota, sosok yang dianggapnya adik pengganti adiknya yang sudah mati. Namun adik angkat yang diam-diam jatuh hati pada Luna. Apa reaksi Lun...