6,9,12,15

4 3 0
                                    

Seorang gadis tengah berjalan dengan tergesa-gesa, sedari tadi dering telfon ia abaikan yang sudah jelas pasti dari ayahnya.

Dia terus menambah kecepatan agar cepat sampai dirumahnya, karena terlalu panik dan terburu-buru Novela tanpa sadar menabrak seorang laki-laki yang seumuran dengannya.

"Aduh. Maaf banget, aku enggak sengaja", ucap Novela sambil mengulurkan tangannya

Laki-laki tersebut berdiri dengan bantuan tangan Novela, "Thanks".

Novela tersenyum, sebab ia berasa bahwa ternyata masih terdapat seseorang yang mengganggap bahwa dirinya ada, "Nama kamu siapa?", tanya Novela

"Seloka Baita", jawab laki-laki tersebut.

Novela memandang seragam yang digunakan oleh Seloka, ternyata seragam Seloka sana seperti yang digunakan oleh dirinya, "Kita satu sekolahan?".

"Iya"

"Tapi aku jarang liat kamu" tanya Novela sambil mengerutkan keningnya.

Seloka memandang Novela kemudian dia melangkah mendahului Novela, "Kamu yang terlalu fokus sama satu titik, hingga titik lainnya tidak terlihat olehmu", ucap Seloka kemudian pergi meninggalkan Novela.

"Bukan salahku, jika aku terlalu fokus satu titik. Hanya saja kamu bukan objek yang aku inginkan", kata Novela sedikit keras agar dapat didengar oleh Seloka.

Merasa bahwa perkataan diabaikan oleh Seloka, Novela melanjutkan perjalanannya. ia berbelok untuk menuju rumahnya.

Dering ponsel kini berbunyi lagi, Novela melihat siapa yang menelfonnya, bukan ayahnya melainkan Nawala. Ia menggeser tombol hijau pada handphonenya

"Kak, di mana?. Cepat pulang ayah udah marah-marah" ucap Nawala pada telfon

Novela semakin mempercepat jalannya, "Iya, kakak udah dekat rumah, Nawa", kemudian Novela mematikan sambungan telefon tersebut.

Karena terlalu terburu-buru Novela tidak sadar bahwa dihadapannya terdapat genangannya air, karena sedang musim hujan, jalan yang berlubang menjaga genagan air.

Novela tersandung kakinya sendiri, ia jatuh terduduk di genagan air. Seragam putih biru yang ia gunakan,  kini baju putihnya telah berubah menjadi kecoklatan karena genagan air tersebut.

"Astagfirullah".

"Ya Allah", ucap Novela reflek.

"Bajuku kotor semua, astagfirullah", kata Novela sembari menatap bajunya yang basah dan berubah warna menjadi coklat.

Novela berdiri, ia melanjutkan melangkah kakinya menuju rumahnya yang sudah tidak jauh lagi.

♪♪♪

Rumah yang sederhana menurutnya tidak terlalu besar, dan tidak kekecilan juga. Tidak ada yang berubah dari rumah itu, hanya saja orang-orangnya yang berubah.

Di halaman rumahnya, terdapat Nawala yang sedang berdiri di teras seperti menunggu kepulangannya.

"Kenapa baru pulang?" tanya Nawala tanpa menatap Novela, bagi Novela itu hal yang biasa, karena memang dirinya tidak terlalu dekat dengan Nawala.

"Maaf, tadi ada kendala dijalan" kata Novela

Nawala membuang nafasnya lelah, jujur saja kalau bukan karena perintah dari ayahnya dirinya pun tidak akan berada dihadapan kakaknya sekarang.

"Ayah di dalam udah nunggunya dari satu jam yang lalu" kata Nawala kemudian melangkahkan kakinya untuk memasuki rumah. "Kakak mendingan lewat pintu belakang deh, itu tubuh kakak basah semua", lanjut Nawala.

Detak jantung Novela berdetak sangat kencang, ia takut jika dirinya disiksa lagi olehnya. Novela masuk lewat pintu belakang, seperti yang Nawala bilang. Ia membersihkan tubuhnya.

Setelah membersihkan tubuhnya, Sagara datang ke kamarnya, "Kak, ayah udah nunggu meja makan. ayok kebawah, Kak", kata Sagara

"Iya, Saga. Kamu duluan nanti kakak nyusul " ucap Novela.

Novela memberanikan dirinya untuk menuju ruang makan, yang sudah terlihat adik-adiknya serta ayahnya tengah duduk dan menunggu dirinya.

"Maaf, Ela terlambat", ucap Novela yang berhasil keluar, yang dibalas senyuman oleh Sagara, sedangkan Nawala hanya diam saja, tidak menampilkan ekspresi apapun.

"Saya tidak peduli", bagaikan kaset rusak kata-kata tersebut sungguh menyakiti Novela, apalagi tatapan tajam yang ayahnya tunjukkan pada dirinya.

Novela duduk di bangku kosong, mereka mulai menyantap makanan yang ada dimeja. Tiba-tiba saja Purwapada mengeluarkan suara, "Novela, saya akan memasukkan kamu ke sekolah SMA Negeri Adiwiyata."

"Tapi, Yah. Aku mau masuk SMA pilihan aku" sanggah Novela.

Purwapada menatap tajam anak perempuannya itu "Terserah saya, keputusan saya tidak bisa diganggu gugat. Untuk Sagara dan Nawala nanti kalian akan masuk ke SMA Swasta". Novela ingin mengeluarkan pendapat namun ia urungkan.

"Aku mau masuk SMA Negeri" ucap Sagara membantah

"TIDAK ADA BANTAHAN" sentak Purwapada, lalu meninggalkan meja makan.

"Kalian gak bisa apa, terima aja keputusan Ayah" , ucap Nawala yang masih fokus memakan makanannya.

Novela menghembuskan nafas beratnya, dirinya benar-benar bingung sekarang, menerima sekolahan pilihan ayahnya atau sekolah keinginannya.  Nafsu makan Novela telah lenyap begitu saja.

Sekarang Novela bingung akankah ia mengikuti pilihan ayahnya atau justru tetap bertahan dengan pilihannya sendiri.

"Bisa jadikan, ayah milihin sekolahan yang terbaik untuk kita"  ucap Nawala.

"Yang terbaik menurutmu, terbaiknya cuma untuk kita? sedangkan Kak Ela dia disekolhan, disekolahkan Negeri" jelas Sagara

Kepala Novela pusing, rasanya seperti ingin pecah. Dirinya ingin tenang namun justru menambah suasana yang kurang mengenakkan.

"Udah cukup. Sagara sekolah SMA Negeri juga bagus. Sekolah dimana pun fungsinya tetap sama kan?", kata Novela.

"Tuh dengerin kata Kak Ela", ucap Nawala lalu pergi menuju kamarnya.

"Kak maafin Sagara ya", Novela mengerutkan keningnya. "Kenapa minta maaf kamu enggak salah" ucap Novela sambil tersenyum.

Novela merentangkan tangannya, "Sini peluk".Sagara bangkit dari duduknya dan mengapiri Novela lalu memeluknya.

Mereka berpelukan, tidak ada yang tau apa yang akan terjadi keesokannya. Novela selalu berharap bahwa esok akan lebih baik daripada sekarang.

LUKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang