21. OLIMPIADE!

149 3 0
                                    

Olimpiade berjalan lancar. SMA Naswara berhasil meraih point terbanyak, daripada SMA Jaya bakti. Besok, adalah babak final, yang akan menentukan pemenang dari olimpiade tersebut. Dikta berjalan dengan santai, tanpa melepas almamater yang melekat di tubuhnya.

Gisel berjalan di samping Dikta, walaupun tidak ada respon dari cowok itu. Ia malah mendekatkan diri, supaya dirinya terlihat cocok dengan cowok itu, dari segi fisik maupun otak. Mereka sama-sama cerdas, hal itu akan di manfaatkan oleh Gisel.

"Akhirnya kita bisa ngalahin mereka. Semoga kerja sama kita, akan bisa bawa kita menjadi pemenang," ucap Gisel, seakan membuka percakapan.

Dikta hanya melirik sekilas, lalu melangkah meninggalkan Gisel sendirian. Gisel yang melihat itu hanya mendengus kesal, lalu berbalik arah ketempat semula. Sedangkan Dikta, hanya berjalan untuk keluar dari ruangan tersebut. Dirinya tidak terlalu suka dengan keramaian.

Cowok itu duduk di lorong sepi, meneguk satu botol mineral dengan tatapan yang lurus ke depan. Namun, langkah kaki yang kini berhenti tepat di depannya, membuat ia berhenti, dan meremas kuat botol plastik yang telah kosong itu.

"Selamat, Lo akhirnya bisa ngeraih skor terbanyak. Gue turut senang dengernya, Lo benar-benar hebat," Lala berkata penuh dengan semangat, dan menyodorkan sesuatu dibalik saku roknya. Lalu dengan gesit memberikannya kepada Dikta, yang hanya mendapatkan tatapan tidak suka dari cowok itu.

"Lala ada coklat putih buat, Dikta. Terima ya, sebagai bentuk rasa bangga Lala buat Dikta. Ngomong-ngomong, Lala suka banget sama coklat putih, makanya Lala kasih ini buat Dikta." ia menyodorkan satu batang coklat dengan pita pink di tengahnya itu kepada Dikta.

"Pergi!"

Perkataan Dikta yang singkat, membuat senyum Lala luntur. Bukan apa, ia sudah mencoba yang terbaik, apakah Lala tidak ada maknanya di mata Dikta, sehingga Lala slalu saja terlihat salah di mata cowok itu.

"Tolong terima coklat ini. Kalau Lo emang nggak suka sama gue, setidaknya terima coklat ini, Dik. Gue beliin ini ngantri, soalnya coklat ini enak, terus mahal lagi. Lo yakin mau nolak?" kelakar Lala.

"Ayo terima?"

"Gue bilang pergi!" geram Dikta, dan berdiri dengan sarkas, membuat Lala sedikit mundur karena refleks.

"Terima dul-"

Perkataan Lala terpotong, oleh Dikta yang dengan cekatan lansung mengambil coklat dengan cepat, membuat senyum Lala lansung terbit. Namun, hanya sesaat sebelum kejadian menyedihkan itu mulai.

"Ini yang Lo mau'kan?" tanya Dikta datar.

Ia lansung menjatuhkan coklat tersebut, dan menginjaknya dengan kejam. Bahkan, coklat itu sudah hancur karena pijakan kaki Dikta yang tidak main-main. Lala tersenyum miris, matanya memanas. Semuanya benar-benar seperti mimpi. Baru saja Dikta membuatnya tersenyum, merasa menjadi manusia paling beruntung.

"Ke-kenapa dipijak?" Lala bertanya dengan bibir yang bergetar menahan tangis. Gadis itu sekuat tenaga agar tidak menangis di depan Dikta.

"Gue udah bilang, jangan ganggu gue lagi. Kehadiran Lo bikin gue terganggu, Larisa. Lo cuma parasit di hidup gue. Hidup gue jadi sial karena Lo masuk kedalamnya. Gue benci sama Lo!" sentak Dikta dengan kuat.

Dikta menuding Lala dengan jari telunjuknya. "Asal Lo tau, gue muak sama semua tingkah Lo. Tingkah Lo yang seolah-olah ngerasa kalau lo adalah pacar gue itu, murahan!"

"Lo bukan orang yang gue mau, sekeras apapun Lo berjuang, kalau bukan Lo yang gue mau ya percuma! Mulai sekarang jangan ganggu gue lagi!" ucap Dikta dengan nada dingin, berusaha untuk meng-stabilkan emosinya.

PRADIKTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang