Undangan pernikahan Ratih dan Rizal tinggal menghitung hari. Hari itu, hari terakhir Ratih masuk kantor. Besok dia harus bersiap-siap kembali ke kota kelahirannya.
"Lancar semuanya ya, Mbak Ratih," ujar Anggi meski Ratih belum berpamitan. Hari-hari terakhir, banyak teman-teman kantornya menyemangati dan meyakinkan. Yang sudah pengalaman, berbagi nasehat. Yang belum berpengalaman pun ikut nimbrung.
"Tunggu kami. Kami pasti datang." Cyntia turut menyahut.
Ratih tak perlu mencemaskan banyak hal. Dini, adik perempuannya, sudah menyiapkan semuanya.
Meskipun mereka berbeda karakter, Dini sangat mengenal selera kakaknya. Apalagi, Dini sangat ringan tangan dan menyukai mengurus hal-hal semacam pesta pernikahan.
Tak hanya kegiatan saat hari H, bahkan sebelum hari H dari menyiapkan seserahan pun adik bungsu Ratih itu yang handel. Keluarga Rizal hanya tinggal menerima jadi, meski beberapa kali Rizal memnghubungi adik Ratih ini, memastikan semuanya berjalan lancar. Dini memang sosok yang dapat diandalkan.
[Tih, Sasti mau ketemu. Nanti pulang kerja, aku jemput.] Pesan singkat dari Rizal tak urung membuat hati Ratih berbunga-bunga. Kini Ratih sudah menyimpan nomor Rizal.
[Share loc saja, nanti aku nyusul. Masih banyak yang perlu diselesaikan.] balas Ratih. Selain dia benar-benar memastikan semua pekerjaan beres sebelum cuti, Ratih juga masih grogi kalau-kalau Rizal benar akan menjemputnya.
Ratih memilih mencari cara aman dengan menghindari terlalu lama berinteraksi dengan Rizal. Meskipun ada Sasti, rasanya perlu juga menata hatinya sebelum hari besar itu datang.
[OK. Jangan telat ya. Jam 5. Biar Sasti tidak sedih.] balas Rizal.
[Jam 5 baru dari kantor. Bilang Sasti, jam 5 lewat dikit.]
Ratih tersenyum bahagia. Hari ini, dia akan kembali menjalankan misinya. Kesempatan menjalin kedekatan dengan calon anak sambungnya. Ratih berjanji dalam hati, bahwa dia akan menyayangi Sasti sebagaimana anaknya sendiri. Dia sudah membayangkan akan menjadi ibu peri, sebagaimana yang pernah dia baca di buku-buku saat masih kecil.
Memang tidak mudah bagi Ratih yang sejak dulu tidak terlalu dekat dengan anak-anak. Meski dulu dia yang mengasuh adik-adik dan keponakannya saat masih menginjak bangku sekolah. Tapi, entah mengapa dia hanya bisa dekat dengan anak kecil jika punya hubungan keluarga dengannya.
Ratih tidak seperti Dini yang menyukai anak-anak. Siapapun anaknya, Dini selalu gemas dan mudah dekat. Sebaliknya dengan Ratih, dia sering kehilangan ide untuk mendekati anak-anak.
Beruntung Sasti sangat mudah didekati. Tidak memerlukan cara khusus, justru Sasti lah yang mendekat.
"Dia kangen sama mamanya. Makanya mudah dekat dengan figur wanita dewasa." Kurang lebih begitu ucapan calon mertuanya saat berkenalan dulu.
Ratih mulai memutar memorinya. Apa saja yang dilakukan Dini saat mendekati anak-anak. Hmm, sepertinya hadiah.
Ya, Dini selalu membawa hadiah kecil di tasnya jika akan bertemu dengan anak-anak. Ratih sering kagum dengan sikap Dini. Entah itu makanan anak-anak ataupun mainan anak.
"Jangan dilihat dari harganya, Mbak. Anak-anak senang kalau kita memberinya perhatian. Samalah kayak kita, ya, 'kan?" Ratih teringat kata-kata Dini suatu hari.
Usai jam kantor, setelah berbasa-basi dengan rekan-rekannya karena akan segera cuti, Ratih segera bergegas. Dia menuju mall yang berada di dekat kantornya untuk mencari kado yang cocok untuk Sasti.
Saat sudah memasuki pusat mainan anak-anak, Ratih mulai mengitari rak demi rak. Tapi, Ratih tak juga menemukan kado yang pas.
Dihelanya nafas berat. Beginikah nasib seorang calon ibu sambung? Bahkan mencari kado saja kebingungan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIA YANG PERNAH MENOLAKKU
RomanceBagaimana jika kamu dilamar oleh pria yang pernah menolakmu? Yang dulu pernah menyakiti hatimu dengan kata-katanya yang pedas? Akankah Ratih akan menerima pinangan Rizal? Ikuti kisahnya. Sudah update di KaryaKarsa.