Bab 28. Sebuah Jalan dari Garin

44.6K 5.3K 1.4K
                                    

Haloo, masih nunggu cerita ini tidak???

Kalau kemaleman baca besok aja, sekarang vote dulu..

Yuk, ramaikan per-paragraf!!!

SELAMAT MEMBACA YAAA

-------------------------------------------------------

Bab 28. Sebuah Jalan dari Garin

Kalau memang takdirnya, mau penghalang sekokoh apapun pasti akan runtuh juga pada akhirnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Kalau memang takdirnya, mau penghalang sekokoh apapun pasti akan runtuh juga pada akhirnya

***

"RAIDEN udah mutusin lo karena dia lebih milih cewek lain dan sekarang, lo dengan gampangnya mau ke rumah dia cuma karena adiknya lagi sakit?? Oh common, kayaknya lo harus pikir ulang deh, Ta.."

Nirbita yang baru saja keluar dari kamar mandi praktis menaikkan kedua alisnya begitu disambut ocehan Garin. Setelahnya, ia tidak begitu menggubris, membiarkan sahabatnya itu puas berbicara sementara dirinya sibuk memasukkan kaus yang dikenakannya ke dalam skort agar nampak lebih rapi.

"Ini bukan soal silaturahmi doang. Ini menyangkut harga diri. Kalau lo ke sana, yang ada lo disangkanya masih berharap sama dia. Ntar dia kege-eran dan makin ngelunjak!" lanjut Garin.

"Raiden nggak ada di rumah kok, Rin. Makanya gue mau ke sana dan sekarang harus buru-buru," jawab Nirbita santai. Ia melenggang ke arah meja rias dan duduk di sana.

Saat tahu Greesa sakit dan dalam tahap recovery usai operasi usus buntu, yang ada di kepala Nirbita adalah menjenguknya. Ia sudah mempertimbangkan beberapa hal termasuk keberadaan Raiden, bertepatan dengan pengakuan Greesa bahwa lelaki itu sedang tidak berada di rumah. Maka, yang dilakukannya sekarang adalah bersiap-siap. Berharap ketika ia datang dan menghabiskan beberapa waktu disana, pertemuannya dengan Raiden dapat terhindari.

"Nggak ada yang bisa nebak waktu, Ta. Kalau misalnya dia pulang sebelum lo keluar dari rumah itu gimana?"

Nirbita tidak menjawab. Lalu, ia menoleh ke arah Garin -yang kini sudah duduk di pinggiran tempat tidur- sambil menunjukkan concealer di tangannya. "Gue boleh minta ini nggak?"

Garin mendengus. "Boleh." Ia tahu Nirbita sedang mengalihkan pembicaraan. Tapi tidak semudah itu baginya.. "Atau lo ke rumah Raiden ditemenin Sekala aja deh."

"Kok jadi Sekala sih?" tanya Nirbita sembari lanjut mengolesi sisi-sisi yang memar dengan krim di tangannya. Melalui cermin rias, Nirbita melihat Garin menatapnya dengan alis bertaut.

"Ya hitung-hitung buat gandengan lah."

"Kenapa nggak lo aja yang nemenin gue?"

Garin melipat kedua tangannya lalu memutar matanya malas. "Tolong ya. Malam ini gue baru punya waktu berduaan sama cowok gue. Jadi nggak bisa diganggu."

Satu Kotak Senja untuk NirbitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang