Delapan belas; segelintir pertanyaan

1.7K 212 102
                                    

You and I will have to hideOn the outsideWhere I can't be yours and you can't be mine

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

You and I will have to hide
On the outside
Where I can't be yours and you can't be mine

But I know this, we got a love that is hopeless

Why can't I hold you in the street?
Why can't I kiss you on the dance floor?
I wish that it could be like that
Why can't it be like that?

'Cause I'm yours

Why can't I say that I'm in love?

'Cause I'm yours

-----------------------------------------------------------------------

Kunci motornya hampir saja jatuh saat hendak dimasukkan ke lubang kunci. Haerya mengaitkan belanjaannya ke motor dalam upaya susah payah keluar dari parkiran swalayan sore itu. Jaketnya sudah bau jalanan, dan motornya lupa diganti oli bulan lalu. Efeknya baru terasa ketika dia harus menyetir dari Cawang ke BSD.

Jaket lusuhnya harus menerima takdir jika perjalanannya sore ini belum usai. Jam pulang kerja pula. Motor scoopy-nya membelah lautan kendaraan di jam pulang kerja yang padat, gerah, dan berdebu tebal. Kalau saja bukan untuk sahabat kesayangannya yang agak tulalit di luar kantor itu sampai harus tabrak lari pulang perjalanan dinas, dia yakin tak akan mau bersusah-susah seperti ini.

Pikirannya melega begitu memasuki area perumahan. Sebisa mungkin dia menghindari anak-anak yang bermain bola, atau kucing yang sedang berjemur di matahari sore yang hangat. Motornya diparkir di depan rumah bercat kuning pastel. Katanya, rumah itu terasa seperti TK, tinggal diberi gambar bunga-bunga dan serangga di dinding luarnya saja. Yang punya rumah mencibir selera seninya yang buruk setelah itu.

Dia mengetuk pintu depan yang kemudian dibukakan oleh Bunda Nadhi.

Haerya menyambutnya ceria. "Halo, Tanteeee!" Kedua tangannya terlempar, memeluk wanita itu dengan kehangatan sisa-sisa matahari sore ini.

"Eh, siapa ini? Calon artis kita?" Nadhya tergelak. Hampir semua teman Nadhi sudah dianggapnya seperti anak sendiri, maklum, karena Nadhi tak punya saudara kandung, ke siapa lagi dia harus menitipkan anak bujangnya kalau bukan ke teman-temannya?

Nadhya menatap Haerya lekat-lekat. Dia senang Nadhi memiliki teman-teman yang menyayanginya seperti ini.

"Baru pulang kamu, Chan?"

"Kenapa? Bau apek ya, Tante?" Haerya nyengir meminta maaf. "Iya, nih, langsung banget dari kantor. Anak Tante agak rewel, ya. Kalo belum dijengukin, gak mau diem."

Meski terdengar bersungut-sungut, Nadhya tahu Haerya bermaksud baik. Dengan profesinya di industri media, tentu sulit untuk meluangkan waktu di sela lembur dan jadwalnya yang kadang tak pasti.

"Lagian kamu sibuk banget," Nadhya menepuk bahu laki-laki muda di depannya. "Udah mulai sekarang? Syuting sinetronnya?"

Terhenyak, Haerya mundur selangkah, memandang ibunda dari sahabatnya itu dengan horor. "Siapa yang bilang?"

batas; di antara - JaemRenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang