What About Us? - 22. Emosi

33 2 0
                                    

Satu-satunya musuh yang Keano punya adalah guru Bahasa Sunda. Guru muda yang baru pertama kali mengajar dan langsung mengajar di Cahaya Bangsa. Awalnya wolves kira beliau akan menyenangkan dan bisa diajak menggila bersama, tapi ada satu hal yang membuat wolves enggan untuk bercengkrama lagi.

Di awal tahun ajaran, beliau tidak pernah menyenggol wolves atau siapapun di sekolah. Satu bulan pertama di Cahaya Bangsa semuanya aman dan tentram, bahkan sampai bulan ke tiga semuanya masih damai. Kejadian ini berlangsung tepat satu bulan sebelum Cahaya Bangsa Cup.

Beliau sedang mengajar di kelas Keano, perlu diingat jika kelas XI-IPA-2 adalah kelas dengan peringkat pertama untuk kekompakan, kepintaran, dan yang lainnya tapi juga kelas peringkat terakhir dalam segi perilaku.

"Vinka, kamu bantu saya hari ini" pinta Beliau.

"Bantu apa ya, Pa?" Vinka bingung.

"Ya bantu saya aja hari ini" katanya tidak memberikan ujung.

"Vinka tuh murid, bukan yang kerja di sini" jawab Keano.

"Saya ga ngomong sama kamu ya atlet" katanya

"Nama saya Keano Adelard Immanuel Aethelfrith biasa dipanggil Keano, bukan atlet walaupun saya memang atlet basket nasional tapi saya punya nama" balas Keano. Emosi Keano sedikit naik karena beliau meminta Vinka seolah Vinka adalah pekerja di sekolah.

"Kenapa kalau saya mau Vinka bantu saya? Kamu tidak suka?" tanya Pa Dimas.

"Kalau anda bisa kasih alasan yang jelas ke saya bantuan seperti apa yang anda butuhkan dari Vinka saya ga masalah" nada Keano mulai naik.

"No udah dia guru" Vinka menggenggam erat jemari Keano supaya dia bisa lebih tenang sedikit.

"Ga bisa, Vin, ga ada guru yang kaya gini" Keano betul-betul keras sekarang.

"Jangan pake emosi" Vinka mengingatkan.

"Kenapa kamu ga suka kalau saya minta tolong Vinka? Siapa kamu boleh ga suka kaya gitu?"

"Weeeiiii" wolves yang lain mulai bersuara.

"Mending cari tau dulu sebelum ngajak berantem" tambah Erick.

"Saya cuma mau Vinka bantuin saya"

"Jelasin ke saya, minta bantu apa?" tanya Keano, suaranya rendah dan dingin.

"Saya sudah bilang, saya cuma mau Vinka bantuin saya"

"Saya tanya sekali lagi, mau minta bantu apa?" Keano masih menunggu jawabannya.

"Saya cuma mau Vinka bantu saya kenapa kamu yang ribet ya?"

"Kenapa ga suka saya yang ribet?" Keano balik bertanya. Emosinya sudah tidak bisa dibendung.

"Anda juga ga bisa sebutkan bantuan seperti apa yang anda butuh dari Vinka" lanjutnya. "Satu lagi, yang akan ada di belakang Vinka ga cuma saya, bukan hanya XI-IPA-2"

"Ibu negara kita ga bisa diganggu sama hal ga jelas" celetuk Rivaldo, dia sedang asik dengan bukunya.

"Kalau ga bisa jelasin minta bantu apa ga usah minta" Erick menambahkan.

"Kalau soal Wolves Angels jangan berharap banyak" Darrens juga turut campur. "Mau Wolves Angels, lewatin Wolves dulu"

"Tanpa harus saya minta, wolves jalan sendiri" ancam Keano.

"KELUAR KAMU" bentaknya.

"Cabut" Satu kata yang keluar dari mulut Keano membubarkan kelas saat itu juga. Benar-benar satu kelas. Dari Keano yang menggandeng Vinka, Erick dan Flo, disusul Rivaldo, Darrens, Keenan, dan Jose, lalu satu kelas. Wolves betul-betul sensitif mengenai Vinka dan Flo, soal apapun. Wolves Angels, tidak bisa diganggu-gugat. Hanya semua guru perempuan dan guru laki-laki tertentu yang bisa "menyentuh" mereka.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 08, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What About Us?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang