fragment 1.11 : beautiful sparkling eyes

9 3 6
                                    

    Pria bernama Ethan itu benar-benar tipikal pria setia yang datar dan tegas pada wanita, atau mungkin hanya padaku. Hanya karena isi perjanjian itu saja yang membuat sikapnya padaku terpaksa baik dan manis. Aku paham. Aku tidak bisa menyalakannya. Ia hanya terpaksa melakukan perintah istrinya.

  "Jadi sampai kapan kita di apartemen ?" Selidikku di hari kedua.

  Ia tidak menyahut.

    "Aku tidak ingin terlalu lama denganmu," celetukku lagi.

    "Kenapa ? Takut jatuh cinta ?"

  Aku mengendus. "Aku baru takut muda karena hipertensi."

  Ethan menunjuk hidungku. "Masih muda tapi penyakitan, lemah."

    "Bukan penyakitan!" Balasku menepis tangannya dengan jengkel. "Kau yang menghabiskan kesabaranmu!"

  Aku menarik nafas panjang demi meredam emosi. aku jadi memikirkan sesuatu yang mungkin memang harus aku lakukan sejak semalam. Aku pun ke kamar dan mengacak-ngacak koper untuk mengambil sesuatu. setelah mendapatkan benda itu aku menghampiri Ethan di ruang keluarga.

    "Ini." Aku menyodorkan botol kecil padanya. "Ini mungkin akan membantu kita."

  Dalam hitungan detik, wajahnya memerah. Ia menatapku tidak percaya.

    "Kau pikir aku membutuhkan ini ? Hah ? Kau pikir aku tidak sanggup membuatmu....." Ia tidak melanjutkan kalimatnya.

  Aku merebut kembali obat itu.

    "Membuatku apa ? Humm ? Apa ?" Tanyaku menuntut.

  Ethan tidak menyahut. Ia justru bersandar di sofa sambil menonton televisi. Aku menghela nafas. Di situasi seperti ini, aku harus memikirkan cara bagaimana agar kami bisa melakukannya dengan baik. Suka tidak suka, aku harus melakukannya.

  Saat melihat iklan minuman, mendadak terlintas. Sebuah ide klasik dalam otakku. Aku tersenyum miring lalu melangkah ke dapur untuk membuat dua cangkir teh sebagai penghangat suasana.

    "Ini..... Sebagai permintaan maafku" ucapku menyodorkan secangkir teh padanya.

    "Untuk apa ini ? Kau mau meracuni ku yah ?" Pria itu menatapku dengan sorot mata menghakimi.

    "Sembarangan, semua ini untuk hal yang membuat mu kesal padaku."

    "Baiklah, permintaan maafmu diterima." Ia menerima teh dariku dan Langsung meminumnya.

  Aku tertawa dalam hati. Ia telah jatuh dalam jebakanku.
Rasakan itu Ethan

  beberapa menit telah kami lalui dalam keheningan. Pria itu lebih suka melihat televisi sambil menyeruput teh daripada melihat kecantikanku yang hakiki. Setelah tehnya habis, ia menuju dapur dan meletakkan cangkir itu di tempat cuci piring.

  Enthan kembali dan menatapku dengan wajah masam.

    "Lina, kenapa botol obatnya kosong ?" Tanyanya.

  Napasku mendadak sesak. Matilah! Aku lupa membuangnya !

    "Aku tidak sengaja menumpahkannya," jawabku mencoba tenang.

    "Kemana ? Kedalam tehku ? Todongnya tajam.

  Aku tersenyum tolol. Masa bodolah, sudah ketahuan juga.

    "Lina! Sudah ku bilang kalau aku tidak butuh itu! Aku bisa membuatmu......."

  Aku memotong kalimat nya dengan cepat. "Aku tidak mau kau melakukannya setengah hati! Itu hanya akan membuatku merasa buruk. Asal kau tahu, aku juga memasukkan obat itu kedalam tehku. Bukan karena kau tidak menarik, tapi masalahku yang kompleks. Tiga tahun yang lalu. Itu jawabanku untuk pertanyaanmu semalam."

  Kejujuranku membungkamkanya.

    "Terserah." Ia melengos dan kembali menonton televisi. "Tadi aku sempat baca kalau dosisnya hanya tiga tetes. Kenapa botolnya kosong ?"

   DDANG!

  aku menggigit bibir.

    "Itu.... Aku tidak sengaja menumpahkan sisanya kedalam tehmu....."

    "APAA????"

  Sudah 10 menit berlalu sejak tragedi minum teh itu. aku menelan ludah. pikiranku jadi kacau dan tubuhku mulai terasa aneh.aku melirik Ethan. ia menatapku tajam yang membuatku ciut. Aku berusaha menguasai diriku.

  Sialan! Obat itu membuat hormonku memberontak padahal hanya tiga tetes. aku jadi ngeri memikirkan bagaimana nasib Ethan yang meminum nyari sebotol. demi apapun rasanya aku ingin mencabik leherku sendiri.

    "Ah! Aku tidak tahan lagi!" Teriaknya yang membuat jantungku nyaris lepas.

    "Kau baik-baik saja ?" Tanyaku memastikan. Pertanyaan bodoh dan hanya sekedar basa-basi busuk karena aku tidak tau harus mengatakan apa.

    "Aku overdosis obat perangsang dan kau masih bertanya apa aku baik-baik saja ?" Ethan balik bertanya dengan nafas yang terdengar berat. Ada kemarahan sekaligus hasrat dalam tatapannya.

    "Maafkan aku....," Ucapku tertunduk.

    "Tidak usah berlagak malu setelah kelakuanmu tadi! Lihat wajahku!"

  Aku melotot mendengar tuduhannya.

    "Heh! Aku kan ti...."

  Usapan lembutnya di bibirku membuatku seketika gagu. darahku berdesir. ia menyusuri kulit wajahku dengan gerakan memprovokasi dan menghasilkan aliran chemistry sempurna. rasanya seperti ada ribuan kembang api yang meletup dan kebahagiaan dalam dadaku yang sangat memabukkan.

    "Lakukan tugasmu dengan baik," bisiknya.

  Aku tahu, Ethan....




***************

 

viewpointTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang