Hari ini adalah hari terakhir acara perjamuan bunga. Sebelum kembali ke sekte Han, Jihye sempat mencuri-curi kesempatan untuk mengunjungi Yeonjun. Dia sudah mendengar kabar soal hukuman yang diterima Yeonjun dari Jung Soo.
Sambil menghentikan langkah, mata ungu Jihye akhirnya menangkap sosok yang dicari. Laki-laki dengan punggung lebar memakai pakaian berwarna putih, sedang terdiam dalam posisi membelakanginya. Jihye pun segera menyusul.
“Yeonjun!” Panggil Jihye. Dia berhenti tepat di sebelah Yeonjun. Dengan nafas terengah, dapat dilihatnya mata Yeonjun yang tampak sendu. “Kau baik-baik saja? Tubuhmu terluka? Aku sudah dengar soal hukuman yang kau terima. Maaf aku tidak bis—”
“Kau sudah akan pulang?” Yeonjun memotong.
“Oh? Oh ... Ehm.” Jihye mengangguk pelan.
“Hati-hati di jalan.” Ucap Yeonjun. Terlihat seperti tidak tertarik dengan kekhawatiran Jihye.
“Kau ... Tidak akan mengantarku sampai ke gerbang istana?” Tanya Jihye ragu. Mungkin karena watak Yeonjun yang memang seperti itu, dingin dan acuh. Padahal dia pikir mereka sudah lebih dekat sejak kemarin.
“Aku ada latihan beberapa saat lagi. Maaf, tidak bisa mengantarmu.” Jawab Yeonjun.
Yang bertanya hanya bisa menunduk pasrah. “Ya sudah. Kalau begitu ... Aku pergi dulu. Jaga dirimu baik-baik.” Pamit Jihye kemudian melangkah hendak pergi. Namun belum sempat tubuhnya berbalik, tangannya tiba-tiba ditahan Yeonjun.
“Tunggu!” Ucap laki-laki itu. Tangannya mulai bergerak melepas gantungan lonceng di pinggang kanannya. “Ambilah!” Yeonjun memberikan gantungan tersebut pada Jihye.
“Ini ...? Bukankah ini penting bagimu?”
“Aku menyimpan sedikit esensiku di dalam lonceng ini. Jika kau butuh bantuan di masa depan, bunyikan saja lonceng itu. Aku akan segera datang.”
Mulanya Jihye pikir Yeonjun benar-benar berhati dingin. Namun kenyataannya tidak. Siapa sangka dia akan memberi barang berharga miliknya kepada Jihye. “Mari bertemu lagi di masa depan.” Senyum Jihye seketika mengembang.
“Jika berjodoh, pasti akan ada jalan.” Ujar Yeonjun.
Jihye pun pergi dengan perasaan lebih gembira. Lonceng pemberian Yeonjun dia ikat di bagian pinggang kanannya. Di samping itu, Yeonjun hanya dapat diam di tempatnya sambil memandangi punggung Jihye yang semakin menjauh. Ada perasaan tak rela yang mendadak muncul di benaknya. Tapi mau bagaimana pun, Yeonjun tetap tak berdaya.
Flashback
Staakk!
“Aakk!”
Bruk
“Kau adalah harapan sekte Yuseon satu-satunya, Yeonjun. Sebagai calon pemimpin sekte, sudah seharusnya kau melepaskan diri dari hal-hal yang menyangkut duniawi.”
“Dengan tidak boleh berteman? Itu maksud tetua?”
“Teman? Kau pikir laki-laki dan perempuan bisa berteman? Jangan kau pikir aku ini bodoh.”
“Aku tidak pernah berniat menjadi pemimpin sekte.”
“LANCANG!”
Staakk!
“Agghh!”
“Sebaiknya jangan katakan hal itu di depan ketua sekte. Atau kau akan dimasukkan ke dalam goa penyiksaan karena ketahuan jatuh cinta.”
Flashback end
+×+
Petir terdengar bergemuruh disertai retaknya bebatuan pada tebing. Sedikit demi sedikit, disusul munculnya cahaya terang dari dalam sungai yang bergerak secepat kilat menuju ke langit. Seribu tahun telah berlalu, waktu untuk memulai hidup kembali telah datang.
Salah satu naga emas putih dari klan pejuang di Istana Langit terbangun setelah tidur yang panjang. Usai mendapatkan kembali tubuh manusianya, dia mulai beranjak dan memperhatikan sekeliling. Seluruh ingatannya telah hilang, akibatnya dia tidak bisa mengingat apapun.
“Ini dimana?” Kakinya berjalan menyusuri sepanjang air sungai mengalir. Sampai suara bising terdengar tak jauh dari tempatnya berada.
“Yha! Aku mau buah itu!!”
“Ambil saja sendiri!”
“Jung Soo sialan! Awas kau, ya!!”
“Jihye, Jung Soo, berhenti bertengkar!”
Si naga pun segera menghampiri sumber suara berasal.
.
.
.Perjalan kembali dari sekte Yuseon ke sekte Han memakan waktu sekitar setengah hari untuk sampai. Tanpa kereta kuda atau kendaraan yang lebih bisa diandalkan selain kaki. Soobin memutuskan untuk beristirahat di dekat sebuah sungai sambil berburu makanan di sekitar.
“Daripada bertengkar, lebih baik bantu aku mencari kayu bakar.” Ucap Soobin melerai adik seperguruannya yang memang selalu ribut itu.
“Aku akan mencari hewan di sekitar sini.” Jung Soo sebenarnya menolak, makannya dia mencari alasan lain.
“Aku akan mencari buah.” Jaejoong berkata cepat. Setelah melakukan kontak mata selama beberapa detik dengan Jung Soo, keduanya langsung melarikan diri. Meninggalkan Jihye yang terpaksa harus mencari bakar karena dikerjai dua kakak seperguruannya itu.
Soobin tertawa kecil melihat Jihye berdiri sendirian sambil berekspresi kesal. “Mau kutemani?” Tawar Soobin.
“Tidak usah. Kakak Choi tunggu di sini saja.” Jawab Jihye pasrah. Meskipun sejujurnya dia malas, tapi mengingat semua yang telah dilakukan Soobin, mendorongnya untuk selalu bersikap patuh dan hormat.
Jihye pun pergi menuju hutan di sekitar untuk mencari kayu bakar. Senyum di wajah Soobin masih setia terukir meski punggung Jihye semakin terlihat menjauh. Namun, ekspresi itu tak bertahan lama. Kedatangan seseorang yang secara tiba-tiba muncul membuat perhatian Soobin menjadi teralihkan.
“Kenapa kau kemari?” Tanya Soobin pada orang tersebut.
“Maaf mengganggu waktumu, Dewa.” Pria berpakaian putih yang barusan datang membungkuk singkat memberi salam. “Apakah menyenangkan berada di alam manusia seperti ini?”
Soobin menghela nafas pelan. Sambil berdiri, dia menatap kosong ke arah sungai. “Setidaknya aku bisa menemaninya.”
“Tapi di sini berbahaya. Apalagi anda mengunci roh Dewa anda selama menjadi manusia. Jika nantinya menghadapi musuh yang sulit, aku khawatir anda akan—”
“Hwansoo! Langsung ke intinya saja.” Sela Soobin. Pria bernama Hwansoo itu pun akhirnya hanya dapat menurut.
“Esensi naga emas putih telah tiba di Istana Langit. Kalau begitu, apakah dia sudah bangkit?”
To be continue
Sacrifice
KAMU SEDANG MEMBACA
SACRIFICE [TXT]✓
Fanfic[END SEASON 1 & 2] Setelah perang antara Klan Dewa dan Klan Iblis, tiga alam akhirnya kacau. Manusia, iblis, dan siluman harus hidup berdampingan agar tetap tercipta kedamaian di bumi. Namun pada nyatanya tidak demikian. Lima sekte besar pun dibentu...