Anggipati berjalan pelan menyusuri taman, banyak sekali unek unek pertanyaan yang terperangkap dalam fikirannya saat ini.
Sesudah dimarahi habis-habisan oleh sang syekh, dirinya benar benar puas, rasa bersalah yang menghujam dirinya semakin membuat perasaan nya saat ini tak Karu karuan. Dirinya benar benar tidak menyangka bahwa keisengan dirinya berakibat fatal pada sahabatnya, jayasangara.
Anggipati duduk, menikmati semilir angin Amarta yang kini berhembus kencang, pertanda hujan akan datang.
"Anggipati .."
Sentuhan terasa dipundak anggipati. Dirinya menengok, ke arah sumber suara yang memanggil namanya.
"Aahh, Raden walang sungsang ..." Anggipati langsung membungkuk hormat.
"Tidak perlu anggipati,"
Walang sungsang memegang kedua bahu anggipati, menatap manik anggipati yang menatap nya demikian, dengan erat walang sungsang langsung memeluk anggipati yang merasa aneh padanya.
"Terimakasih kau telah menjaga adik ku."
"Tidak Raden bukankah sebaliknya, aku telah mencelakai adik mu?"
Walang sungsang melepas pelukannya, umur nya dengan anggipati tidak berjauhan mungkin hanya berkisar tiga tahunan.
"Kau masih Sudi memeluk pria seperti diriku Raden?. Ayahanda ku saja enggan memeluku seperti yang kau lakukan."
Heii apa yang barusan dirinya katakan, seorang pelawak manipurna menceploskan hubungan keluarga broken heart
"Paman anggapati?"
"Kau mengenal ayahanda ku?"
"Tentu saja, kau mungkin sudah mengetahui bahwa ayahandamu Senopati yang terhormat di istana Padjajaran, bukan."
Anggipati tersenyum membalas penuturan Walang sungsang, dirinya sendiri heran, mengapa ayahanda memberikan separuh nama nya, kepadanya.
"Emm Raden .. bagaimana kabar ibunda ku"
Anggipati berujar sendu, hidup berbelas belas tahun di padepokan, Malu sekali dirinya menyebut bahwa rasa rindu kian besar walaupun kedua orang tuanya tidak pernah peduli lagi tumbuh nya anggipati seorang diri.
Mengingat para setengah dari anak anak padepokan yang masih memiliki orang tua selalu di jenguk, hal ini sedikit mencukil hatinya.
"Kau tidak perlu khawatir, ibumu lebih dari kata baik"
Mata Anggipati berbinar, mendengar kabar dari Ibunda nya saja itu cukup untuk mengobati rasa rindunya.
"Emm Raden, lantas bagaimana keadaan jayasangara, emm m-maksudku Raden kian Santang. Apakah Raden sudah siuman."
"Kau tak perlu canggung anggipati, anggap saja adiku sebagai adik mu juga,"
Anggipati hanya tersenyum menanggapi perkataan walangssungsang, yang seakan tau jika dari dulu dirinya ingin sekali memiliki adik yang tidak berjauhan dengan umur nya,
"Dan ada hal penting yang ku ingin bicarakan anggipati,"
Anggipati mendongak menatap walangssungsang yang sedikit lebih tinggi darinya
"Katakan Raden."
"Kian Santang sedang mengalami pengwarisan Kanuragan yang belum bisa ia kuasai, dari mendiang kakek kami. Jurus itu akan kembali ke Raga nya jika amarah ada dalam dirinya."
"B-bagaimana bisa adik mu mendapatkan warisan itu"
Anggipati menohok, sering kali dirinya membuat kian Santang kesal, untung dirinya tidak terbawa perasaan
KAMU SEDANG MEMBACA
-Putra Mahkota-
Historical Fictionhanyalah sebuah Fiktif belaka yang dikarang dengan imajinasi penulis yang dituangkan ke dalam cerita tersebut, tidak ada sangkut pautnya dalam sejarah hanya mengambil 20% dari 100% dari cerita faktanya termasuk pemeran. •angst •kolosal •religi Dim...