What About Us? - 17. Sebelumnya

25 2 0
                                    

Masa orientasi sekolah, waktu yang paling malas untuk aku lalui sebenarnya. Banyak tugas yang menurutku tidak jelas yang harus diselesaikan, belum lagi barang-barang dengan nama aneh yang harus dibawa ke sekolah.

Hari pertama orientasi sekolah berjalan dengan lancar, aku melirik satu perempuan dengan seragam sekolah yang berbeda dari yang didominasi di sekolah ini, ya walaupun seragamku juga berbeda. Dia menjadi wakil calon siswi dalam peresmian kegiatan orientasi.

Alyssa Tavinka, nama yang baru pertama kali aku dengar ketika dia dipanggil ke depan. Badannya yang tinggi semampai dan wajahnya yang cantik dan juga manis membuat aku hanya fokus padanya selama dia masih ada dijangkauan pandangku.

Aku harus tau dia siapa, setidaknya aku harus kenal dengannya sebelum aku didahului oleh yang lain. Apa lagi kakak kelas, terutama wolves. Aku bisa memastikan kalau dia menjadi incaran wolves, ya contohnya aku yang sudah resmi menjadi bagian dari wolves sebelum orientasi sekolah dimulai.

"Fokus fokus" seseorang menegurku dari belakang memaksaku untuk membalikkan tubuhku. Dia salah satu dari anggota Wolves yang sudah berkumpul di GOR tempat orientasi berlangsung.

"Itu siapa ya yang perempuan di depan?" sayup sayup aku mendengar pembicaraan mereka karena aku berada dibarisan paling belakang.

"Bu Sri?" Ya guru bagian kesiswaanku juga ada di depan.

"Bukanlah bodoh"

"Itu tuh yang lagi dikalungin sama Bu Sri"

"Anjir bibit unggul"

Aku membalikkan tubuhku lagi memperhatikan mereka semua. Mereka duduk berjajar di tribun. Ray, Kenneth, Timmy, Julian, Gio, Kevin, Adam, dan Jerry. Kenneth, Julian, Timmy, dan Gio baru saja naik ke kelas sebelas sementara yang lainnya berada di kelas dua belas, ditambah dengan aku, Erick, Rivaldo, dan Darrens. Jadwal pertandingan sudah didepan mata walaupun aku belum resmi jadi siswa Cahaya Bangsa.

"Anjir itu yang jadi simbolis boleh juga" ujar Ray.

"Ada yang kenal ga itu siapa?" tanya Kevin. Tidak ada yang kenal siapa dia padahal aku mau coba untuk mendapatkan informasi dari pembicaraan mereka.

"Gila gila gila Cahaya Bangsa juara memang nyari bibit unggul"

Usahaku menguping pembicaraan wolves sambil tetap memperhatikan perempuan di depan hasilnya nihil. Tidak ada informasi apapun yang aku dapatkan. Setelah ini aku harus bisa mencari tau tentang dia. Bagaimanapun caranya.

Tiga hari masa orientasi sama sekali tidak membuahkan hasil. Setelah hari pertama itu, aku harus menjalankan beberapa latihan yang memotong kegiatan masa orientasi yang paling aku benci sekaligus aku tunggu untuk melihat dia.

Memasuki masa inaugurasi, aku melihat dia kembali menjadi wakil siswi untuk simbolis peresmian siswa siswi SMA Cahaya Bangsa. Ya setidaknya aku tau kalau dia masih hidup.

Hari pertama sekolah membuat aku berusaha untuk tidak berharap bisa satu kelas dengannya. Sebenarnya pembagian kelas sudah berlangsung dari hari ketiga masa orientasi, tapi karena aku harus latihan jadi aku sama sekali tidak tau soal kelasku. Bahkan aku, Erick, Rivaldo, dan Darrens tidak ada yang mendapatkan soal info kelas kami.

Aku memasuki kelas yang sudah padat dengan manusia, untungnya ada bangku kosong yang belum ada penduduknya. Aku memilih untuk duduk di sana sendiri dibandingkan harus duduk dengan yang lain yang aku juga tidak tau siapa sebenarnya. Aku dipisahkan dari Erick, Rivaldo, dan Darrens mereka juga tidak disatukan di satu kelas yang sama. Aku harus bisa bertahan di kelas ini selama satu tahun, ya semoga kelas ini seru.

"Keano Adelard" panggil seseorang dari depan kelas. Julian lagi. Apa lagi kalau bukan latihan basket.

Aku harus siap ketinggalan pelajaran diawal semester karena padatnya jadwal pertandingan yang sudah menunggu Cahaya Bangsa Wolves. Semua hal yang berkaitan dengan sekolah, aku tinggal di kelas. Aku keluar kelas dengan semua keperluan basketku.

What About Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang