13. PARASIT INI TULUS KEPADAMU

151 5 0
                                    

"Eh- Dikta?"

Lala yang tengah berada dibelakang Dikta, hanya kaget. Memandang Gisel dengan lekat, melihat gerak-gerik Gisel yang anggun. Lala tersenyum, dibalas juga oleh Gisel.

Mereka kini berada di perpustakaan, setelah kejadian tadi, Lala masih juga mengikuti kemana pun Dikta pergi. Bahkan mereka ke perpustakaan, sedikit capek tapi Lala harus tetap strong.

"Dikta, jarang-jarang loh kesini. Kok tumbenan, kenapa emangnya?" tanya Gisel dengan ramah.

"Perpustakaan pertama, tutup."

Gisel hanya mengangguk, lalu ia tersenyum manis. Sedangkan Dikta hanya senantiasa memasang raut wajahnya seperti biasa.

"Pantesan aja Lo kesini, lagian gue jarang banget ke perpus pertama. Gue sering kesini, jadi nggak tau kalo di sana tutup, Dikta. Maaf-ya?"

"Gapapa. Lo nggak salah, buat apa minta maaf?"

"Lembut banget sama Gisel. Giliran sama gue, kek rentenir!" batin Lala.

"Ngerasa nggak enak aja, sih. Soalnya gue udah banyak nanya, dan mau tau alasan Lo kesini. Gue agak lancang," Gisel hanya menunduk sopan.

"Gapapa, gue duluan."

Gisel mengangguk, lalu Dikta lansung masuk ke dalam perpustakaan, tidak lupa Lala yang mengekori di belakang Dikta. Ia hanya tersenyum pahit pada Gisel, dan melenggang begitu saja.

Setelah berada dibeberapa rak-rak yang menjulang tinggi, Lala menatap Dikta dengan kesal. Ia bersandar di rak buku tersebut, melihat Dikta yang tengah memilah dan memilih berapa buku untuk dipelajari.

"Bener'kan kata gue. Giliran sama yang-ekhem, aja ... Lembut banget. Kalo sama gue kek rentenir!" cetus Lala.

"Sama mbak rumus aja, aduh duh, suaranya udah kayak alunan musik, instrumen film-film kerajaan" sindir Lala.

Dikta yang tengah memilih buku, refleks menoleh kearah Lala. Cowok itu menatap Lala dengan hembusan nafas kasar.

"Gausah ikut campur!"

"Why? Kenapa gue nggak boleh ikut campur, gue itu capar lo, Dikta. Nggak lama lagi kita bakalan bisa uwu-uwu, jadi gue berhak dong untuk ikut campur sama urusan Lo. Apalagi itu persoalan tentang si-ekhem!" jelas Lala.

"Lagian, gue nggak suka Lo deket sama yang lain, sedangkan gue ini udah dari lama nunggu Lo deketin gue. Gue itu suka sama Lo Dikta, pahamin dong, HELEPPP!" kesal Lala.

"Gausah banyak ngatur. Lo bukan pacar gue, begitupun sebaliknya!" ungkap Dikta. "Dan Lo, jangan terlalu ngurusin masalah pribadi gue. Lo bukan siapa-siapa, Lo bukan orang penting di hidup gue. Bahkan, Lo nggak lebih dari parasit, jadi stop gangguin gue!"

"Parasit?" batin Lala miris.

"Parasit ini tulus sama Lo. Parasit ini nggak ada niatan memanfaatkan Lo, nggak ada niatan buat bikin Lo bisa sebenci ini sama dia," lirih Lala.

"Kalo emang bisa ditakar, gue juga nggak mau diberi rasa sedalam ini ke elo sama Tuhan, Dikta. Lo nggak akan ngerti, rasanya suka sama orang, yang nggak pernah bisa ngebales rasa suka itu sama kita!"

Dikta kembali memilih buku, tanpa menoleh pada Lala. "Nggak ada yang nyuruh lo suka sama gue. Harapan Lo terlalu tinggi, sampe-sampe Lo ngerasa sakit sedalam itu."

"Gue juga nggak minta, dan nggak ada yang nyuruh. Rasa itu datang secara tiba-tiba, Dik. Lo nggak pernah jatuh cinta sama orang ya?"

"Nggak!"

"Lo itu kek bunglon, beda orang, beda sikap ya, Dik," ujar Lala.

"Dan Lo parasit, suka menganggu ketenangan orang lain."

PRADIKTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang