31 : Semakin Sulit

210 30 0
                                    

Haura baru saja pulang dari kegiatan eskul padusnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Haura baru saja pulang dari kegiatan eskul padusnya. Perempuan itu langsung menuju ke dapur karena mencium aroma yang membuat perutnya berbunyi.

Haura mencomot sambal goreng kentang yang masih di atas wajan. Sontak saja tindakan Haura tersebut mengundang pelototan dari sang bunda.

Lia menuangkan seperempat sendok garam ke wajan yang berisi sambal goreng kentang. Lantas mengaduknya secara merata. "Kamu tuh ya, jangan suka nyomot-nyomot sembarangan gitu. Cuci tangan dulu, makan sambil duduk," omel Lia yang hanya Haura tanggapi dengan cengengesan. 

"Bunda, Haura udah keburu laper," keluh Haura sembari mengelus perutnya. 

Lia menggeleng-gelengkan kepalanya disertai dengan dengusan. "Kamu tuh perempuan, Ra. Makan tuh sesuai adab yang baik, baca doa terus makan sambil duduk dan jangan makan terlalu banyak. Gak baik."

"Iya-iya bunda sayang," jawab Haura yang sekarang sudah berpindah tempat di ruang makan sembari menyendokkan nasi ke piring. 

Lia menuangkan sambal goreng kentang ke mangkuk besar, lantas meletakkannya di atas meja makan. Perempuan yang sudah menginjak usia 30-an itu ikut duduk dan menikmati masakannya juga.

"Oh, iya Ra. Bunda mau ngajak Raka tinggal di sini, kas—"

Perkataan Lia terpotong sebab Haura yang tiba-tiba tersedak. Mata perempuan itu sampai berair, sebab sambal goreng kentang yang dibuat Lia memang pedas.

Haura meneguk air minumnya cepat untuk meredakan tenggorokannya yang sakit. Usai minum segelas, Haura meletakkan gelas kaca itu kasar hingga berbunyi 'tak.' Mata Haura menyorot Lia sarat akan protesan. "Bunda ngapain bawa Raka ke sini? Aku gak nyaman sama dia, Bun."

"Dia sendirian Haura. Dea besok udah mau berangkat ke Cirebon. Setidaknya bunda mau ngejagain Raka selama Dea kerja. Kerabat-kerabat Dea gak ada yang tahu soal kondisi Dea, bahkan orang tuanya juga."

Haura menggeleng tak setuju. Meskipun dijelaskan sedemikian rinci oleh sang bunda, Haura tetap tak akan sudi menerima Raka tinggal di rumah ini. Bukannya kejam, tapi Haura punya alasan tersendiri.

"Bunda, Haura gak akan pernah setuju Raka tinggal di sini. Apa bunda sama sekali gak paham apa yang aku rasain?" Tanpa sadar air mata Haura mengalir. "Aku berusaha buat mati-matian ngejauh dari Raka. Aku takut perasaan suka ini berkembang, aku takut gak bisa ngendaliin. Aku takut buat Allah murka kalau sampai aku terjerumus pada hal yang salah. Karena cinta bahkan bisa bikin orang bertindak gila."

Lia beranjak, perempuan itu mengusap punggung putrinya pelan. Berharap dengan itu, Haura bisa tenang. Ia sama sekali tak tahu kalau putrinya punya problem yang serumit itu.

"Maafin, Bunda."

Haura masih menangis, perasaan sesaknya masih ada. Haura hanya merasa tak dimengerti untuk sesaat ketika sang bunda terlihat berusaha meyakinkan soal Raka tadi.

Kendali Rasa [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang