Aku tidak tahu kenapa waktu berlalu dengan sangat cepat. rasanya baru kemarin angel mendapatkan beasiswa. Sebulan berlalu begitu saja dan tiba-tiba kebersamaanku dengan Angel hanya tinggal menghitung hari. Karena itu, Aku memenuhi janjiku padanya untuk makan di cafe. hari ini kupaksakan diriku meski badanku rasanya sungguh tidak enak. badanku pegal dan kepalaku pusing.
"Lina," seseorang memanggilku.
Aku menoleh dan tersenyum riang saat melihat wajah Oliv, temanku.
"Kau kemana saja ?" Selidiknya yang membuatku terkesiap.
Cepat-cepat aku menelan makananku dan menyenggol kakinya.
"Apa ?" Heran Oliv.
"Ikuti aku," jawabku menariknya ke meja kosong di pojok cafe.
Begitu mendudukkan dirinya di meja ujung itu, olive mendekatkan wajahnya padaku.
"Kau masih bersama tuan Ethan ?"
Aku menjentikkan jari "Nah! Itu yang mau kubicarakan!"
"Aku masih bersamanya karena sebuah perjanjian. tapi aku tidak bisa bilang karena itu akan melanggar isi perjanjianya," jawabku langsung pada inti.
Kening Oliv mendadak berkerut.
"Sampai berapa lama ?""Mungkin satu tahun."
"Apa !?"
"Dengarkan aku dulu, selama aku terikat dengan perjanjia, jangan temui aku. Dan tolong rahasiakan dari siapapun termasuk adikku."
Raut wajah Oliv mengeras. "Kau tidak sedang bercanda, kan ?
"Aku serius!"
Pemuda itu menghela napas sebelum akhirnya mengangguk.
"Kalau itu memang keputusanmu, aku bisa apa. Aku akan menjaga rahasiamu, semoga."
"Terima kasih, Oliv. Ku pegang janjimu sampe aku mati."
Aku memberi isyarat. "Ayo kembali kemeja tadi."
Aku dan Oliv melangkah beriringan ke tempat semula. Angel tidak bertanya apapun saat aku dan oliv kembali ke hadapannya. ia duduk diam, menyaksikan seperempat bagian kue keju dan memesan secangkir hot matcha latte untuk sahabatku itu.
Jaringan ponsel memecah keheningan antara kami. Nama Cindy muncul di layar. seperti biasa, aku menjauh dari angel dan pergi menuju keluar cafe.
"Halo, ada apa ?"
"Kau di mana ?"
"Aku di cafe bersama angel"
"Ini sudah waktunya."
"Waktu ? Waktu untuk apa ?"
"Datanglah ke rumah sakit bersama Ethan. Dia akan menjemputmu."Tanpa ada kata penutup, sambungan telfon seketika mati. Lalu aku kembali ke mejaku lagi, kemudian memanggil pegawai cafe dan memberikan sejumlah uang padanya. Angel dan oliv memandang ku bersamaan.
"Aku harus pergi. Ada urusan. Angel, kau pulang sendiri, yah."
"Kebetulan aku juga mau ke toko buku. Aku duluan kalau begitu," sahut angel.
Ia pun meninggalkan aku dan oliv berdua di cafe. dari kejauhan aku melihatnya berjalan ke arah halte bis. seketika hatiku mencelos menyadari dia akan pergi jauh. ketika ia menaiki bis, mataku mendadak berair. tapi aku berusaha keras menahan diriku agar tidak menangis. Ini konyol, Angel belum berangkat tapi aku sudah terlanjur terbawa perasaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
viewpoint
Ficção Adolescente[KARANGAN SENDIRI !] [ORIGINAL!] Jika aku analogikan , ia seperti grand piano, hitam dan putih dalam satu tempat, aku terjebak di ambivalensi dan keindahannya memukauku. Tapi di sisi lain ia dingin, rumit, dan sulit kupahami dengan segala kebenciann...