• 3

338 68 0
                                    

Denji memainkan belati [name] di tangannya. Tidak seperti biasanya perempuan itu akan datang terlambat seperti sekarang. Power di sampingnya hanya menguap mengingat mereka sudah menunggu selama 1 jam lamanya.

"Apa si manusia iblis itu akan kembali? Dia bilang dia akan menghajar kita hari ini." Keluh Denji yang sudah tak sabar untuk membalas dendam atas poinnya yang tertinggal kemarin.

Hidung tajam Power menangkap bau lezat dari kejauhan, dia tahu bau ini. Dengan cepat dia menepuk bahu Denji untuk bersiap. Keduanya berdiri dan memasang kuda kuda setelah mendengar langkah kaki seseorang yang terdengar mendekat.

Denji memfokuskan pandangannya pada sosok yang semakin mendekat namun sayangnya yang ia lihat bukanlah wajah malas perempuan berambut [h/c] itu, melainkan pria tinggi dengan rambut blonde lengkap dengan botol minuman di tangannya.

"Kita kembali ke latihan kita seperti biasa, jangan membuatku kecewa."

"Tunggu, bukannya si rambut [h/c] yang akan melatih kita hari ini?"

"Oh, [name]? Dia absen hari ini. Minumanku membuat kepalanya berhenti bekerja."

Ya, dia tak menyangka perempuan kuat seperti [name] yang berhasil mengalahkannya dua kali akan kalah dari minuman pria tua ini.

"Kita mulai saja, aku masih memiliki urusan lain yang harus kuselesaikan."

Oh, hari ini akan terasa lebih lama untuk berakhir bagi mereka. Denji merutuk [name] di dalam hatinya, semua strategi baru yang mereka rencanakan dengan matang sebagai kejutan bagi [name] harus dibatalkan setelah mendapat serangan dari Kishibe.

Lagi lagi semua harus berakhir denga keduanya terkapar di atas tanah, berusaha untuk menarik nafas panjang di tengah ambang maut. Kishibe hanya menatap mereka datar dan meminum minumannya.

"Setidaknya kalian hanya mati 18 kali hari ini. Jika angkanya bertambah besok aku akan mengeluarkan kalian dari biro." Kishibe berbalik dan hendak pergi sebelum satu tangan Denji menggenggam erat kakinya.

"Beri kami kepastian, kau atau dia yang akan melatih kami besok?" Dia hampir lupa mengenai anak itu sekarang.

"Jika kepalanya sudah kembali ke posisi yang benar, dia akan kembali." Tangannya mengeluarkan sebuah note kecil dan menuliskan sesuatu di dalamnya. Ia melempar kertas tersebut ke arah Denji yang segera melepas kakinya.

"Kenapa kau tak tanyakan langsung padanya?"

Di dalam kertas tersebut terdapat nomor acak yang dia yakini adalah nomor telepon [name]. Dia akan mencoba menghubungi perempuan itu saat mereka sampai di rumah.

Di tengah perjalanannya menuju biro, Kishibe berhenti sejenak setelah melihat telepon umum di pinggir jalan. Dia tak akan bisa melihat keadaan [name] sekarang karena lagi lagi Makima ingin berbicara dengannya.

Dia masuk ke dalam kotak telepon dan memasukkan uang koin ke dalam. Jarinya menekan nomor telepon yang sempat ia berikan pada Denji beberapa saat yang lalu.

Dari sebrang, dering telepon berbunyi terdengar memenuhi suasana kamar apartemen yang berantakan seperti telah disapu oleh badai. Satu tangan mengangkat panggilan tersebut dan yang lainnya memegang kepalanya yang terasa berat.

"[name] disini..."

"Kau baik baik saja disana?" Menyadari dengan siapa dia berbicara sekarang, panik segera melanda dirinya.

"Ki-Kishibe-san... Uhh... Soal tadi pagi-..."

"Aku sudah mengurus mereka berdua. Bagaimana keadaanmu sekarang?"

"Aku baik baik saja, baru saja terbangun dari tidurku." Kishibe mengangguk mengerti, sepertinya minumannya bisa saja membuat seseorang koma.

"Kuserahkan mereka kembali padamu besok." [name] menghela nafas panjang, sepertinya memang tak ada hari libur di kalendernya.

"Baik..." Kishibe terdiam sejenak, ia terpikirkan satu ide yang bisa dibilang cocok untuk [name] sekarang ini. Dia juga ingin membantu muridnya tentunya.

"Kishibe-san?"

"Temui aku besok seperti biasa, ada hal yang ingin kubicarakan denganmu."

Panggilan ditutup oleh Kishibe, meninggalkan [name] yang kebingungan di tempat. Apa hal yang akan Kishibe bicarakan dengannya nanti? Dia hanya berharap bukan hal yang mengait partner lamanya.

Telepon kembali berdering, Kishibe? Kelihatannya dia bukan tipe yang akan menutup panggilan dan menghubunginya kembali.

"Kishibe-san? Kau-..."

"Ini benar benar nomornya! Si Pak Tua itu tak berbohong ternyata." Dia bisa mendengar bisikan dua orang di dalamnya. Siapa mereka? Tapi dari suaranya, rasanya dia mengenalnya.

"Kalian berdua... Darimana kalian mendapat nomorku?" Tanya [name] dengan sedikit penekanan. Dia tak pernah memberi nomor teleponnya kecuali pada orang orang yang ia anggap 'penting'.

"Itu tak penting, datang ke apartemen kami besok jika kau masih sayang dengan belatimu-ouch! Jangan menjewer telingaku!"

"Hei, kau manusia! Jika kau terlambat datang maka kami akan membakar barang kesayanganmu ini! HAHAHAHA!"

"Seharusnya aku yang mengatakan itu!"

"Kau terlalu lama, aku tak memiliki uang koin lagi."

Kali ini [name] segera menutup panggilan di antara ketiganya. Bisa bisa telinganya hancur karena teriakan dua murid barunya.

Dia merebahkan tubuhnya kembali ke atas ranjang empuknya. Kata kata Kishibe masih terngiang di kepalanya. Kejutan apa lagi yang akan mentornya berikan padanya sekarang?

"Setidaknya mereka menawarkan tempat yang lebih layak untuk berlatih."

***********

"Kau masih memiliki uang koin?" Tanya Denji pada Power yang merogoh sakunya, berusaha mencari sekeping uang receh di sana. Namun respon yang ia dapat hanya saku kosong Power.

"Dia menutupnya duluan."

"Itu berarti dia pengecut! Kepalanya pasti masih error seperti yang Pak Tua itu katakan."

"Atau bisa saja dia menyiapkan lebih banyak belati untuk kita."

"Tenang saja, aku juga bisa membuat belatiku sendiri. Bahkan dengan darahmu saja aku bisa melakukannya." Power menepuk tangan Denji yang segera ditepis oleh pemiliknya.

"Pakai darahmu sendiri!"

"AHEM!" keduanya menatap kearah seorang pegawai kantoran yang berdiri di depan kotak telepon umum. Jari telunjuknya menunjuk ke arah jam tangan yang ia kenakan.

Denji segera melangkah keluar disusul dengan Power yang segera menyambar koin dari tangan laki laki itu.

"Hei, apa yang akan kita lakukan setelah ini?" Tanya Power yang langsung merangkul leher partnernya.

"Tentu saja makan! Kau kira aku tak butuh asupan untuk perutku?!"

"Maksudku rencana untuk menghajar perempuan menyebalkan itu besok."

"Aku akan memikirkannya saat otakku sudah penuh oleh gizi."

************

Pintu ruangan Makima terbuka dan kini Kishibe berdiri dengan wajah datarnya seperti biasa. Mendapat tamu yang tak diundang tentu membuat Makima bertanya tanya, apa yang ada di dalam pikiran Kishibe sekarang ini.

"Tak biasanya kau datang kemari sebelum aku menghubungimu." Makima memberikan senyuman ramahnya.

"Aku tak akan berlama lama disini, jadi kau tak perlu memasang wajah itu. Langsung saja ke intinya, aku ingin memasukkan satu anggota baru ke divisi 4." Sebelum Makima hendak menjawab, Kishibe sudah memotongnya terlebih dahulu.

"Aku hanya menerima jawaban 'ya' atau 'tidak'." Ucap Kishibe. Wajah ramah itu kini sirna, dia sama sekali tak bisa membaca jalan pikiran sosok di hadapannya.

"Aku membutuhkan alasan yang jelas sebelum menyetujuinya."

"Kau membutuhkan seorang devil hunter yang kuat di tanganmu, bukan? Aku memiliki kandidat yang cocok untuk itu."

******

Secret [Denji x Reader]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang