Perut Denji tak bisa berhenti memberontak sedari tadi. Sudah 1 jam dia berjalan mengelilingi jalanan kota bersama [name] dan masih belum menemukan iblis apa pun. Dia sudah meminta [name] agar mereka beristirahat sebentar namun perempuan itu tak pernah mengindahkan kata katanya.
"Senior [name], apa boleh kita beristirahat dulu? Perutku sudah mengaum sedari tadi." [name] melirik Denji sekilas lalu menatap jam tangannya. Sepertinya jam makan siang akan segera tiba, dia juga tak bisa mendengar auman perut Denji di sepanjang perjalanan.
"Pastikan kau menghabiskan makananmu dengan cepat. Aku tak ingin melewatkan bonusku." Akhirnya perempuan itu peka dan Denji tersenyum lebar. Masalahnya adalah, dimana mereka akan makan? Dia juga tak membawa banyak uang untuk makan di tempat makan yang-
"Oi! Kemana kau akan pergi? Tempat makan ada di sebelah sini!" Seru [name] menunjuk salah satu kedai makanan di sisi jalan. Namun kaki Denji entah kenapa bergerak sendiri.
"Bagaimana dengan... Kita pergi ke kafe?" Tanya Denji dengan menggaruk tengkuknya.
"Kafe? Kau yakin makanan disana tak akan mahal?"
"Aku tahu kafe yang cukup murah disini. Uhhh... Ikuti aku." Wajahnya sedikit merona, sebenarnya ada alasan lain kenapa dia memilih tempat itu. [name] hanya mengiyakan kata kata Denji dan mengikuti kemana laki laki itu menuntunnya.
Jantung Denji sedang berdisko ria sekarang. Tumben sekali [name] akan setuju dengannya secepat ini. Juga bukankah jika ada sepasang laki laki dan perempuan pergi ke kafe, mereka biasa dicap sebagai... Kekasih?
'Bodoh, apa aku baru saja mengajak seniorku sendiri berkencan?!...'
Oke, tenangkan dirimu Denji. Kelihatannya [name] sama sekali tak keberatan saat dia mengajaknya ke kafe jadi kenapa dia harus panik? Apa karena ada Reze disana? Dia membawa perempuan lain ke kafe sekarang.
Hatinya terus meminta kakinya untuk berhenti dan membatalkan perjalanan mereka menuju kafe tapi tak pernah berhasil.
'Makima-san, tolong aku...'
*********
Kling!...
"Ah, pelanggan!" Mata perempuan berambut hitam itu teralihkan dari bukunya. Untuk sesaat dia senang karena Denji datang namun kemudian dia wajahnya berubah saat melihat perempuan yang datang bersama Denji.
"Kami datang kemari untuk makan siang." Ucap Denji menarik salah satu kursi dengan [name] duduk berhadapan dengannya.
"Makanan disini sama sekali tak seenak itu hingga kau harus datang kemari seminggu penuh." Denji membuka buku menu di depannya dengan [name], memberikan beberapa opsi makanan pada seniornya.
"Kau datang kemari selama seminggu penuh?" Tanya [name], teringat kata kata Aki yang mengatakan dia sering mendengar Power mengeluh karena bosan berada di apartemen sendiri saat dia pulang.
"Hmm... Kare dan es krim, oh! Nasi goreng juga! Bagaimana denganmu, senior [name]?"
"Mungkin kare dan teh saja."
Mata [name] kini menatap Reze datar, perasaannya saja atau Denji terlihat mengenal perempuan itu? Sedangkan Reze di meja lain berusaha untuk tak mengindahkan tatapan dingin itu.
"Hey, Denji. Kenapa kau tak makan di meja ini?" Tawar Reze pada Denji.
"Hm? Bukankah kau sedang belajar?"
"Tak apa, kemari saja." Reze menepuk tempat di sampingnya. Denji hendak berjalan kesana namun [name] segera membuka suara.
"Jadi, bagaimana pekerjaanmu selama bersama Beam?" Lagi lagi perhatian Denji teralihkan.
"Cukup baik, meski kadang dia sering menarik perhatian publik." Reze memasang wajah sebal karena laki laki itu tak jadi duduk di sampingnya.
"Kau ingin belajar bersama, Denji?" Ucap Reze cemberut.
"Sebaiknya kau fokus saja pada pelajaranmu, nona." Uh oh, Denji mulai merasakan hawa hawa tak mengenakkan dari situasi di depannya.
"Hee... Memang kau siapa? Lagipula bersekolah lebih baik daripada bekerja sebagai seorang pemburu iblis." [name] mengangkat sebelah alisnya, terlihat kesal dengan jawaban perempuan itu.
"Tanpa para pemburu iblis kau akan menjadi menu makan malam para iblis."
"Aku sama sekali tak peduli. Lagipula aku bisa mengajari Denji banyak hal daripadamu."
"Kalian berdua, berhenti bertengkar di kafeku." Suara itu berasal dari pria tua yang membawakan pesanan mereka. Keduanya seketika bungkam dan melirik satu sama lain.
'perempuan aneh...' batin keduanya.
Reze pada akhirnya memutuskan untuk duduk di samping Denji dan itu membuat [name] tak nyaman saat dia hanya menjadi nyamuk disini.
"Biar kuajari sesuatu. Kau bisa membaca kanji, kan?" Ucap Reze. [name] di depan mereka hanya meminum tehnya dengan tatapan sinis saat Reze menulis sesuatu di bukunya.
"Tada! Pop quiz! Baca ini."
"Kau baru saja menulis zakar! Dasar mesum!" [name] hampir tersedak oleh minumannya sendiri sementara Reze hanya tertawa melihat reaksi keduanya.
"Lihat? Kau bisa membacanya."
"Itu karena hanya kata itu saja yang kutahu."
"Ahaha, kau bisa ikut bersekolah denganku jika kau ingin menemukan kata itu lebih sering." Oke, sepertinya [name] mulai menjadi nyamuk disini.
"Yhaa... Sepertinya jika kau ada disana, aku ingin bersekolah bersamamu."
. . .
Hening sejenak.
Denji segera menyadari apa yang baru saja ia katakan dan kedua pipinya memerah seketika. Reze di sampingnya memberikan seringai pada Denji lalu menatap [name] yang sudah siap menghancurkan gelas di tangannya karena lelah menjadi orang ketiga disini.
[name] mengeluarkan uang dari dompetnya dan beranjak dari kursi sembari mengatakan, "Terima kasih untuk makanannya..." sebelum berjalan pergi dari hadapan mereka.
"Senior [name]!-..." Denji hendak menyusul [name] namun Reze sudah merangkulnya terlebih dahulu, wajah mereka sangat dekat sekarang.
"Kalau begitu bagaimana jika kita pergi ke sekolah malam ini?..."
*******
"Tak ada iblis yang ditemukan di sekitar kota selama patroli." Makima mengangguk mengerti, mata emasnya bisa menangkap perasaan gelisah di dalam ekspresi datar [name].
"Kau baik baik saja? Ngomong ngomong, aku tak melihat Denji denganmu saat kau kembali." [name] terdiam, laki laki itu masih belum kembali dari kafe? Sepertinya dia senang berduaan dengan perempuan itu.
"Kau terlihat gelisah, apa kau khawatir sesuatu terjadi pada Denji?"
"Dia baik baik saja, untuk apa khawatir dengannya?"
"Karena Denji adalah partnermu."
Kata itu seperti menohok dalam ke hati [name]. Dia sama sekali tak mengharapkan kata itu terlempar padanya. Sejujurnya, dia benci kata itu untuk beberapa alasan.
"Aku tak pernah setuju untuk menjadi partner resminya."
"Benarkah? Tapi kalian berdua menjadi semakin dekat belakangan ini. Kau sering memberinya permen favoritmu juga."
"Itu karena-..." [name] mendecak kesal sementara Makima hanya tersenyum saat melihat sedikit rona merah di pipi [name]. Sangat tipis hingga nyaris tak terlihat.
"Laporanku selesai, aku pergi." [name] berbalik dan berjalan pergi. Andai saja dia tak pernah ikut dengan laki laki itu ke kafe, dia tak akan menjadi seperti ini. Berjalan dengan rasa malu karena tertangkap basah dekat dengan seorang iblis hybrid.
"Aku bersumpah akan memenggal kepalanya jika aku melihat rambut blonde itu lagi..."
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Secret [Denji x Reader]
Fiksi Penggemar"Maksudku, kita sudah resmi menjadi partner sekarang. Rahasiamu aman di tanganku" "Sejak kapan aku setuju menjadi partnermu?" "umm... Tahun lalu?" "Aku baru melihat wajahmu bulan lalu" Chainsaw Man © Tatsuki Fujimoto Story by Me!