Tiga Puluh

177 4 0
                                    

"Lah, kena—" baru saja William ingin berbicara, tiba-tiba ucapannya terpotong oleh bunyi bantingan pintu serta bunyi barang yang dibanting kencang.

Brak!
Suara yang dihasilkan oleh barang-barang serta bantingan di pintu membuat Jerome, William, Gading dan Delon terkejut bukan main.

Jerome yang memang sudah tau permasalahannya langsung bergegas mendekati ruangan Zyan yang ditutup dari dalam.
Jerome sangat khawatir, Ia tau jika sudah seperti ini Zyan tidak akan bisa mengendalikan emosinya dan akan menyakiti dirinya sendiri.

"Zyan! Lu tenangin diri dulu! Jangan kayak orang gila, lu!" Jerome mencoba membuka pintu dan hasilnya nihil.

Melihat pintu yang terkunci dari dalam membuat Jerome agak kesusahan, Ia perlu beberapa tenaga orang lain agar membantunya membuka pintu.
Jerome berbalik mencari bantuan, Ia menatap teman-temannya yang hanya menatapnya dengan tatapan bingung.

"Woi! Lu pada kenapa, woi! Kalian gak liat apa yang terjadi?!" Jerome meninggikan suaranya, Ia kesal dengan teman-temannya yang hanya berdiam diri menatapnya bingung.

Seakan sadar akan keadaan, Delon, William dan Gading langsung bergegas membantu Jerome membuka pintu, mereka mencoba mendobrak pintu bersama-sama dan pintu berhasil terbuka.

Brak!
Suara pintu yang terbuka membuat Zyan sedikit kesal, Ia butuh ketenangan untuk meredakan emosinya, tetapi teman-temannya malah mengganggunya.

"Tinggalin gua sendiri, Bangsat!" teriak Zyan sembari melempar lampu gantung yang tak jauh dari jangkauan tangannya.

"Tenangin diri lo, Zyan!" Gading mencoba mendekati Zyan secara perlahan, tetapi bukannya mendengarkan ucapan Gading, Zyan malah semakin marah dan berbalik melayang kepalan tangannya, tetapi tiba-tiba aksi Zyan itu langsung dihalangi oleh Delon dengan cepat.

"Gila lo, yah!" Delon menepis kasar tangan Zyan yang hampir saja melukai Gading, Ia menatap tajam Zyan yang juga balik menatapnya dengan tatapan yang tak kalah tajamnya.

Melihat keduanya yang hampir berkelahi, Gading sesegera mungkin mengambil tindakan dengan cara menarik Delon agar menjauh dari Zyan.
Gading membawa Delon keluar dari ruangan tersebut dan coba menenangkan Delon yang masih dikuasai oleh emosinya.

Jerome dan William yang masih berada dalam ruangan itu mencoba mendekati Zyan yang sudah terduduk di sebuah kursi yang tak jauh dari Ia berdiri.

"Zyan, gua tau lo lagi ada masalah, tapi cara lo yang kayak gini gak akan membuat masalah lo akan selesai dengan baik." William membuka suaranya.

"Argh!" Zyan menarik rambutnya dengan kencang, Ia sudah tidak bisa menahan emosinya lagi.

"Gua gak pernah dibuat malu kayak gini! Argh!"
"Beraninya tua bangka itu mukulin gue!"

Zyan menatap jendela ruangan itu dengan tajam, Ia tidak percaya ada orang lain yang berani memukulnya, andai saja itu bukan orang tua Berlin sudah pasti pria paruh baya itu terkubur hari ini juga.

William yang tidak mengetahui apapun hanya terdiam, Ia tidak ingin mempertanyakan masalah apa yang dialami oleh Zyan, melihat keadaan Zyan sekarang saja sudah cukup membuat seorang William sedikit takut.

"Gua pastiin lo akan nyesel udah buat gua malu, brengsek!" umpatan demi umpatan memenuhi ruangan itu, tetapi tak ada seorangpun yang berani untuk membuka suara, baik itu Jerome dan William, mereka memilih diam untuk memberi ruang ketenangan pada Zyan.

***
Jika Zyan menghabiskan waktunya dalam ruangan, maka berbeda dengan Berlin yang memilih meninggalkan rumah.

"Halo, sas. Tolong jemput gue di alamat yang udah gua kirim!" tanpa basa basi Berlin mematikan telepon tanpa menunggu persetujuan seseorang di seberang sana.

Tidak butuh waktu lama, akhirnya yang ditunggu oleh Berlin datang juga.

"Masuk!" ucap seseorang dari dalam mobil tersebut.

Melihat itu Berlin bergegas memasuki mobil hitam itu dengan cepat.

"Plis Saskia, jangan tanya apapun dulu. Gua lagi capek." ucap Berlin yang mengerti akan tatapan temannya itu.

Ya, orang yang menjemput Berlin adalah Saskia, orang yang meneleponnya pagi tadi.
Saskia adalah salah satu sahabat Berlin yang menemaninya disaat Berlin tinggal bersama kakek dan neneknya, dan Saskia juga termasuk salah satu orang yang sangat Berlin percaya, jadi hal apa yang tidak diketahui oleh Saskia? Jawabannya adalah TIDAK ADA.

Mengerti akan keadaan Berlin, Saskia akhirnya memilih diam, Ia segera membawa Berlin ketempat biasa mereka bertemu.

Butuh waktu satu jam untuk sampai pada tempat tujuan mereka, dan tak terasa satu jam itu berjalan dengan cepat.

Saskia memarkirkan mobil di tempat parkiran, dan tanpa menunggu lama Berlin langsung bergegas menuruni mobil itu.

Hal pertama yang dilihat oleh Berlin adalah, parkiran yang dipenuhi oleh coretan-coretan berwarna-warni yang menghiasi dinding-dinding parkiran itu, jika kalian berfikir coretan itu adalah coretan sembarangan maka kalian salah, coretan yang terpampang ada dinding-dinding tembok itu adalah coretan yang indah dan memiliki makna yang sangat berarti.

Berlin menarik nafas sangat dalam, Ia sangat merindukan bau khusus yang berada pada tempat ini.
Berlin melangkahkan kakinya mendekati pintu masuk dengan pelan dan satu hal yang membuat Berlin tersenyum dan sangat Ia rindukan adalah tulisan yang terpampang lebih jelas dan lebih besar yang terdapat di sebelah kiri pintu masuk.

"AODRA"

Seketika senyuman pada bibir Berlin semakin merekah, Ia sangat merindukan tempat ini.

BERSAMBUNG
Maafin aku yah baru up, soalnya lagi banyak tugas, jadi plis maafin aku🙏🙏

Jangan lupa tinggalkan jejaknya 🤗😇❤️❤️

Mengagumi Gangster SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang