Natrium

4 3 1
                                    

Novela pulang bersama dengan Aksara, cuaca mendung yang menghiasi langit,  Matahari yang sedang bersembunyi seperti tidak ingin menyinari cahaya.

Rintik-rintik hujan yang mulai turun membasahi bumi, dan orang yang sedang berlalu lalang, melintas di jalan. Dari anak-anak, remaja, dewasa bahkan ada yang sudah lansia. Beberapa memilih tetap melanjutkan perjalanan mereka, namun ada yang memilih singgah untuk berteduh.

Ada anak kecil yang bermain air hujan dengan temannya, mereka tertawa bersama. Saling melempar air sehingga baju yang mereka gunakan basah, cipratan air hujan yang anak-anak itu lakukan tidak sengaja mengenai Novela dan Aksara yang sedang berteduh di Halte.

Kemudian anak-anak tersebut menghampiri Novela dan Aksara, "Kakak, kami minta maaf. Enggak sengaja beneran, kami lagi bercanda kayaknya kakak cantik sama kakak ganteng kena deh" ucap anak laki-laki tersebut.

"Iya kak, jangan marah ya. Kata bunda kalau marah jadi serem, kak", ucap anak perempuan yang disamping anak laki-laki itu.

Novela yang tadinya berteduh, kini menghampiri  anak-anak itu, yang membuat Novela ikut kehujanan, "Iya kakak enggak marah, kakak ganteng juga enggak marah tuh " , ujar Novela sembari menunjuk Aksara yang juga  sedang menatap mereka.

Aksara menghampiri mereka, "Kalau kakak cantik enggak marah, kakak ganteng juga enggak dong" ucap Aksara kemudian berjongkok menyamakan tinggi badannya dengan anak-anak itu.

"Nama kalian siapa?" tanya Novela.

"Nama aku Aksi, kak" ucap anak laki-laki itu. Lalu menunjuk anak perempuan yang berada disampingnya, "Kalau dia namanya Amara"  lanjutnya.

Amara tersenyum menunjukkan gigi rapihnya, senyum manis yang ia tunjukkan kepada remaja yang tidak memarahinya, "Kakak baik deh, kata bunda orang baik disayang  Tuhan" ucap Amara, yang dibalas anggukan oleh Aksi.

"Kak, aku sama Amara pulang dulu ya, takut nanti dicariin Bunda. Kakak ganteng sama kakak cantik mukanya mirip, kaya aku sama Amara, tapi aku sama Amara kakak adek" , ujar Aksi kemudian mengandeng Amara lalu pergi meninggalkan Aksara dan Novela.

"Eh, emangnya muka kita mirip ya, Sa?." ucap Novela menatap Aksara.

Aksara menganggukkan kepalanya, "Mirip, kita jodoh" kata Aksara asal, namun dalam hati ia mengaminkan ucapannya.

"Seragam kita basah nih?, sekalian ikut hujan-hujanan juga ayok" ajak Aksara kemudian menggenggam tangan Novela.

Aksara dan Novela tertawa dibawah air hujan yang begitu deras, "Aksara, dingin gak?".

Aksara menggelengkan kepalanya, bahwa dirinya tidak kedinginan, namun bibirnya pucat yang membuat Novela khawatir, "Aksara kamu pucat banget" ucap Novela dengan nada khawatir.

Bukannya menjawab ucapan Novela, Aksara justru tersenyum, ia tersenyum dibawah hujan. Dari kecil ia belum pernah bermain air hujan, sekarang Aksara senang bisa bermain air hujan bersama perempuan yang Aksara suka. Aksara menyukai Novela sudah lama tetapi baru ini ia memiliki kesempatan untuk dekat dengan Novela.

Badan Aksara terjatuh berbaring, mata Aksara menutup. Novela ketakutan, ia takut terjadi sesuatu dengan Aksara. Novela menepuk pipi Aksara dengan pelan, "Sa, bangun. Jangan buat aku khawatir, aku takut, Sa" ujar Novela.

Tiba-tiba Novela merasa terdorong, sehingga Novela terjatuh membuat tangannya perih, sebab tangannya ia gunakan untuk menyanggah tubuhnya.

"Walgita" ucap Novela.

Walgita yang mendorong Novela, "Sa, bangun" Walgita membiarkan Novela, fokusnya hanya pada Aksara. Ini memang bukan pertama kalinya Aksara pingsan, sudah sering. Namun ini pertama kalinya Aksara bermain hujan, tubuhnya yang tidak kuat dan mudah sakit membuat Aksara dilarang bermain hujan sedari kecil.

"Kamu, harusnya jangan ngajak Aksara bermain air hujan, tubuh Aksa mudah sakit, dia dari kecil gak pernah hujan-hujanan dan kamu orang yang pertama ngajak Aksara hujan-hujanan. Liat sekarang Aksara pingsan " ucap Walgita membentak Novela.

"Aksara, sakit jantung" ucap Walgita lirih, dirinya kalut dan khawatir dengan kondisi Aksara.

"Aku saudara, Aksa. Aku gagal jaga Aksara " Novela merasa sangat bersalah karena dirinya menerima ajakan Aksara untuk bermain hujan. Tidak hanya Walgita yang khawatir, Novela juga khawatir dengan Aksara.

Seorang wanita paruh baya yang cantik menghampiri Walgita, "Gita, bagaimana bisa Aksara pingsan seperti ini" tanya Riana, Ibunda Aksara.

Dapat Novela lihat wanita tersebut mirip dengan dirinya, ya walau sekilas. Tapi Novela merasa bahwa benar perkataan Aksi tadi, bahwa Novela dan Aksara mirip, tapi sepertinya itu hanya kebetulan.

Kemudian datang sopir pribadi Ibu Aksara, yang membawa Aksara ke mobil mereka. Ibu Aksara mengabaikan Novela yang sedari tadi menatap mereka, fokusnya hanya kepada anaknya yang tidak sadarkan diri.

"Awas kamu, kalau terjadi apa-apa sama Aksara. Kamu orang pertama yang aku cari" ancam Walgita, Novela menyingkir.

"Aku udah minggir, kata kamu awas. Silahkan pergi"  ucap Novela. Walgita kesal lalu meninggalkan Novela dibawah hujan

Melihat Ibu Aksara yang begitu khawatir dengan Aksara, ia jadi merindukan bundanya yang kini sudah berada di atas, Tuhan lebih sayang bunda nya.  Novela menangis dibawah air hujan, tadi ia tertawa bersamamu Aksara. Sekarang ia menangi sendirian.

Novela merasakan bahwa terdapat jaket dipunggungnya, lalu ia menoleh kebelakang terdapat Seloka yang sedang memayunginya, sehingga ia tidak air hujan tidak membasahi tubuhnya. Namun,  air hujan membasahi Seloka.

"Sel, kamu kehujanan" ucap Novela

"Gapapa, aku suka" balas Seloka lalu tersenyum menatap Novela.

"Tapi nanti kamu sakit" kemudian Novela juga memegang payung yang Seloka pegang, "Biar kamu enggak kehujanan juga".

"Aku usah sakit, El" ucap Seloka, kemudian menunjukkan tepat dihatinya. "di sini, sakit".

Novela takut, takut jika Seloka sakit seperti Aksara, ia panik, "Tuh kan kamu jadi sakit" ucap Novela khawatir.

"Sakit lihat kamu sama Aksara, El" ucap Seloka, yang justru mendapat pukulan ringan di pundaknya dari Novela

"Kamu, aku udah khawatir juga. Aku sama Aksara cuma temen kok, kaya aku sama kamu" ucap Novela

Seloka yang tadinya tersenyum, kini senyumnya pudar. Ternyata Novela menganggapnya cuma teman, nyesek itulah yang Seloka rasa.

Seloka bukan menyukai Novela saja, tapi jatuh cinta pada Novela.

Air hujan saksi Seloka bahwa Seloka melihat Novela tertawa bersama Aksara, Seloka juga melihat Aksara pingsan dan melihat juga Novela dibentak oleh Walgita.

Tadinya Seloka ingin pergi membiarkan mereka,  namun  Seloka urungkan, dirinya tidak bisa melihat Novela sedih sendiri. Kini hujan menjadi saksi kisah mereka, antara Aksara, Novela dan Seloka.

LUKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang