Dua Puluh Tiga

213 9 3
                                    

Zyan yang melihat reaksi pekerja supermarket itu merasa bingung.
"Apa gua salah ngomong, ya?" tanya Zyan dalam hati, Ia merasa bingung dengan kakak pekerja supermarket tersebut yang seolah-olah menahan tawa. Apakah ada yang salah dengan ucapannya?

Dengan perasaan bingung, Zyan akhirnya mengikuti langkah kaki pekerja supermarket itu, dan langsung mengambil barang yang ia cari.

"Ini kak." ucap Zyan sembari memberikan beberapa bungkus coklat serta pembalut yang Ia beli.

Tanpa menunggu lama, Zyan segera keluar dari supermarket tersebut setelah membayar barang beliannya, Ia bergegas memasuki mobil miliknya.

"Ini pesanan lu." ucap Zyan setelah duduk pada kursi kemudi mobil miliknya.

"Makasih Zyan." ungkap Berlin dengan ekspresi wajah yang bahagia, Ia mengambil coklat yang dibeli oleh Zyan dan segera memakannya tanpa memperdulikan Zyan yang menatapnya lucu.

***
"Zyan? Kok ke sini? Kenapa gak di rumah Berlin aja?" tanya Berlin setelah merasakan mobil yang dikendarai oleh Zyan berhenti, Berlin juga terkejut ketika melihat sekeliling tempat parkiran dimana mobil Zyan berhenti, Ia terkejut ketika melihat bahwa ternyata Zyan tidak membawanya pulang kerumah melainkan hotel, dimana Zyan menguncinya pada sebuah kamar hotel milik lelaki tersebut.

"Gak usah gitu muka lu. Gua gak mau aja liat lu masuk rumah dengan keadaan rok yang kotor." ungkap Zyan setelah melihat Berlin yang menatapnya curiga.

"Ayok! Lu ganti dulu tuh baju lu, abis itu gua antar pulang." jelas Zyan lagi setelah melihat Berlin yang tidak juga berdiri dari tempatnya.

Setelah menimang-nimang, akhirnya Berlinpun menyerah dan melangkahkan kakinya keluar dari dalam mobil milik Zyan.

"Zyan?" cicit Berlin setelah berdiri dari tempat duduknya, Ia menatap Zyan yang juga menatapnya bingung.

"Kenapa?" tanya Zyan ketika melihat Berlin yang memperlihatkan gerak gerik yang mencurigakan, Ia mendekati Berlin dan mengikuti pandangan Berlin yang menatap kursi tempat Ia duduk.

"Mobil Zyan, kotor." ungkap Berlin dengan mata yang berkaca-kaca, Ia takut jika Zyan akan marah ketika melihat noda darah pada kursi mobil yang cukup banyak.

Zyan melihat kursi tersebut dan mengalihkan pandangannya menatap Berlin yang memasang wajah takut serta mata yang berkaca-kaca.

"Gak usah nangis. Tinggal dibersihin nanti." ucap Zyan dengan lembut, Ia tahu jika sudah seperti ini, Berlin akan menangis karena ketakutan.

Dengan sangat pekanya, Zyan segera mengambil sebuah tisu pada kursi penumpang dan langsung mengelap noda darah yang menempel pada kursi tersebut.

"Zyan, gak usah! Biar Berlin aja." Berlin mencoba mengambil alih tisu yang dipegang oleh Zyan, tetapi dengan sigapnya, Zyan segera menjauhkan tisu tersebut dan langsung mengelap kursi itu tanpa memperdulikan Berlin yang menatapnya.

"Udah bersih. Sekarang kita masuk!" ucap Zyan setelah selesai membersihkan kursi mobil miliknya, Ia beralih mentap wanita disampingnya dan langsung meminta Berlin untuk mengikuti langkah kakinya.

Melihat Berlin yang berjalan sangat jauh darinya, Zyan segera memutar balik tubuhnya dan meraih tangan Berlin agar bisa Ia genggam.

Seperti biasa, hal yang selalu Berlin rasakan ketika memasuki hotel ini adalah perasaan yang tidak enak, bagaimana tidak, semua orang yang berada didalam hotel ini sekarang malah asik menatap mereka dengan ekspresi yang selalu tidak bisa Berlin artikan.

"Jangan peduliin tatapan mereka." ucap Zyan tiba-tiba, Ia merasakan rasa gugup yang sedang dialami oleh Berlin, maka dari itu, Ia mencoba memberikan perasaan aman agar wanita dissampingnya ini tidak merasa terganggu.

Tidak butuh waktu yang lama, Berlin dan Zyan telah tiba dimana kamar milik Zyan.

"Lu ganti baju aja dulu. Pakai ini untuk sementara." ucap Zyan pada Berlin, Ia menyodorkan sebuah sweater berwarna hitam dengan dalaman celana pendek miliknya.

"Makasih, Zyan." balas Berlin setelah menerima pakaian dari tangan Zyan.
Tampa membuang waktu Berlin segera memasuki kamar mandi dan bergegas berganti pakaian dengan pakaian milik Zyan.

"Astaga! Zyan. Lama-lama lu buat gua gila!" teriak Berlin dengan suara yang dikecilkan, Ia takut jika Zyan mendengar suaranya, Berlin benar-benar dibuat baper dengan tingkah lembut seorang Zyan yang tak pernah Ia lihat sebelumnya.

"Gimana gua gak makin mengagumi lu Zyan! Kalau gini terus, gua yakin perasaan kagum gua akan berubah menjadi perasaan sayang." monolog Berlin sembari menatap pantulan dirinya pada kaca besar didepannya, Ia yakin jika terus menerus mendapatkan perlakuan lembut seperti yang Zyan lakukan hari ini, sudah dipastikan bahwa Berlin akan benar-benar mencintainya.

Lama menatap dirinya didepan cermin, akhirnya dengan perasaan yang sudah lebih tenang, Berlin  akhirnya keluar dari kamar mandi, Ia melihat seorang laki-laki yang sudah rebahan diatas ranjang dengan memainkan handphone yang ada di tangannya.

"Lu udah siap?" tanya Zyan setelah mendengar pintu kamar mandi yang dibuka, Ia melihat Berlin yang berdiri kaku sembari menatapnya dengan tatapan yang sama sekali tidak bisa diartikan oleh Zyan.

"Udah." balas Berlin singkat, Ia tidak mau banyak bicara, karena jika terus berbicara pada Zyan maka Berlin akan merasakan jantungnya yang berdebar tak beraturan.

"Yaudah, ayok gua antar pulang." ucap Zyan singkat.

Berlin dan Zyan segera meninggalkan hotel dan bergegas menuju tempat tinggal Berlin.

**
Setibanya di rumah, Berlin segera membaringkan tubuhnya pada kasur miliknya.

"Ternyata berpura-pura menjadi orang lain itu gak enak, ya." monolog Berlin sembari menatap langit-langit kamar miliknya.

"Gua capek! Tapi, apa harus gua berakhir ditengah jalan seperti ini?" monolog Berlin lagi.

BERSAMBUNG

Holla! Siapa yang kangen sama Berlin dan Zyan? Ayok" di komen yuk!
Biar aku makin semangat nulisnya.

Jangan lupa tinggalkan jejaknya 🤗😘😘

Mengagumi Gangster SekolahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang