Bab 42. Debar Seminggu Pacaran

38.5K 4.5K 1.9K
                                    

Hai, chapter ini akaaaan panjang. Dibaca baik-baik yaa. Oh iya, udah baca SECRET CHAPTER di akun Karya Karsa Yupitawdr belum?

 Oh iya, udah baca SECRET CHAPTER di akun Karya Karsa Yupitawdr belum?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Btw, tandai typo yaa..

SELAMAT MEMBACA

----------------------------------------------

Bab 42. Debar Seminggu Pacaran

Melepas atau mempertahankan seseorang dalam perjalanan kita adalah sebuah pilihan yang harus ditanggung sendiri resikonya.

***

NIRBITA pernah berdiri di depan cermin dalam keadaan hancur. Rambutnya terpotong asal, ada goresan luka di pergelangan tangan, sembab di wajah, dan tatapan kosong di mata. Waktu itu, ia berpikir bahwa sudah tidak ada yang bisa diselamatkan lagi. Cepat atau lambat, semua orang yang tersisa di hidupnya akan beranjak pergi, sekuat apapun ia menahan. Sebab, pada kenyataannya, kita tidak bisa terus memaksa orang-orang untuk tetap tinggal.

Dalam kesendirian itu, ia menyusuri jalan panjang penuh kegelapan tanpa tahu dimana letak cahaya. Sekujur tubuhnya dirambati rasa sakit, amarah, kecewa, serta dingin yang membuat giginya bergemelatuk. Langkahnya mulai terseok-seok bahkan sebelum menyentuh pertengahan, sementara seluruh do'a yang ia senandungkan tak kunjung membuka pintu langit.

Tapi, Nenek bilang, semua orang pasti meninggalkan kita, tapi tidak dengan Tuhan. Dia akan selalu di sini, di setiap untaian do'a yang kita rangkai. Begitu dekat. Lebih dekat dari bayangan diri sendiri. Maka, sekali lagi, penuh harap serta getar suara yang benar-benar meminta, Nirbita kembali berdo'a.

Tapi, sekali lagi pula, Tuhan belum membuka pintu langitNya.

Nirbita marah. Kepercayaannya pada Tuhan menipis seiring ia menggoreskan sisi tajam pisau di pergelangan tangan. Cairan kental kemerahan itu membuat jalan yang ia lalui semakin dilingkupi kabut-kabut gulita. Membuatnya terjerembab jatuh berkali-kali sebelum akhirnya terkapar mengenaskan di tengah kesunyian.

Esok paginya, ia akan terbangun dalam keadaan dunia setengah hancur. Ia hanya bisa berdiri di depan cermin untuk meratapi nasibnya yang dikelilingi hal buruk.

Setiap hari, alurnya selalu seperti itu.

Dari pagi hingga petang menyergap.

Namun, apapun yang terjadi, seberapa banyak luka yang tergurat di pergelangan tangan, dan semakin menipisnya kepercayaan pada Tuhan, Nirbita tidak berhenti untuk berdo'a. Seperti nasehat Nenek.

Butuh waktu yang lama hingga ia bisa melihat cahaya itu di tengah kegelapan jalannya. Tahu dari mana asal cahaya itu?

Teman-teman sekelas yang menyambutnya suka cita, Sekala yang tidak berhenti memberinya cinta, lalu Haira yang perlahan mau memeluknya menghadapi luka bersama.

Satu Kotak Senja untuk NirbitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang