Dua Puluh Lima

191 7 0
                                    

"Anjing!" umpat Berlin dengan kesal.

Dengan mood yang hancur Berlin langsung menuju kamar mandi Miliknya dengan cepat.

***
Langkah kaki terdengar hingga keseluruhan penjuru rumah, jika didengar dengan seksama maka kalian akan mendengarkan langkah kaki yang memang sengaja dihentakan dengan kencang agar seseorang mendengar langkah kaki tersebut.

Tuk... Tuk... Tuk...
Mendengar langkah kaki tersebut, sepasang suami istri yang sedang menikmati sarapan pagi itu langsung mengalihkan pandangannya menuju sumber suara tersebut.

"Berlin?" ucap Sinta setelah mengalihkan pandangannya kepada putri kesayangannya itu.

Ya, suara langkah kaki itu berasal dari sepatu hitam Berlin yang memiliki suara  yang nyaring.

Tetapi yang membuat sepasang suami istri itu tercengang adalah penampilan Berlin yang terkesan gelap yang tidak biasa digunakan oleh Berlin.

"Sayang? Kamu mau kemana pakai, pakaian itu?" tanya Daren, ayah Berlin. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda dari putrinya itu, tetapi Daren tidak tau, apa itu.

"Gak kemana-mana kok yah, cuman mau keluar bentar." balas Berlin dengan senyuman manisnya.

Mendengar penuturan sang anak, Daren dan Sinta langsung mengerti dan tidak mempertanyakan banyak hal lagi.

"Yaudah, sarapan dulu kalau gitu, yah." ucap Sinta sembari mengambil piring dan mengisi piring tersebut dengan nasi goreng buatanya.

"Iyah, Bunda sayang." balas Berlin dan langsung mengambil alih piring yang berada di tangan Sinta.

Setelah selesai menghabiskan sarapanya, Berlin bergegas berpamitan dan langsung meninggalkan rumah dengan mengemudikan salah satu mobil kesayangannya.

*BerlinPoff*

Setelah selesai menghabiskan sarapan, aku bergegas berpamitan kepada kedua orang tuaku, dan meninggalkan rumah dengan mengemudikan mobil kesayanganku.
Setahun sudah kepergian kakek dan nenekku, dan selama itu pula mobil kesayanganku tidak pernah aku sentuh.

Aku menatap mobil itu dengan seksama, seketika terlintas dibenakku kenanganku bersama kakek dan nenekku, rasa sesak seketika memenuhi dadaku, dengan sekuat tenaga aku menahan agar air mataku tidak mengalir tetapi... Itu tidak bisa, sekuat apapun aku menahannya air mata ini tidak bisa kutahan.

"Hiks... Hiks... Hiks... Kakek! Nenek!" aku menumpahkan semua kesedihanku dengan sesekali menendang ban mobil milikku, aku sungguh tidak tahan dengan rasa sesak itu.

"Hufh... Gua gak boleh kayak gini, kakek dan nenek pasti gak suka!" aku menghela nafas dengan kasar dan mencoba mengontrol emosi yang masih saja meluap, perlahan namun pasti rasa sesak yang aku rasakan perlahan membaik, sesekali aku menarik nafasku dan menghembuskannya dengan perlahan, dan hal itu membuatku semakin rilex dan tenang.

Setelah merasa tenang, aku bergegas menaiki mobilku dan meninggalkan pekarangan rumah dengan cepat.

Butuh waktu 30 menit lamanya diperjalanan menuju tempat tujuanku.
Setelah sampai aku menghela nafas dengan pelan dan langsung bergegas keluar dari dalam mobil milikku.

Rumput-rumput hijau dan pohon tinggi memenuhi pandanganku, dan beberapa tempat periistirahatan memenuhi tempat ini, dan disana dua orang yang aku sayang juga beristirahat di sini.

Aku melangkahkan kaki mendekati mereka, dan menyapa keduanya dengan senyuman yang sangat manis.

"Hai, kakek dan nenekku sayang. Aku datang buat lihat kalian berdua." ya tempat itu adalah tempat periistirahatan terakhir kedua kakek dan nenekku yaitu... pemakaman.

Aku mencoba memaksakan senyumanku, tetapi rasa sakit serta sesak itu kembali datang dan membuat bibirku bergetar menahan sesuatu yang akan keluar, aku tidak ingin memperlihatkan kesedihanku didepan kakek dan nenek.

"Hufh! Kalian apa kabar? Tau gak kalau Berlin kangen banget sama kalian." aku menghela nafas dengan kasar dan mencoba menahan genangan air mataku yang akan keluar.

"Berlin, Berlin kangen banget sama kalian! Kenapa kalian cepat pergi! Rasanya tanpa kalian berdua, Berlin gak bisa hidup! Berlin capek terus-terusan menahan rindu! Berlin udah gak kuat! Berlin rindu Kakek dan Nenek!" seketika tangisku pecah dan lututku terasa bergetar tak tahan menopang berat badanku.
Aku menjatuhkan tubuhku di tengah-tengah makam Kakek dan Nenekku dan menangis dengan tergugu, tangisku tidak berhenti dan semakin menjadi, hingga menimbulkan rasa sesak yang menyakitkan.
Aku tahu ini akan terjadi, tetapi hal itu terjadi bukan karena keinginanku, tetapi itu adalah perasaan yang selama ini aku pendam, dan pada saat menemui mereka, hal ini pasti akan terjadi.

Aku mencoba menarik nafas dan menghembuskannya dengan pelan mencoba menenangkan diriku, tetapi hal itu tidak berhasil dan malah semakin membuatku sesak.

"Argh! Kakek, Nenek! Hiks... Hiks... Hiks... Argh!" aku berteriak kencang dan memukuli dadaku dengan kencang, rasa sakit itu semakin menjadi dan tengorokanku terasa kering, aku butuh minum untuk menenangkanku, tetapi...

Brukh!
Aku terjatuh dan terbaring tepat di tengah pemakaman kakek dan nenekku, dan tiba-tiba penglihatanku kabur dan... gelap.

Sayup-sayup aku mendengar seseorang berteriak mendekatiku tetapi aku tidak sanggup membuka mata, dan setelahnya aku tidak tau apa yang akan terjadi selanjutnya.

BERSAMBUNG

Hai! Sudah seminggu lebih aku tidak lanjut, maafin yah. Soalnya gak tau apa alurnya yang cocok. Dan hari ini baru dapet, jadi maafin aku ya.
Jangan lupa tinggalkan jejaknya 🤗🙏

Aku Sayang Kalian semua! 😘😘

Mengagumi Gangster SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang