Melewatkanmu 23

41 1 1
                                    

Handphonenya terus-menerus berdering, seolah tak peduli Raka sedang sibuk menjelaskan ini dan itu kepada para pegawai di pabrik. Selesai memantau langsung kegiatan produksi, ia kembali ke ruang kerja untuk mempelajari tumpukan file di atas meja. Namun lagi-lagi, handphonenya berdering menyela. Apa si penelepon nggak mendapat isyarat dari Raka bahwa ia tengah tak ingin diganggu?

"Halo," jawab Raka malas-malasan, sambil satu tangannya membalik lembaran dokumen.

"Raka, kamu kemana sih, kok belum datang?" suara Diane terdengar.

"Ada apa Sayang? Kamu mau kujemput?" balas Raka menebak.

Mungkin Diane sedang terdampar di sebuah mall, dan dia perlu Raka untuk menjemputnya. Hal yang sering terjadi.

"Cepat ke butik sekarang, Raka! Kamu lupa, hari ini kita fitting baju pengantin?" protes Diane di seberang sana.

Raka mengernyit, sesaat ia berhenti membaca dokumen. Lalu katanya, "Oh, ya? Hari ini?"

"Setengah jam lagi nggak muncul, aku seret kamu dari kantor!" ancam Diane.

Bukannya takut, Raka malah tertawa mendengar ancaman kekasihnya yang menggemaskan. "Emang kamu nggak malu dilihatin orang-orang?"

"Nggak peduli! Biar semua karyawanmu tahu kalau bos mereka tukang ngaret dan pelupa." sahut Diane.

Raka tergelak, bicara dengan Diane selalu terasa menyenangkan. "Okay, okay, lima menit lagi aku jalan kesana, ya?"

"Se-ka-rang!" Diane mendikte.

"Okay Sayang, aku jalan sekarang." Raka menyerah.

"Aku tunggu!" balas Diane, lalu mematikan sambungan.

💔💔💔

"Raka Darling, akhirnya datang juga! Makin ganteng aja deh!"

Celetukan terdengar begitu Raka tiba di butik. Sayangnya pujian itu tidak datang dari kekasihnya, melainkan asisten pemilik butik--laki-laki kurus yang kemayu.

"Sini, eyke bantu pasangin baju yey!" lanjut pria kemayu bernama Didi itu seraya meraih sepasang pakaian dari gantungan.

"Hai Sayang!" sapa Raka sebelum memeluk dan mencium pipi Diane, jauh lebih lama daripada biasanya. Tujuannya jelas, untuk melarikan diri dari pria kemayu itu!

Sungguh, Raka nggak keberatan menyerahkan segala detail urusan pernikahan pada Diane. Bahkan dia yang seumur hidup nggak pernah memakai warna pink, menerima begitu saja saat Diane memilihnya sebagai tema busana pernikahan mereka. Tapi satu hal yang membuatnya merinding, yakni setiap kali harus bertemu dengan Didi. Alhasil, dia nggak pernah mau jauh-jauh dari Diane selama berada di butik.

"Lu jangan agresif gitu dong, Nek! Jangan bikin takut pelanggan gue!" tegur Berta yang sama bancinya, tapi setidaknya nggak kegatalan pada Raka.

"Apa sih Nek, eyke kan cuma melayani pelanggan. Ya nggak, Raka Darling?" balas Didi, mengedip pada Raka di ujung kalimat.

Raka merinding melihat tingkah Didi, sebaliknya Diane malah tertawa geli menyaksikan kemalangannya. Ia curiga, Diane sengaja berlama-lama setiap kali berada di butik hanya untuk mengerjai dirinya.

"Udah belum sih? Pulang yuk!" bisik Raka.

Diane malah kembali tertawa mendengarnya. "Ya ampun Sayang, kamu baru datang kok udah ngajak pulang?"

"Raka Darling, jangan pulang dong!" protes Didi, berjalan ke arahnya.

Buru-buru Raka berpindah ke belakang Diane, memeluk perempuan yang tengah mencoba baju pengantinnya itu erat.

MelewatkanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang