05. Pemotretan

54 5 0
                                    

Vedyra

"Besok lo mau izin buat pemotretan, Ve?" tanya Liana yang duduk di hadapanku.

Kami sedang makan bakso di kantin saat ini.

"Yep." jawabku.

"Seminggu?" tanya Tia. Gue hanya mengangguk sebagai jawaban.

"Gila, tugas kita kan lagi banyak-banyaknya." sahut Liana, shock. "Mending batalin deh, Ve. Ntar nilai lo jeblok loh."

Gue tersenyum miring. "Batalin? Duit gue melayang dong. Bukannya dapat bayaran, malah harus bayar pinalty!"

"Kerjaan bisa datang besok-lusa. Tapi sekolah, kalau nilai jeblok, kita mesti ngulang setahun, Ve. Kan malu. Belum lagi, pendidikan itu penting!" sahut Liana.

"Ah, Li, lo kayak nggak kenal Vedyra aja." sahut Tia yang duduk di sebelah kananku. "Mana mungkin dia tinggal kelas? Nilai-nilainya nggak pernah kurang dari delapan!"

Mata Liana membulat. "Serius? Lo jenius amat, Ve. Gue aja yang jobnya nggak sebanyak lo, sekolah keteteran. Dapat tujuh juga udah syukur."

Sekali lagi gue tersenyum miring. "Lo bego' sih! Apa gunanya punya wajah cantik, body seksi, popularitas tinggi... kalau nggak lo manfaatin buat mendongkrak nilai?"

Liana juga seorang model, sama sepertiku. Kami bahkan memulai karir bersama-sama, dalam ajang pemilihan gadis sampul suatu majalah remaja ternama. Bedanya, gue ambisius sedang Liana enggak. Gue totalitas saat bekerja, sedang Liana enggak. Makanya, karir gue di dunia modelling lebih cemerlang dibanding Liana.

"Maksudnya?" Liana mengernyit bingung.

"Maksudnya," jawab Tia. "Nilai-nilai Vedyra bisa bagus karena dia manfaatin cowok-cowok yang tergila-gila sama dia untuk ngerjain tugas-tugas sekolahnya. Paham?"

Liana tampak terkejut. "Lo manfaatin mereka, Ve?"

"Menurut lo?"

Stupid banget sih dia! Ya jelas lah gue nggak mau repot mengerjakan tugas-tugas sekolah yang bikin kepala mau pecah itu, kalau ada yang dengan suka rela mengambil alih.

"Ta-tapi, itu kan jahat, Ve." sahut Liana, mengernyit.

"Jahat?" sahutku tersenyum. "Selama ini nggak ada satu pun dari mereka komplain bahwa tindakan gue jahat tuh! Yang ada malah mereka ketagihan pingin dimanfaatkan."

Liana ternganga takjub. "Kok bisa?"

"Ya bisa lah, orang bayarannya pakai ciuman! Siapa yang nolak dicium sama Vedyra, cewek tercantik di SMA 28?" Tia yang menjawab.

"Lo--lo bayar mereka pakai ciuman?" Liana memandang gue tak percaya. "Jangan-jangan lo nyium cowok-cowok random di sekolah ini karena lo manfaatin mereka?" simpulnya.

Memangnya ada alasan lain? Gue tersenyum sinis.

"Jangan bilang, lo mikir gue suka mereka?"

"Nggak ada yang selevel dengan Ve disini!" Leoni menambahkan. "Makanya, lo ikutin dong jejak Ve! Berhubung lo juga cantik, Li."

"Duh, nggak berani gue!" sahut Liana dengan sisa-sisa keterkejutan di wajahnya. "Nggak kebayang harus nyium cowok yang nggak gue suka."

"Nggak berbakat jadi aktris dong lo! Yakin masih mau berkarir di dunia modelling dengan mental seperti itu?" balasku.

"Ya, lo benar sih. Tapi, tetap saja, gue nggak berani, Ve." sahut Liana.

💔💔💔

Raka

"Asisten fotografer?" tanyaku pada mas Dave, pembimbing klub fotografi yang kuikuti.

Baru saja ia menyarankanku untuk menerima tawaran sebagai asisten fotografer sebuah majalah remaja ternama.

MelewatkanmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang