BONUS Bab 14 (c)

4.2K 99 9
                                    


Baru Ratih membuka pintu, lelaki dengan tampang angkuh sudah berdiri sambil bersedekap di depan pintu.

"Ratih! Ngapain saja kamu? Di WA nggak dibales. Di telpon nggak diangkat. Malah tiduran. Jangan kayak anak kecil!" Lelaki itu menyemburkan kemarahannya. Suaranya lantang menggelegar, mengingatkan Ratih kembali pada jaman SMA. Saat dia dimaki oleh Rizal karena dianggap dialah yang menyebabkan cinta Rizal ditolak oleh Dewi.

Ratih hanya menunduk. Dia tahu dia salah karena tak memberi kabar. Dia tahu dia salah karena tak membalas pesan. Dia tahu dia salah karena tak menjawab panggilan. Tapi, dia juga merasa jengkel. Jengkel dengan keadaan. Dia butuh waktu untuk berdamai.

"Kamu tahu, tiket kita sudah hangus! Itu mubadzir! Kamu kan bisa ngasih kabar kamu mau membatalkan. Ngga kayak gini! Kayak anak-anak!" Rizal masih belum berhenti bicara.

Ratih hanya bisa menggigit bibirnya. Lidahnya terasa kelu untuk membuat suatu pembelaan. Sama persis dengan kejadian saat dia masih SMA. Trauma itu seperti datang lagi. Luka itu seperti menganga lagi. Luka itu seperti tertabur garam kembali. Pedih dan perih.

Ratih masih terdiam mematung. Pandangannya kosong.

Beruntung, teman-teman Ratih sudah berangkat kerja sebelum Rizal datang. Namun, tetap saja, Ratih nggak enak hati dengan ibu kosnya. Suara Rizal pasti terdengar sampai lantai bawah.

"Ratih, kamu kenapa?" Digoncangnya bahu Ratih yang masih terdiam. Mata Ratih yang berkaca-kaca pelan manatap Rizal. Sorot mata kemarahan ada di sana.

Rizal baru menyadari, ada yang salah dengan Ratih.

"Istighfar Ratih," ujar Rizal sambil menerobos masuk ke kamar Ratih. Bahkan, pintu yang tadi setengah dibuka sudah di dorong oleh Rizal.

Rizal mengambil gelas dan mengisinya dengan air mineral dari dispenser yang ada di kamar Ratih.

"Duduk dulu ... dan minum," titah Rizal sambil membimbing Ratih masuk ke dalam kamar.

Di dudukkannya wanita muda itu di sisi ranjangnya. Lalu diangsurkannya gelas berisi air mineral itu ke Ratih.

Rizal melirik kembali ke wajah sembab Ratih dan mata cekungnya. Pandangannya lalu mengedar ke kamar Ratih secara keseluruhan. Kasur yang berantakan, bercak-bercak tangisan. Bekas air di bantal yang mengering, kentara bukan sprei dan sarung bantal yang lama tak diganti. Aromanya saja masih wangi laundry. Berarti, ada yang nggak beres, guman Rizal.

Ratih menyesap air putih dari gelas, lalu ia menarik nafasnya. Masih ada sisa sesenggukan di sana.

"Ratih, ada apa lagi? Ada masalah apa lagi? Kenapa kamu ngga bilang?" Rizal menarik kursi dan duduk di dekat Ratih. Mata Rizal memindai wajah Ratih. Mencari jawab apa yang sedang terjadi.

Tangan Ratih meraih ponselnya di atas nakas. Di bukanya grup WA sekolah mereka. Sebenarnya, hatinya perih melihat chat di sana. Namun ditahannya, demi menunjukkan pada Rizal.

Tanpa kata, Ratih memberikan ponsel itu pada Rizal. Dia sudah tak dapat berkata-kata. Lidahnya terasa kelu, meski dalam hati ingin memaki Rizal.

Rizal yang tanpa persetujuan mengirimkan undangan di grup sekolah itu, hingga membuatnya menjadi bahan olek-olok. Bahkan tanpa tanggung jawab tak penah menanggapi olek-olok terhadapnya. Paling tidak, membelanya.

Rizal menyugar rambut kepalanya dengan kasar usai membaca baris demi baris percapakan di chat itu. Lalu ia menarik nafas dalam-dalam.

Rizal tak menyangka, kalau grup itu akan seheboh itu. Selama ini, sengaja dia atur mode diam untuk beberapa grup yang jarang dikunjunginya.

"Ratih, aku minta maaf. Aku tidak tahu ini semua," ucap Rizal lirih. Ada penyesalan melewatkan semua kejadian itu, tanpa bisa mengantisipasinya.

Diletakkannya ponsel itu di kasur tepat di sebelah Ratih. Kedua tangannya meremas kembali rambutnya karena gusar.

"Ratih ... apapun itu, kita tetap menikah besok pagi. Jadi bersiap-siaplah sekarang." Rizal mengurangi intonasi suaranya. Tak ada lagi yang harus dibahas. Keputusannya sudah bulat. Menikah esok hari. Tak ada alasan lain yang membuatnya mundur.

Padahal, Ratih berharap, Rizal tak hanya mengatakan itu padanya. Ratih berharap Rizal membesarkan hatinya. Tapi, ternyata harapannya justru pupus. Rizal bukan tipe seperti itu. 

BERSAMBUNG

Mampir ke karya-karya premiumku di KARYAKARSA

https://karyakarsa.com/etwidyastuti/series/dia-yang-pernah-menolakku

Dan nikmati juga cerita yang lain. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 22, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

DIA YANG PERNAH MENOLAKKUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang