***
"ANIN!"
Anin menatap Risa dengan bingung. Wanita itu berlari dengan mengumpulkan kesadaran yang sempat mencapai titik terendahnya karena Risa baru bangun dari tidur.
"Jangan teriak-teriak, Risa," sahut Anin dengan nada pelan.
"Ini kenapa? Aduh!" Ia memeriksa Anin dengan wajah panik.
"Pusing."
Tengah malam dihebohkan dengan nona mudanya yang terduduk di depan kamar dalam kondisi berdarah-darah.
"Hidungnya berdarah lagi?" Risa terlihat berjongkok, menyamakan posisinya dengan Anin yang sudah terduduk di depan pintu kamar.
Ia membantu meluruskan kedua kaki nona mudanya yang terlihat pucat pasi.
"Kepalanya lurusin ke depan."
Anin mengikuti intruksi dari pengasuhnya. Kepalanya pusing, padahal ia tak merasakan sakit apapun seharian ini.
Risa membersihkan darah yang sempat berjatuhan di sudut wajah Anin dengan telaten. Ia telah membawa semangkuk air hangat berserta waslap baru yang tersedia pada lemari penyimpanan darurat di lantai yang sama dengan kamar Anin.
"Risa."
"Hm?"
"Darel gak pulang?"
"Dia ada jam kuliah sore, kasian kalo pulang ke sini. Pasti langsung ke apartemen."
"Katanya dia mau sering nemenin gue di rumah. Anter check up, nemenin keliling kota. Tukang bohong ya dia."
"Enggak, Nin. Darel pasti anter kamu kalo bilang mau kemana. Kayaknya kakak kamu lagi ada masalah sama pacarnya."
Anin mengangguk dengan raut datarnya. Darel dan Aileen memang terlalu sering bertengkar karena kesibukan Darel dan melupakan janjinya kepada Aileen.
"Risa?"
"Iya."
"Kenapa orang kalo bohong itu enteng banget, ya?"
"Darel bohongin kamu tentang apalagi?"
Anin menggeleng pelan. "Bantu gue berdiri, tolong Risa."
Risa mencurigai pola tingkah laku Anin. Ia seperti kembali pada masa kesakitan jiwanya kala itu. Sepertinya ada yang membuat Anin resah.
Ia menuntun Anin kembali ke atas ranjang. Risa membantu menarik selimut untuk menyelimuti Anin yang masih mengoceh tentang Darel yang tak kunjung pulang.
Gadis itu terlihat melihat ke arah jendela lalu kembali memperhatikan Risa yang sibuk mengetik di ponselnya.
"Sakit banget, Risa," kata Anin lirih membuat pengasuhnya kembali mendudukkan diri di sisi ranjang.
"Mana yang sakit? Darahnya udah berhenti, perih, ya?"
Anin mengangguk dengan mata yang berkaca-kaca. "Perih banget, kenapa, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Vous Me Voyez 2
Teen Fiction(DILARANG MELAKUKAN COPY DALAM BENTUK APAPUN TANPA IZIN) Sebuah Challenge yang membuat keduanya kembali dalam perseteruan yang menyenangkan tetapi tidak membuat goyah rasa yang telah tumbuh di masa SMA. Namun, keduanya terhalang oleh jarak dan wak...