Bab 45. Untuk Tetap Hidup

57.2K 4.8K 3.2K
                                    

Hai apa kabar?

Semoga baik dan masih nungguin cerita ini ya...

SELAMAT MEMBACA

Jangan lupa vote dan komentar

-----------------------------------------------------

Bab 45. Untuk Tetap Hidup

***

MATA itu mengerjap. Cahaya putih yang menariknya ke alam nyata membuat rasa sakit di sekujur tubuh terasa jelas.

"Mama.."

Ia merasakan tangannya disentuh. Lalu, usapan di kepala menghantarkan ketenangan. Membuat sakit itu teredam sejenak hingga dokter datang memeriksa keadaannya.

Ia tidak begitu mendengar ketika orang-orang di sekitarnya berbicara. Sebab, kepalanya kembali terdistraksi rasa sakit yang membuatnya bernapas pun susah.

"Mama," lirihnya lagi.

"Kenapa, hm? Sakit? Tenang ya.. Sabar. Nirbita anak Mama kan kuat."

Saat matanya sudah sepenuhnya beradaptasi dengan cahaya, ia menoleh, memaku tatap pada Haira yang kini memandangnya penuh kasih.

"Sekala mana, Ma?"

Haira tampak gelagapan. Perempuan itu tidak lekas menjawab, membuat segala ketakutan yang berkelebatan di kepala Nirbita semakin jelas menyeramkannya.

"Dia baik-baik aja kan?"

Dan Haira mengangguk dengan senyum yang terkesan memaksakan di mata Nirbita.

"Mau lihat Sekala."

"Nanti. Tunggu kamu sembuh dulu."

"Mau lihat Sekala, Ma."

Haira menggeleng. Mengusap penuh sayang kepala Nirbita. "Nggak bisa, Sayang. Dia nggak bisa ke sini. Nanti, kalau kamu udah sembuh, Mama bakal anter kamu buat ketemu dia."

Air mata Nirbita luruh di sudut kelopak. Gadis itu memejamkan mata karena kepalanya tiba-tiba terasa berat. Entah karena obat yang disuntikkan dokter barusan atau hal lain, rasa kantuk membuatnya tertarik ke alam bawah sadar lalu tidur tanpa mimpi-mimpi buruk dan baik.

***

NIRBITA menangis sejadi-jadinya saat ia tidak diperbolehkan masuk ke ruang ICU tempat Sekala berada, sekuat apapun ia meminta. Gadis itu menangkup wajahnya dengan kedua tangan, terisak keras di atas kursi roda. Sementara Haira, hanya mampu mengusap bahu anaknya itu agar lebih tenang. Meskipun, tidak berimbas apa-apa.

"Ta, its oke. Dia baik-baik aja. Sabar ya. Nunggu orang tua Sekala datang. Nanti  Mama usahain boleh masuk, oke?"

Nirbita menggeleng, ia masih enggan diajak beranjak pergi. Walau sakit masih mendera tubuh, hatinya jauh lebih sakit membayangkan Sekala tak berdaya di ruangan mencekam itu.

Andai ia tidak pergi dengan Greesa dan membuat Sekala menyusulnya, mungkin kejadiannya tidak akan seperti ini. Mungkin Sekala akan berada di apartemennya, memberi makan Soang sambil meneleponnya hanya untuk mengatakan : hari ini aku kasih dia tuna.

Rasa bersalah perlahan melingkupi dada, membuat sesak mendera, sehingga ia mulai kesulitan bernapas.

"Loh, Nirbita. Kenapa nangis?"

Nirbita dan Haira kompak menoleh. Sephora datang bersama Aruna di sebelahnya. Perempuan itu menunduk, mengusap air mata Nirbita yang luruh kemudian membiarkan tubuh itu menghambur ke dalam pelukannya.

"Mau lihat Sekala."

Sebuah permintaan yang cukup sulit. Namun, akhirnya Sephora berdiri. Perempuan itu beranjak membujuk perawat yang menjaga ruangan Sekala, terlibat tawar menawar yang alot hingga ia menyanggupi saat perawat tersebut hanya memberi Nirbita waktu lima menit untuk menjenguk.

Nirbita yang mendengar itu langsung sumringah. Air matanya perlahan surut.  Dibantu perawat, ia memasuki ruangan ICU dan melihat langsung Sekala terbujur kaku di atas brankar yang berada di tengah-tengah ruangan.

Lagi dan lagi, ia tidak bisa menahan air matanya.

Sekala yang biasanya hiperaktif, banyak bicara, dan selalu menularkan kebahagiaan kini hanya diam dengan mata terpejam erat. Beberapa peralatan penunjang kehidupan tertempel di tubuhnya, seolah memberitahukan bahwa keadaan lekaki itu jauh dari kata baik.

"Kala, bangun."

Nirbita tidak boleh menyentuhnya. Jadi, ia hanya memandangi penuh kepiluan. Meratapi kemalangan lelaki itu, juga dirinya..

"Kamu harus bangun, La. Kita belum selesaiin list berburu senja. Kita juga belum selesai melawan arus dunia. Bahkan... kamu juga belum kasih kado sekotak senja yang kamu janjikan. Jadi, jangan menyerah untuk tetap hidup. Aku bakal nunggu kamu. Sampai kapan pun."

Nirbita makin terisak. Ia pasrah saat kursi rodanya ditarik dan perawat membawanya keluar ruangan. Haira langsung menyambutnya, mendekap erat karena isakannya makin menjadi.

"Sekala, Ma.."

"Ta, tenang. Sekala bakal baik-baik aja."

Sore itu, Nirbita menghabiskan banyak waktu dengan menangis. Ia sudah berusaha untuk tegar, tetapi kenyataannya ia tidak sekuat rencananya. Ia rapuh. Ia baru saja bahagia lalu Tuhan kembali menjatuhkannya ke dalam kepedihan yang nyata.

Nirbita jadi bertanya-tanya, seberapa besar kekuatan yang ada pada dirinya sehingga Tuhan memberinya derita berkepanjangan?

-------------------------------------------------

mau next nggak?

SPAM FOR NEXT

btw, kalian tau cerita ini dari mana??

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 04, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Satu Kotak Senja untuk NirbitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang