•14• Kerinduan

355 62 61
                                    

Matahari menyondong, sinarnya kian terang menyinari dunia, suara hewan hewan didekat padepokan memeperamai pagi yang sunyi

Namun hal tersebut tidak membuat hati kian Santang damai, pagi pagi seperti ini fikiran didalam kepalanya sudah beranak cabang sejak sholat subuh terakhir hingga pagi ini

Kian Santang berfikir, sejak kejadian kemarin kian Santang benar benar tidak ingin keluar dari wisma nya, tak memperdulikan wispati yang terus mengganggu nya, salah besar kian Santang telah mengalah karena satu kamar dengan wispati dan yang lainnya

"Sialan, jangan kau menekan nya bedebah!"

Wispati terus mengumpat tiada henti kepada kedua teman nya yang mencoba mengobati luka yang berada dipunggung nya, akibat pertarungan kecil yang ia buat dengan kian Santang.

"Heii kian Santang, tidak kah kau berniat untuk bertanggung jawab atas luka luka yang ada ditubuh ku!, Ini semua karena ulah mu!"

Kian Santang hanya diam, lebih baik menatap pemandangan dibalik jendela wismanya dari pada meladeni wispati yang tak ada diam nya

"Apa kau tuli!-"

Kian Santang menengok, tatapan teduh kian Santang mampu membuat wispati terdiam, dengan balasan tatapan tajam yang wispati kerahkan.

"Kau yang telah melukai dirimu sendiri, wispati. Beruntung kepala mu itu masih berada ditubuhmu"

Wispati hanya diam, alisnya yang bergelombang, menandakan ia benar benar geram terhadap kian Santang. Seperti nya luka ditubuhnya itu harus kian Santang tambah lagi.

"Tak perlu menatap ku seperti itu, aku tau kau sedang marah, terlihat dari wajah mu yang semakin tua jika sedang marah"

"Bedebah kau!"

"Anak yang bermasalah seperti dirimu tidak pantas hidup di padepokan syekh yang suci!"

Tidak menanggapi, kian Santang hanya diam, ia takut jika kejadian kemarin akan terulang kembali

oOo

Sejak kejadian yang memisahkannya dengan anggipati, kian Santang kebanyakan diam, berbeda dengan anggipati yang memang populer di padepokan, ia banyak mempunyai teman dibandingkan dengan kian Santang

Kian Santang tidak mempermasalahkan itu, toh dirinya diistana pun jarang berbicara, jadi bukan hal yang baru dalam kian Santang, mereka saja yang menatap kian Santang dengan mata sebelah

Kriet

Kian Santang, mengelap keringat yang ada dipelipis nya, lelah sudah membawa air dari aliran sungai dari belakang padepokan

Sebelum nya dirinya takut untuk kebelakang padepokan hanya untuk mengambil air, mengingat banyak sekali babi hutan yang berkeliaran disana,

Oh ayolah, dia itu seorang anak raja, banyak sekali dirinya membunuh musuh, masa dengan babi hutan saja dirinya kalah

Akibat membiasakan diri dengan keadaan, kian Santang mulai memberanikan diri untuk mandiri, ia tidak mau membebani anggipati yang selalu mengambil air.

"Raka apa yang kau lakukan, boleh aku membantu,"

Riaksa bocah itu berlari kecil kearah nya, sesudah berkumpul bersama teman-teman sebaya nya

Kian Santang tersenyum "tidak perlu riaksa, aku sudah selesai melakukan nya, mari kita bermain dengan kawan kawan mu"

Mata riaksa berbinar, dengan langsung menarik tangan kian Santang untuk bergabung dan bermain dengan nya

-Putra Mahkota-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang