***
OMG!
Gak nyangka kalian se-excited itu hiks😭.
Makasi banyak!!!❤.
***
Aidan tertawa bahagia dalam hati. Kini dirinya dan Rea sedang berada di salah satu toko bunga. Dimana tak hanya menjual aneka bunga cantik, tapi juga benihnya, alat-alat perkebunan, serta berbagai tempat untuk menanam. Aidan berjalan menelusuri rak-rak pot berbagai ukuran.
Ngomong-ngomong kenapa Aidan tak memberi tahu teman-temannya untuk pulang duluan? Karena selain dirinya sudah merencanakan hal ini, dia juga yakin jika mulut ember mereka—apalagi Putra itu—akan mengungkit hal ini sampai satu bulan ke depan.
Maka dari itu Aidan diam-diam saja.
Tapi mungkin tetap ketahuan.
"Ada yang lo suka?" Aidan bertanya pelan pada Rea yang memandang deretan bunga Anggrek yang berada di dalam pot berwarna-warni.
Gadis itu melirik. Kemudian menggeleng kecil. "Enggak ada."
Aidan mendekat. Dia menatap deretan anggrek tersebut lebih jelas. "Padahal yang ungu bagus." komentarnya.
"Bukan berarti gue bakalan suka." sahut Rea pelan. Kini gadis itu berpindah ke sisi lain. Ke rak yang berisi benih bunga.
Aidan tampak mengikuti. Kemudian matanya langsung terfokus pada bungkus benih bunga matahari. Tangannya mengambil itu. Membolak-bakikkannya terlebih dahulu sebelum menyodorkannya pada Rea. "Gue mau beli ini, kita tanam sama-sama, mau?"
Rea menoleh. Matanya menatap bungkusan benih tersebut lalu perlahan naik menuju wajah Aidan yang tampak berseri lugu. "Tanam ... dimana?" tanyanya ragu. Sebab tak ada lahan kosong yang Rea punya di rumah. Terlebih lagi, benih matahari lebih bagus jika langsung di tanam pada tanah luas yang subur, daripada dalam pot.
Aidan tampak terdiam. Tapi kemudian mengangguk kecil. Dia tahu dimana tempat yang cocok untuk dia jadikan lahan bagi benih bunga matahari tersebut. "Nanti gue tunjukkin."
.
.
"JENG JENG!"
Aidan melompat turun dari motor. Dia sudah melepas helmnya dan memarkirkan motor tepat di pinggir jalanan sepi. Di depan mereka terpampang lapangan luas di tumbuhi oleh beberapa ilalang yang berderet di tengah dan di pinggir lapang.
Rea berkedip tak percaya. Baru kali ini ia melihat ada lapangan luas yang belum sama sekali di bangun oleh proyek besar. Bahkan di ujung lapang ada aliran sungai kecil. Rea tak tahu pasti apa air sungai itu jernih atau tidak, karena jarak mereka cukup jauh.
Aidan menenteng tas belanja. Dia melangkah masuk ke lapang dan menginjak tanahnya. Sedikit berdecak karena tanah tersebut keras dan juga sepertinya di alasi oleh bebatuan yang padat. Kemudian dia beralih ke sisi yang lain, melakukan hal yang sama kemudian tersenyum manis.
NAH!
Tanah lembut dan cocok!
Rea di belakang lelaki itu melangkah ragu. Kemudian ia berjongkok di samping Aidan. "Lo yakin di sini aman?"
"Yap." Aidan mengangguk. "Tenang aja, ini masuk ke kawasan komplek rumah gue. Jadi warga yang tinggal di sekitaran sini pasti kenal sama gue. Lo gak perlu khawatir kalo gue bakalan di gebukin, Re."
"Gue gak khawatir." Rea mendengus. "Gue cuma sayang aja kalo benih yang lo beli gak tumbuh dan malah jadi santapan burung."
Aidan terkekeh. "Oke-oke."
KAMU SEDANG MEMBACA
LAXITY [HIATUS]
Teen FictionSelain suka nasi goreng, Aidan juga suka main mobile legend. Dan, selain cilok serta es cekek, kelemahan Aidan itu ... Rea. By taaberrychu Original story 2022© Started : 07-10-2022 Finished :