06. Pangeran Es

47 6 0
                                    

Vedyra

Ketika menoleh dan mendapati gue ada di sebelahnya, Raka tampak terkejut. Setelah beberapa detik ia berkata, "Elo, Ve! Gue kira nggak ada orang."

Gue tersenyum manis. "Lo belum tidur?"

"Tiba-tiba haus." jawabnya sambil menunjukkan sebotol minuman di tangan.

"Gue boleh minta tolong?" tanyaku.

"Apa?" balas Raka.

"Bisa anterin ke kamar? Gue tadi kayaknya kebanyakan minum. Kepalaku pusing, gue takut pingsan di jalan." jawabku sambil menumpukan sebelah tangan ke dinding, berpura-pura sempoyongan.

Raka tampak mengamati koridor di belakangku, pada Anne yang baru saja berlalu bersama cowok anonimnya. Tanpa sungkan ia menimbang-nimbang. Astaga, kenapa nggak langsung diterima saja sih? Sudah untung ada cewek cantik yang dengan suka cita melemparkan diri ke dalam pelukannya. Coba kalau pria lain, mereka harus mengemis-ngemis guna menarik perhatianku!

"Oke." jawabnya kemudian, bikin gue lega sekaligus happy.

💔💔💔

Raka

Dengan setengah hati gue memapah Vedyra ke kamarnya. Ia mengenakan gaun minim dan ketat dengan bahu terbuka, jujur saja membuatku risih menyentuhnya. Apa boleh buat, demi kemanusiaan!

"Mau gue bukain pintunya? Mana kuncinya?" tanyaku setiba kami di depan kamarnya.

Vedyra mengeluarkan anak kunci dari dalam tas, menyerahkannya padaku. Segera kugunakan untuk membuka pintu.

"Thanks, Raka." ucapnya setelah pintu terbuka.

"Sama-sama." jawabku.

Baru saja gue akan berlalu ketika sepenuh tubuh Vedyra ambruk menimpaku. Gue terkejut, sesaat kukira ia pingsan. Otakku buru-buru berlari ke perbekalan yang disiapkan mama, barangkali ada minyak angin atau obat yang kubutuhkan untuk menolong Vedyra disana. Namun kekhawatiranku sia-sia belaka. Ciuman Vedyra mendarat di rahangku, nyaris mengenai bibir kalau saja gue nggak dengan refleks menghindarinya.

"Mau apa lo?" tanyaku ketika bukannya mundur, dia malah kembali ingin menciumku.

"Kissing, apalagi?" jawabnya seolah gue balita yang nggak tahu 2+1=3.

"Siapa bilang gue mau ciuman sama lo?" jawabku, jengkel.

Buru-buru gue meninggalkannya yang nampak tercengang.

💔💔💔

Vedyra

"Udahan kerjanya? Kok cepet amat?"

"Kenapa? Bang Rio bikin lo nggak betah ya?"

"Raka mau berhenti kerja?"

Demikian sederet komentar dari teman-teman sesama model menanggapi permohonan pamit Raka. Nggak terasa sudah tiga bulan berlalu, mengingatkan gue akan obrolan pertamaku dengannya. Sigh, padahal pendekatanku terhadapnya belum membuahkan hasil! Malah, terakhir kali ciumanku ditolak olehnya. Tentu saja hanya makin membuatku terobsesi untuk membuat Raka bertekuk lutut di kakiku.

"Bang Rio aja deh yang suruh berhenti kerja. Biar lo jadi fotografer-nya, Raka."

"Bener tuh!"

"Ya, bener."

Kami semua manggut-manggut, membenarkan celetukan entah siapa barusan.

"Gitu, ya, kalian? Mentang-mentang Raka masih muda, ganteng, bang Rio diusir." sahut bang Rio pura-pura marah.

MelewatkanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang