• 1

651 80 0
                                    

Langkah kaki terasa berat di bawah terik matahari. Ditambah angin sepoi-sepoi dan suasana sekitar yang sunyi membuat laki laki berambut blonde itu menguap lebar. Inginnya dia berbaring di atas kasur dan pergi ke alam mimpi.

Namun dia masih memiliki latihan yang harus dia jalani. Kedua mata hazelnya dengan malas mencari sosok pria tua berjas hitam di area pemakaman sunyi.

Dia menggerutu kesal, seharusnya dia datang kemari dengan teman iblisnya. Tapi sayang temannya memiliki urusan dengan atasan mereka.

Entah memang panggilan dari atasan atau hanya alasannya saja, yang penting dia datang dan lehernya aman dari kedua tangan keras pelatihnya.

Langkahnya terhenti saat dia menatap seorang wanita berambut [h/c] yang tengah berdiri di hadapan buket bunga putih. Seragam yang ia kenakan mirip dengan seragam para anggota Devil Hunter.

Masalahnya dia tak pernah melihat perempuan itu sebelumnya.

"Hei, kau melihat pria tua di sekitar sini?" Tanyanya saat berhenti di belakang wanita itu. Tak ada respon sama sekali, mungkin perempuan itu tak tahu siapa yang dia maksud.

"Dia tinggi dan selalu membawa minumannya. Jika kau menemukannya, tolong beritahu aku-"

"Aku bukan papan orang hilang, kau tahu?" Akhirnya, sebuah balasan dingin yang dia nantikan. Perempuan itu berbalik dan menampakkan kedua netra [e/c] yang menatapnya dingin.

Begitukah caranya bertemu dengan orang asing?

"Denji, bukan?" Laki laki itu terkejut saat mendengar namanya terucap dari kedua bibir wanita asing itu.

"Jangan pasang ekspresi itu, orang orang di biro sudah mengenal anak baru di divisi 4. Kishibe-san memintaku untuk menggantikannya hari ini. Kau tahu maksudku, bukan?"

Dari lengan bajunya, perempuan itu mengeluarkan sebuah belati dan mengayunkannya tepat di depan wajah Denji. Hampir saja dia kehilangan salah satu matanya jika tak segera menghindar.

"Setidaknya perkenalkan namamu terlebih dahulu!" Tak ada waktu untuk saling adu mulut, perempuan itu sama mengerikannya seperti si Pak Tua Pemabuk.

Kapak di tangannya ia ayunkan ke arah leher si [h/c] namun sepertinya perempuan itu sudah memprediksinya. Dari arah bawah satu sepatu berhasil mencium dagu manisnya yang membuatnya tak sengaja menggigit ujung lidahnya.

Denji menarik nafas panjang untuk menenangkan dirinya dari serangan tiba tiba tadi. Darah segar menetes dari sudut bibirnya.

"Aku tak ingin mengeluarkan banyak energi hari ini. Kita akhiri saja latihan ini." Kali ini bukan hanya 1 belati yang ada di tangannya, melainkan 4 belati yang segera melesat dan menghunus tubuh Denji sebelum sempat dia mengelak.

Kedua mata [e/c] itu menatap bagaimana tubuh lawannya perlahan tumbang tanpa ekspresi sama sekali. Ia melangkah mendekat, hendak mengambil kembali belatinya.

Mendengar suara langkah kaki yang mendekat, dengan tenaga yang tersisa Denji melempar kapaknya ke arah wajah pelatih barunya namun sekali lagi dapat dihindari. Hal itu hanya berhasil membuat luka sayat tipis di pipinya.

Tangan dingin itu mencabut kembali belati miliknya lalu membersihkannya dengan sapu tangannya.

"Seperti yang Kishibe-san katakan, kau mudah untuk dibunuh tapi tak dapat terbunuh." Denji menatap tajam perempuan itu, masih tak terima dengan sambutan yang ramah tadi.

Perempuan itu merogoh saku di dalam jasnya, hidung tajam milik Denji segera menangkap bau yang sangat familiar di hidungnya.

"Akan bahaya jika kau tak dapat berlatih dengan Si Pak Tua besok. Latihan hari ini sudah selesai." Tangannya melempar sebotol darah segar ke arah Denji kemudian berbalik.

Dengan cepat Denji meminum isi botol itu dan mengambil kapaknya kembali. Dia berlari secepat mungkin, berusaha menyerang perempuan itu dari arah belakang.

Belum sempat ia mengayunkan kapaknya, satu belati berhasil tertancap di kepalanya.

"Sudah kubilang latihan hari ini sudah selesai." Denji menarik belati tersebut dan menyimpannya ke dalam sakunya. Seolah olah tak peduli pisau belatinya berkurang, perempuan itu hanya berbalik dan berjalan pergi.

"Iblis di dalam video game lebih memiliki tata krama dibanding dirimu. Setidaknya perkenalkan dirimu terlebih dahulu."

Langkah kaki perempuan itu terhenti, ia melirik Denji yang tengah memainkan belati miliknya yang berlumuran darah.

"Aku tak akan melatihmu lagi jadi kau tak perlu namaku. Panggil aku pelatih saja."

Denji mengangguk pelan dengan mata yang masih tertuju pada pisau gagang pisau di tangannya. Terdapat ukiran tulisan disana namun ia tak dapat membacanya.

"Baik, pelatih. Temui aku jika kau ingin belatimu kembali." Perempuan itu sama sekali tak peduli dan kembali berjalan meninggalkan Denji.

"Anak aneh, padahal namaku jelas tertera di sana..."

**********

"Aku tak ingin kembali lagi kesana..." Satu gelas kecil perempuan itu letakkan dengan keras. Kepalanya ia letakkan di atas lipatan tangannya, efek kantuk karena minuman itu mulai bereaksi.

"Sudah kubilang untuk memesan jus saja." Kishibe menarik gelas milik lawan bicaranya.

"Aku bukan anak kecil lagi, Pak Tua..."

"Sudah kuduga, efeknya sudah mulai bereaksi. Aku tak akan mengantarmu pulang hari ini, ingat itu."

"Ya, ya, Makima-san memanggilmu lagi, aku tahu itu." Perempuan itu menggerutu kesal, dia seharusnya menikmati liburannya dengan bersantai di rumah seharian sekarang ini.

"Ngomong ngomong, aku tak tahu jika aku bisa melatih anak itu besok."

"Aku tak ingin kembali kesana. Tempat itu membuatku muak."

"Kukira kau sudah berubah, terima saja resiko bekerja di neraka ini."

Kishibe meletakkan sejumlah uang di atas meja, dia tak bisa membuat Makima menunggu lebih lama lagi.

"Kuserahkan dia padamu untuk beberapa hari ke depan, [name]." Itulah kata kata terakhir dari Kishibe sebelum akhirnya pergi.

"Kenapa aku harus selalu terjebak dengan pekerjaan yang menyebalkan?" [name] berusaha menyeimbangkan dirinya saat berdiri.

"Hahh... Mungkin seharusnya aku memesan jus saja..." Dengan langkah sempoyongan, ia berjalan keluar dari tempat minum langganannya bersama pelatihnya.

Dia hanya berharap masih ada taxi yang berkeliaran di tengah malam seperti sekarang.

**************

"Kau sama sekali tak bisa membaca? Otakmu sesempit apa sebenarnya?" Denji menatap Power dengan wajah kesal. Dia menyesal menunjukkan belati ini pada teman iblisnya.

"Seperti kau bisa membacanya saja."

"Tentu saja aku bisa! Berikan padaku!"

"Tidak akan! Kau akan menjadikannya sebagai koleksi anehmu."

"Berikan saja padaku!" Power mendapat apa yang ia inginkan, dia menatap ukiran tersebut dan memasang pose berpikir seriusnya. Denji yang mengerti arti dari ekspresi tersebut semakin tak yakin jika Power dapat membacanya.

Pintu di samping mereka terbuka dan menampakkan laki laki berambut hitam dengan kantong plastik di tangannya.

"Oh, hei Kuncir! Kau bisa membaca ini, bukan?" Power menunjukkan belati tersebut pada Aki. Perkiraan Denji benar, perempuan ini sama sekali tak bisa membacanya.

"[Full...name]?"

"Aha! [Fullname]! Lihat, aku bisa membacanya."

"Kau sama sekali tak bisa membacanya!"

"Aku bisa membacanya! Lihat, [Fullname]!"

"Pisaunya terbalik, bodoh!"

"Siapa yang kau bilang bodoh?!"

******

Secret [Denji x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang