17. Second Choice?

890 134 71
                                    

Jadi, sudah dimulai, ya?
Ketakutan dari sebuah pengkhianatan dan kebohongan.

Ingkar janji

***

Bangunan serba putih nan luas itu menjadi tujuan awal kedatangan Galen setelah perjalanan hampir dua puluh empat jam ia mengudara.

Rasa lelah, penat, dan sedikit mual ia rasakan tetapi tak begitu ia pikirkan. Kabar menggemparkan dari Anne membuat rasa peduli Galen terhadap seorang gadis yang pernah singgah dan menetap di hatinya beberapa tahun silam kembali naik ke permukaan.

Galen khawatir.

Kania bukan orang yang tidak berpikir panjang. Ia merelakan kepergian Kania untuk mengenyam pendidikan, melupakan hubungan mereka bukan semata-mata karena ia ingin mendengar hal seperti ini terjadi kepadanya.

Bagaimana bisa gadis itu berpikiran untuk mengakhiri hidupnya karena Galen?

Ia pikir, Kania bahagia dengan jalan yang ditempuhnya. Walau sudah tidak berdampingan dengan Galen.

Masih dengan pakaian yang ia kenakan saat berangkat dari kediaman Basupati. Galen mengenakan kaos hitam tanpa gambar milik Darel Basupati, juga celana sedikit robek di beberapa bagian. Ia berjalan tergesa-gesa memasuki sebuah lorong menuju ruangan tempat Kania dirawat.

Klek!

Pintu itu terbuka. Kamar VVIP, lantai tujuh. Kania ditempatkan di ruang pribadi salah satu rumah sakit swasta terbesar di kota tempat ia tinggal. Pengamanannya sangat ketat, orangtua si kembar yang tidak ikut menunggunya, menjadikan beberapa orang sebagai pengawal.

"Kania."

Mendengar suara tersebut, Gabriel menyunggingkan senyum. Kepalanya menoleh ke belakang.

"Gal," katanya menyambut kehadiran Galen. Gabriel sedikit bergeser, membiarkan Galen berhadapan dengan Kania.

Gadis itu terlihat pucat dengan mata yang berkaca-kaca. Beberapa kali membuang pandangan saat Galen berusaha menyusuri tatapan Kania.

"Sorry, Gal," ucap Gabriel membuka percakapan. "Gue gak punya cara lain. Dia cuma mau lo."

"Bisa tinggalin gue berdua, Gab?"

Galen terdengar meminta Gabriel untuk pergi dari ruangan tempat Kania dirawat. Meski tertegun karena terkesan tiba-tiba, Gabriel menganggukkan kepala setelah ia memastikan Kania mau ditinggalkan olehnya.

"Oke. Gue akan kasih kalian berdua cukup waktu untuk ngobrol. Tolong baik-baik sama saudara gue," Gabriel mendekati telinga Galen dan berbisik. "Mentalnya lagi gak sehat, jangan kasar-kasar."

Setelahnya, Gabriel menghilang dari balik pintu.

Kania masih memegang erat selimut yang kini menutupi sebagian badannya. Galen melihat ada perban yang membalut pergelangan tangan Kania.

Ia menghela napas pelan lalu menggeser kursi tunggu dan duduk di atasnya.

Perlahan, Galen meraih pergelangan tangan Kania yang terluka.

Vous Me Voyez 2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang