Bab 13a

7.7K 186 20
                                    


"Ayo, naik," titah Rizal saat Ratih mengantar Sasti hingga parkiran.

"Nggak usah. Aku naik taksi aja."

"Ck, kan sama aja. Nanti aku antar."

"Beda arah, Rizal. Kasihan Sasti, sampai rumah kemalaman nanti," tolak Ratih. Padahal, Ratih sungguh hanya ingin menjaga agar detak jantungnya bisa kembali normal. Lama-lama dia bisa jantungan kalau dekat dengan Rizal yang belum halal menjadi pasangannya ini.

Apalagi, akhir-akhir ini, Rizal mulai berani meledeknya.

"Yaudah. Kalau udah sampai kos, kabari. Sasti, pamit sama Tante," titah Rizal pada putrinya.

Ratih masih melambaikan tangannya, dan menunggu sampai mobil Rizal menghilang di area parkir. Dia akan kembali masuk mall dan memesan taksi setelah dia berada lobi gedung nanti.

"Ratih!" panggilan namanya, membuat Ratih menghentikan langkah. Ia menoleh ke sumber suara.

Matanya memicing menatap wanita muda seusianya yang berdiri tepat di hadapannya.

"Ratih, kan? SMA satu, kan?" tanya wanita itu beruntun. Wajahnya sangat ceria. Sementara kedua tangannya merentang bersiap akan memeluk Ratih.

"Iya bener!" Ratih masih berfikir keras mengingat siapa perempuan di depannya. Mungkin sesama alumni SMA satu. Tapi, Ratih tak dapat mengingatnya. Itu lebih dari sepuluh tahun lalu. Penampilannya tentu juga sudah jauh berubah. Jaman SMA semua gadis wajahnya polos. Sedang wanita di hadapannya ini wajahnya sudah tersapu dengan make up.

"Nggak ingat, ya? Aku Danisa? Sekelas saat kelas dua," ujar wanita muda yang memakai celana panjang dan blazer, lengkap dengan pasmina yang dililit dileher. Terlihat trendy khas wanita karir.

Danisa mencoba mengingatkan memori Ratih.

Tampilan Danisa sungguh berbeda dengan Ratih yang lebih suka dengan paduan celana bahan dan tunik, sementara pasmina yang dikenakannya menjuntai menutup bagian dadanya.

"Oh, iya!" samar Ratih mengingat. Meskipun dia tak mampu memanggil memorinya dengan sempurna mengenai Danisa.

Demi menjaga perasaan Danisa, Ratih buru-buru menyunggingkan senyum.

"Aku lihat tadi kamu sama Rizal. Di grup SMA lagi rame dibahas juga. Kamu nggak pernah nongol, sih," ungkap Danisa panjang lebar dengan antusias.

"Grup SMA?" Dahi Ratih berkerut.

Memang Ratih sudah lama malas membuka grup alumni manapun. Baik itu grup SD, SMP, SMA hingga kuliah. Dia pun juga bukan silent reader. Dia hanya menjaga tetap di grup itu, dan menyetel mode diam untuk notifikasi yang masuk. Apalagi Ratih sangat malas menyimpan nomor kontak. Dengan berada dalam grup, siapa tahu suatu ketika dia butuh nomor teman-temannya dalam grup itu.

Umumnya, grup itu hanya rame pada saat baru dibuat. Masing-masing saling temu kangen bertanya kabar. Lama-lama, diskusinya membosankan dan kering. Kadang hanya memenuhi memori ponsel karena partisipan mengirimkan gambar lucu-lucuan yang tak penting. Meski diakui juga bahwa terkadang ada informasi penting. Tapi, seringnya tenggelam.

Hanya beberapa grup di ponsel Ratih yang masih sering dibuka, terutama grup kantor dan grup keluarga. Selain itu, Ratih tak tertarik. Biasanya kalau memang ada informasi sangat penting, anggota grup akan japri.

"Yuk temeni aku minum. Kita ngobrol," ajak Danisa sambil menarik tangan Ratih.

Ratih tak pandai menolak tawaran. Bahkan, sering kali justru kepetingannya dikalahkan demi menerima tawaran orang lain.

Demi menjaga perasaan Danisa, akhirnya Ratih setuju dengan tawaran Danisa. Nggak enak menolaknya. Apalagi sudah lama sekali tak bertemu. Bahkan, memorinya saja sampai sulit diingat.

"Jadi kamu serius akan menikah dengan Rizal?" tanya Danisa membuka pembicaraan kembali setelah berbasa-basi reuni mengingat teman-teman SMAnya, guru-guru dan kejadian konyol saat seragam putih abu-abu itu.

Di hadapan dua wanita itu sudah tersedia jus jeruk di depan Ratih dan jus mangga di depan Danisa.

"Iya. Dia sudah melamarku. Dan undangan sudah disebar. Kenapa emang?" Ratih ingin tahu. Kenapa Danisa mendadak muncul?

"Aku tadi baru ngeh kalau itu tadi kamu, pas aku lihat Rizal. Pantes saja kamu mau menikah dengan dia. Meskipun duda dan punya anak, dia kan ganteng dan tajir sekarang," sahut Danisa.

Perasaan Ratih menjadi tidak enak. Mengapa pikiran Danisa seperti itu? Bahkan, selama ini dia tak terpikirkan tentang fisik dan materi milik Rizal. Bukankah dulu, Rizal sebelum menjadi siapa-siapa, dia sudah naksir?

"Siapa pun juga tidak menolak kalau dudanya kayak Rizal," tukas Danisa lagi. 

Season 2 sudah mulai tayang juga di KARYAKARSA. 

 

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
DIA YANG PERNAH MENOLAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang