23. MORA PUTUS?!

210 5 0
                                    

Dikta, menyusun berkas-berkas penting yang sudah ia siapkan dari lama. Ia melepaskan kaca matanya, dan menyimpannya. Menutup laptopnya yang masih menyala dengan hembusan nafas lelah.

Ia meraih ponselnya, yang berada di atas meja tepat di samping laptopnya. Membukanya, dan membuat Dikta lantas kaget dengan apa yang ia lihat barusan.

Larisa M: Dikta!

Larisa M: Dikta!

Larisa M: DIKTAAA!

Larisa M: Assalamualaikum calon imam di masa depan guee!!

Larisa M: DIKTA I'M COMING!

Larisa M: Lo pasti lagi belajar, belajar mencintai gue yekann?

Larisan M: Dikta, balesss dong!

Larisan M: Berhubung gue cantik dan baik hati, jadi gue bakalan mau jadi pacar Lo, mau Lo halalin sekarang juga gapapa!

Gila! Batin Dikta.

Larisa M melakukan panggilan telepon

Larisan M melakukan panggilan video

Dikta menutup ponselnya, tanpa mau membalas pesan yang Lala kirimkan sebanyak-banyaknya padanya. Dikta kini beranjak pergi keatas kasur, dan merebahkan tubuhnya di sana. Bayangan Lala tersenyum, selalu melintas di benaknya. Apalagi, kejadian tempo hari, di mana ia meneriaki perempuan itu dengan sekasar-kasarnya.

"Gue seharusnya nggak marah sama kejadian kemaren - "

"Tapi, kenapa gue marah?"

"Gue nggak boleh ada rasa sama dia!"

"Tapi kenapa argh! - kenapa dia selalu ada diingatan gue, kenapa?!"

Dikta melempar sebuah buku ke sembarang arah. Bagaimana bisa raut wajah Lala tersenyum, selalu saja menempel di sela sudut-sudut pikirannya. Bibirnya berkedut, tak mampu menahan senyum yang seakan mengembang.

***

Lala bolak-balik di depan jendela kamarnya. Ia mengintip ponselnya dengan takut-takut, namun sebuah kekecewaan membuatnya menghela nafas berat. Menumbangkan dirinya ke atas ranjang, dengan netra yang tertuju pada sebuah layar ponselnya miliknya.

"Dikta emang bener-bener, giliran udah niat ngirim dia chat, tapi malah di read doang!"

"Astaga Diktaaa! Lo ketemu di mana lagi coba, cewe kayak gue yang mau ngechat cowok duluan, heh? Lo itu cowok beruntung Dikta, walaupun Lo nggak beruntung di kejar sama gue!"

"Tapi, gapapa!"

Ia merapikan anak rambutnya. Lalu tersenyum cerah, ia akan membuat Dikta benar-benar menjadi bucin. Lala harus bisa taklukan hati cowok ber-istana Elsa itu.

"Istana Elsa sama sikap Lo, masih dinginan sikap Lo ke gue, Dik. Gimana caranya gue bikin lo jadi nggak dingin lagi sama gue? Nggak mungkin kalo Lo gue rebus supaya panas!" Lala bermonolog sendirian di dalam kamar yang sunyi itu.

PRADIKTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang