Dua Belas

298 6 1
                                    

Tanpa menunggu Berlin siap, Zyan langsung menjalankan motornya dengan kencang dan hal itu membuat Berlin reflek memeluk Zyan dengan erat.

***
Di persimpangan jalan Zyan berhenti sejenak untuk menanyakan di mana tempat tinggal Berlin.

"Rumah lu di mana?" tanya Zyan singkat.

"Rumah aku di Jl. Bunga Cinta, nomor 05." balas Berlin sembari memberitahu tempat tinggalnya pada Zyan.

Setelah mendengar ucapan Berlin, Zyan segera melajukan motornya kembali untuk menuju alamat yang Berlin beritahu kepadanya.

Tak butuh waktu lama Zyan telah sampai di Jl. Bunga Cinta.
"Rumah lu yang mana?" tanya Zyan setelah melihat-lihat lingkungan tempat yang Berlin tempati, yang ternyata perumahan elit semua.

"Rumah aku yang warna gold." balas Berlin singkat sembari menunjuk sebuah rumah mewah dengan memiliki 4 lantai dan taman yang amat luas.

"Bukan orang biasa ternyata. Gua harus cari tahu siapa orang tua lu! Sepertinya orang tua lu bukan orang biasa." monolog Zyan ketika melihat tempat tinggal Berlin yang terkesan mewah.

"Hm." Zyan mendekati pagar rumah Berlin dan membunyikan klaksonnya dengan kencang.

Tiiiiiiinnnnnnnnggggggg!!!

Bunyi klakson motor yang nyaring membuat Sinta sang bunda Berlin segera bergegas menuju kearah pagar rumah.

"Siapa pak?" tanya Sinta setelah melihat pak Anto yang sudah membuka pintu gerbang dengan lebar.

"Non Berlin, buk." jawab pak Anto dan langsung meninggalkan Sinta yang sudah mendekat kearah Zyan dan Berlin.

"Sayang! Bunda khawatir banget sama kamu!" Sinta langsung memeluk erat tubuh Berlin yang baru saja turun dari motor milik Zyan.

"Ini siapa sayang?" Sinta yang asik memeluk Berlin tiba-tiba tersadar bahwa ada orang lain yang ikut bersama Berlin.

"Ah, ini..." Berlin terdiam setelah mendengar Zyan langsung menyela ucapannya.

"Saya Zyan tante, temannya Berlin." potong Zyan sembari mengulurkan tangannya kepada bunda Berlin.

"Owh, temannya Berlin. Yaudah ayo masuk dulu," Sinta menawarkan pada Zyan agar singgah sebentar kedalam rumah, tetapi Zyan malah menolaknya dengan halus.

"Terimakasih tan, tapi saya harus berangkat sekolah, nanti saya telat." tolak Zyan dengan halus, Ia tidak ingin membuat tingkah lagi, bisa-bisa bunda Berlin curiga nantinya.

"Loh? Kok gak bareng Berlin aja, dia aja belum siap-siap." Sinta menahan Zyan untuk pulang, Ia merasa Zyan adalah anak baik yang manis, sehingga membuat Sinta langsung menahan Zyan agar tidak pulang dulu.

"Maaf tan, tapi Berlinnya lagi sakit, makanya saya antar ke sini, soalnya takutnya ada terjadi apa-apa pada Berlin." lagi-lagi Zyan menolak ajakan bunda Berlin yang masih setia memaksanya agar masuk.

"Kamu sakit sayang?" Sinta berbalik menghadap Berlin yang masih setia berdiri di belakangnya dan langsung menempelkan tangannya di kening Berlin, ternyata panas pada tubuh Berlin timbul lagi.

"Yaudah gak papa, Zyan. Tapi kapan-kapan main di sini yah!" ujar Sinta pada Zyan yang menatap Berlin dengan tatapan yang tak bisa diartikan.

"Baik tan, saya permisi dulu." Zyan menyalami tangan bunda Berlin dan bergegas meninggalkan tempat tinggal Berlin.

***

Setibanya di sekolah Zyan lagi-lagi menjadi pusat perhatian para penghuni sekolah, sebenarnya ini sudah biasa terjadi, tetapi bagi Zyan, Ia sangat tidak suka diperhatikan sebegitunya, Zyan merasa risih.

Mengagumi Gangster SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang