3 3 0
                                    

"Coba deh kamu seperti anaknya rekan ayah. Gak banyak ngebantah", ujar Purwapada, ayah Novela.

Siapa yang tidak sakit, jika kita bisa menjadi diri sendiri. Mengapa harus menjadi orang lain untuk dihargai?.

Novela menatap ayahnya, ia berusaha menahan air matanya yang akan terjun begitu saja. Mungkin menurut beberapa orang kata-kata tersebut hal yang biasa, tetapi tidak untuk Novela kata-kata itu begitu menyakiti hatinya.

"Biar aku balik ucapan ayah barusan. Coba deh ayah seperti ayahnya temen aku. Aku juga pasti bakalan nurut sama ayah", ucap Novela yang terkesan membantah

"Oh, bagus sekarang udah berani ya. Siapa yang ngajarin?", tanya Purwapada dengan nada tinggi, sehingga dapat dengan jelas urat-urat disekitar lehernya itu terlihat.

"Ayah, ada apa si sampai lantai atas kedengarannya" ucap Sagara sembari menuruni tangga, dengan Nawala yang berada dibelakang tubuh Sagara.

"Pagi-pagi ribut, bermanfaat enggak, bikin kuping panas" , ujar Nawala.

"Itu kalian bilang ke kakak kalian, seharusnya jadi anak itu nurut sama orang tuanya seperti anak rekan kerja ayah", ucap Purwapada kepada Sagara dan Nawala, kemudian ia mengambil tas kerjanya lalu pergi begitu saja.

"Baik, cantik, sopan sama orang tua dan satu lagi dia pinter lebih pinter dari kamu", ujar ayah Novela ketika melewati Novela.

Novela lelah dengan ucapan ayahnya yang selalu begitu, membandingkan dirinya dengan anak rekan kerja ayahnya.

"Lain kali, kalau ayah ngomong diam aja, Kak" , ujar Nawala sembari memijat jidatnya dengan tangannya sendiri, Nawala benar-benar pusing jika harus setiap hari mendengar perdebatan ayahnya dan kakak perempuannya, Novela.

Novela menatap jam yang ada ditangannya,  dirinya hampir terlambat apalagi ini adalah hari pertama ia akan melaksanakannya MPLS, Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah.

"Iya maaf, kakak berangkat. Sarapannya udah ada dimeja", ujarnya pergi tergesa-gesa.

"Na, kasian ya Kak Ela, harus bangun pagi, nyuci baju kita semua, belum lagi kalau dia capek-capek masak pagi tapi enggak dimakan sama ayah" ucap Sagara tiba-tiba saat mereka berdua sedang sarapan.

"Udah biasa kali, lagian itukan emang tugas perempuan. Kalau gak mau capek, gak usah ada di dunia, langsung ke surga aja. Kan tau sendiri ayah gak bisa sarapan pagi" jawab Nawala sambil memakan roti tawar dengan selai.

Sagara mengangguk-anggukkan kepalanya, "Eh__*

"Berisik" Nawala

♪♪♪

Kini Novela berada di SMA Adiwiyata, SMA pilihan ayahnya. Ia sudah menjadi anak yang nurut semua keinginan ayahnya, tetapi tetap aja  ayahnya selalu membandingkan dirinya dengan anak rekam kerja ayahnya.

Dikira enggak capek. Padahal capek banget batin, hati, dan pikiran.

Saat Novela sampai ternyata, semua peserta MPLS ternyata sedang dikumpulin di lapangan utama  sekolahan.

Novela melangkahkan kakinya menuju seorang kakak kelas perempuan, "Maaf kak, saya terlambat" ucap Novela.

"Maaf kamu bilang? yang lainnya panas-panas, kamu baru berangka", ujar kakak kelas tersebut.

Novela hanya bisa menundukkan kepalanya, sebelum perkataan kakak kelasnya membuat dirinya terkejut, "Cepat lari lapangan ini " lanjutnya.

Novela mulai berlarian, nafasnya mulai memburu dan tidak teratur. Saat Novela lari memutari lapangan semua tatapan mata, tertuju padanya.

"Berhenti, dek" ujar seorang kakak kelas yang berbeda dengan yang menyuruhnya lari.

Tiba-tiba datang kakak yang menyuruh Novela lari, "Maaf dek, tadi kakak cuma disuruh ngerjain perserta MPLS", ucap Nesha, dapat dilihat dari papan nama di seragamnya.

Novela tersenyum dan menganggukkan kepalanya, "Lagian aku juga salah, aku telat" ucap Novela.

"Yaudah silahkan kamu, menuju barisan kamu sesuai gugus kamu"  ujar Nesha, dibales anggukan dan pergi menuju barisan gugurnya.

"Ih, kesel aku tadi, Kak Nesha seenaknya aja bilang kalau itu cuma disuruh. Padahal tadi waktu nyuruh lari dia enggak ada unsur disuruhnya tuh", ujar teman satu gugusnya, Cahaya Mentari.

"Enggak boleh gitu. Siapa tau beneran kak Nesha disuruh kan terus dia harus profesional" ucap Novela menenangkan Cahaya.

"Berisik" ujar teman laki-laki Novela di gugusnya yang fokus membaca komik, Novela terkejut kita mengetahui siapa teman laki-laki itu, Aksara Sastra.

"Maaf kalau suara aku sama Cahaya ngeganggu kamu" kata Novela sambil menoleh ke belakang untuk berbicara dengan Aksara.

Aksara mengangkat kepalanya sehingga tatapan matanya, saling tatapan dengan Novela, "Bukan kamu, tapi kepalaku. Suara yang entah dari mana" ujar Aksara.

Novela terdiam, ia bingung harus bagaimana, "Kamu bilang ke kakak PJ, biar istirahat di kelas atau di UKS. Mungkin kamu enggak enak badan"  ucap Novela.

Fokus Novela kepada kakak kelas yang sedang menjelaskan tentang tata tertib di sekolah, dan juga dengan Aksara yang kini bibirnya pucat, "Pusing", ujar Aksara.

Novela mengangkat tangannya, semua mata tertuju padanya. "Oke silahkan dek, untuk jawab pertanyaan kakak. Sini maju dek" ujar kakak kelas yang tadi menjelaskan tentang tata tertib.

Karena Novela tidak maju-maju, kakak PJ menghampiri Novela, "Ayok dek, maju" ujar kakak tersebut yang di papan manaa tertulis Kumala.

"Kak tolong, teman saya sakit. Saya sengaja lama majunya biar ada kakak PJ gugus yang datang kesini. Seharusnya ada kakak PJ minimal satu untuk memastikan adik-adiknya, Kak. " ucap Novela, kemudian ia berdiri, hendak melangkah kakinya untuk maju namun, seragamnya ada yang ditarik oleh Aksara.

Aksara tidak mau menuju UKS, dia lebih baik disini sembari menatap Novela. " Istirahat di UKS dulu, nanti jam istirahat aku ke UKS ngecek kamu" ucap Novela, seketika tangan Aksara yang berada diseragam Novela terlepas.

"Wah, tepuk tangannya dong" ucap kak Mars, membuat semua peserta MPLS bertepuk tangan.

Kak Mars tersenyum, "Aduh manis namanya siapa?" tanya kak Mars

"Novela" jawab Novela

"Novela, 08 berapa?"  canda kak Mars yang mendapatkan sorakan heboh.

"Wah Kak Mars"

"Parah, buaya guys"

"Novela hati-hati"

Kak Mars menggelengkan kepalanya, " Bercanda ya guys"

Novela hanya tersenyum, sejujurnya dirinya paling males seperti ini. Tapi jika ia tidak maju pasti Aksara masih dilapangan karena tidak ada kakak PJ yang dibelakang  barisan.

"Oke, Novela kakak ulangi yang pertanyaannya. Sebutkan peraturan yang di sekolah kita ini!", ucap Kak Mars.

Novela mengambil nafas kemudahan mengembuskan perlahan, "Tidak boleh menggunakan make-up secara berlebihan. Menggunakan sepatu hitam, tetapi pada hari selain Senin dan Jumat boleh memakai sepatu berwarna putih" jawab Novela, kemudian riuh suara tepuk tangan.

"Wah, terimakasih Novela, silahkan duduk" ucap Kak Mars yang membuat Novela langsung menuju barisannya.

Saat di barisannya, "Tadi waktu kamu maju, Aksara belum mau ke UKS tapi waktu kamu jawab pertanyaan Aksara pingsan, akhirnya digotong sama kakak kelas" ucap Cahaya, yang membuat Novela ingin mengecek Aksara.

"Tenang aja Aksara aman kok, istirahat kita masih lama jangan terlalu dipikirin, Aksara disana pasti ada yang ngurusin" ucap Cahaya.

"kakak PJ yang lainnya berada dibelakang barisan gugusnya, sedangkan kakak PJ kita kemana? masa enggak ada satupun" kata Novela sembari mendengarkan pandangannya.

"Udah, fokus sama kak Mars aja" ucap Cahaya membuat mereka melanjutkannya menyimak penjelasan dari Kak Mars

LUKA (SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang