[ 28. Rainy Night ]

717 104 19
                                    


ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

~~

ㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤㅤ

Kali ini Flo mengajak semua saudaranya sarapan bersama, sudah lama sekali ia tidak merasakan momen ini. Embun datang bersama Al dengan seragam sekolahnya, mereka berdua akan ke sekolah-- Ya walaupun kelas 12 sudah bisa di katakan free, hanya saja Embun harus mengurus beberapa keperluan dengan guru, yang tentu saja akan di temani oleh kembarannya.

Di sisi sebelah kanan, terdapat Bumi yang sudah memakan sarapannya. Ia menatap kedua Adiknya yang datang, tersenyum tipis saat pandangannya bertemu dengan Embun. Setelah dua hari ini ke-empat bersaudara tersebut merangkul satu sama lain, berusaha menemani Embun agar trauma milik Embun tidak kembali parah.

Bumi melirik ke arah telapak tangan Embun, di sana masih terdapat lilitan perban "Tangannya masih sakit?"

Embun menggeleng pelan, memang sudah tidak sakit hanya saja masih tersisa sedikit memar. Ia sengaja masih membalut telapak tangannya dengan perban, untuk menutupi memar yang ada.

Jika teringat kejadian 2 hari yang lalu, Bumi selalu menyesalinya karena dirinya Adiknya harus menjadi pelampiasan Papa. Menyadari jika sang Kakak tengah merasa, Embun menatap Bumi dengan tersenyum sendu.

"Udah gapapa lagian, ini udah mau sembuh"

Wajah kekhawatiran itu perlahan terganti dengan senyuman khas milik Bumi, justru Embun yang selalu khawatir bagaimana kondisi Kakaknya. Yang terluka sangat parah adalah Kakaknya, dirinya akan selalu menangis jika melihat begitu banyak luka memar di tubuh Bumi.

Sang Kakak tertua saat ini tengah memperhatikan semua Adiknya yang tengah menyantap sarapannya dengan baik, rasanya ingin menangis tetapi ia sadar jika saat ini bukan waktu yang tepat. Sebuah suara milik Embun terdengar membuat Flo menatap Adiknya.

"Kak, handphone Embun keliatan ada dimana ga?"

"Ada di laci, handphone mu jatuh saat Bi Ria membereskan kekacauan kemarin" Jelas Flo.

Mendengarkan obrolan saudarinya, Bumi menautkan alisnya. Selama dua hari ini, ia tidak memegang benda pipih itu. Di sibukkan dengan fokus untuk meluangkan bersama saudara-saudaranya hingga ia tidak memegang hanphonenya, dirinya bahkan tidak mendapat kabar dari kekasihnya. Berusaha berfikir dimana handphonenya berada, sesaat setelahnya ia teringat jika mungkin handphonennya berada di celana setelan jas kemarin yang ia pakai.

"Kak, Embun sama Al berangkat sekarang ya.. Handphonenya Embun ambil" Pamitnya sembari berdiri setelah menyelesaikan sarapannya yang di ikuti oleh kembarannya.

"Hati-hati nyetirnya Al" Peringat Bumi.

Setelah sarapan bersama, Bumi memilih kembali menuju kamarnya. Ntah mengapa Ia ingin memegang handphonenya segera, setelah berusaha mencari akhirnya ia menemukannya.

Menyadari jika handphone miliknya kehabisan daya, ia akan segera mengecasnya. Sembari menunggu beberapa saat, akhirnya handphone tersebut hidup kembali. Membuka aplkasi bertukar pesan, ingin melihat apakan Bulan mencarinya.. Bumi mengerutkan dahinya, saat tidak ada satupun notifikasi pesan dari kekasihnya. Bahkan terakhir kali Bumi memberi pesan pun tidak di balas atau di baca.

Bumi bergegas menekan ikon telfon untuk menelfon Bulan, sebenarnya kemana kekasihnya tersebut? Tidak biasanya dia tidak mengabarinya, bahkan biasanya Bulan akan memberi tahu kepada Bumi apa yang akan di lakukan hari ini, sekedar mengabari..

Berkali-kali tidak ada jawaban dari Bulan membuat Bumi semakin di landa kegelisahan, ia tidak mendengar kabar Bulan selama dua hari ini. Dengan bergegas ia mengambil jaketnya, untuk menuju kerumah Bulan.

MY MOON | Lizkook ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang