بسم الله الرحمن الرحيم
Seperti biasa, awali dengan basmalah...
Jangan membaca dulu, jika hal yang wajib belum dilaksanakan. Bacalah, ketika ada waktu lapang...Maaf baru bisa up sekarang, karena kemarin ada tugas kepelajaran :v
Komennya mana dong?
Aku butuh untuk melanjutkan ceritanya. Bagaimana kesan pesan selama ini bacanya? Yuk komen😉Kita shalawat dulu yah:
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلٰى مُحَمَّدٍ وَعَلٰى آلِ مُحَمَّدٍ
—Happy Reading —
Sore ini, akhirnya pasutri itu akan pindah ke rumah baru mereka. Setelah drama singa siang tadi, Najma jadi malu jika harus bertatapan langsung dengan suaminya.
"Kami pamit dulu. Assalamualaikum." Setelah mengucapkan itu, Akmal berbalik menuju mobilnya. Meninggalkan Najma yang masih enggan untuk pergi.
Buna yang melihat anaknya diam pun lantas memeluknya. Menepuk-nepuk punggungnya bahwa semuanya akan baik-baik saja. "Jangan nakal oke. Kasihan suami kamu," ujar Buna.
Najma hanya mendengus mendengar itu. Tubuhnya kini beralih memeluk Ayah yang sedari tadi ikhlas melepaskan anaknya. "Baik-baik sama suami mu yah," nasehat Ayah sembari mengecup puncak kepala putrinya.
"Doain aja semoga Ama jadi istri yang baik," seru Najma melihat ke arah Ayah dan Bundanya.
Terakhir, ia menatap Dava yang sedang menatapnya datar. Sangat datar sampai ia bingung harus bagaimana. Tapi sedetik kemudian, tubuhnya di bawa ke dalam pelukan hangat adiknya. Bahkan Dava mengecup sekilas puncak kepalanya. "Kalau ada apa-apa, langsung telpon aku. Awas kalau nggak," ultimatumnya yang mendapat kekehan dari Najma.
"Syap bosss. Yaudah kalau gitu, Ama juga pamit yah. Dadah, babay, assalamualaikum," ujarnya sembari melambaikan tangan kepada mereka. Akmal yang melihat itu di dalam mobilnya hanya bisa terkekeh gemas. Ternyata dewasa emang tidak bisa dilihat dari tingkah laku melainkan cara berpikir.
Sebelum benar-benar masuk mobil, Najma menatap satu persatu wajah keluarganya dan menatap rumahnya yang selama ini menjadi saksi bisu pertumbuhannya. Lagi-lagi tangannya melambai ke arah mereka.
"Sudah, nanti juga kita ke sini lagi." Suara lembut Akmal membuat Najma mengangguk dan lantas ia pun masuk setelah beberapa saat menahan.
Suara klakson Akmal pun menjadi tanda perpisahan hari ini. Meninggalkan halaman rumah Najma untuk menuju tempat tinggal keluarga kecil mereka nanti. Yah, sepertinya Najma memang harus bisa menerima dengan jalan takdirnya saat ini.
Selama di perjalanan, tidak ada yang memulai percakapan. Akmal sibuk menyetir yang sekali-kali mencuri pandang pada istrinya yang anteng melihat ke luar jendela.
Wajah lesu Najma membuat Akmal yang melihatnya terkekeh. "Sedang melihat apa?" tanya Akmal.
"Masa depan," jawab Najma cepat.
Satu alis Akmal terangkat dan menoleh ke arah Najma sekilas. "Padahal masa depan kamu ada di sini, kenapa malah melihat ke arah sana?"
Mendengar itu sontak membuat Najma menoleh ke arah Akmal dengan wajah tak habis pikir. "Apa?" Ia takut jika salah dengar.
Kekehan pun keluar dari mulut Akmal. "Saya benar kan? Sekarang saya sudah menjadi masa depan kamu."
"Tapi yang Ama maksud bukan ini. Tapi itu, tuh kuburan," ujarnya polos sambil menunjuk ke arah luar jendela yang memang di samping kiri adalah tempat pemakaman umum.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tanpa Syarat
Teen FictionSeorang anak SMA yang ditodong perjodohan saat pulang sekolah yang ternyata berawal dari candaan Ayahnya juga Kyai Faiz. Tapi siapa sangka jika hal itu disetujui oleh Muhammad Akmal Alfarizi. Seorang mahasiswa sekaligus seorang Gus di pesantrennya...