***
Double up karena hari ini aku ultah yey!
***
Aidan memarkirkan motor besarnya tepat di depan café milik Bunda. Di area parkir banyak kendaraan yang berjejer rapi, menandakan ada banyak pelanggan di dalam. Lelaki itu turun dari motor setelah Hanindya. Gadis itu melepaskan jaketnya, lalu di lebarkan dan ia lipat. Kemudian membuka helm dan menyengir kecil.
"Cafe nya bagus." puji Hanindya. Pandangannya menatap sekeliling. Ada pot bunga yang tergantung rapi di atas. Lalu lampu-lampu kecil yang mungkin akan terlihat berkilauan jika malam datang. Ada juga pohon apel di tengah area parkir. Sedikit membuat café ini terlihat lebih indah.
"Makasih." balas Aidan. Lelaki itu membuka helm dan membuka salah satu pengait tasnya. Dia mengajak Hanindya untuk mengikutinya.
Keduanya masuk ke dalam café, bunyi lonceng seketika terdengar nyaring. Beberapa pengunjung menoleh, ada yang melotot kecil karena mengenal sosok Hanindya, ada juga yang tampak terpana melihat keduanya.
Aidan melirik sekitar. Ada banyak pasang mata yang seperti fokus menatap gadis di belakangnya. Aidan menghela nafas. Dia mundur dan menggenggam tangan Hanindya erat. Hal itu sontak membuat Hanindya berjengit dan menoleh cepat pada Aidan. "Banyak cowo mata buaya." gumamnya.
Hanindya terkekeh kecil. "Lo peduli banget ternyata."
Aidan melirik. Tak membalas. Dia hanya melangkah menuju tangga yang akan membawa mereka ke lantai dua.
Hanindya tampak terpana melihat interior yang ada di lantai dua. Begitu di dominasi oleh hiasan khas kayu yang terlihat antik dan juga mahal. Ia mengerjap saat Aidan berhenti di salah satu pintu berwarna coklat yang bertulisan "Ruang Pribadi Bunda".
Aidan melepaskan genggaman tangan mereka. Lelaki itu mengetuk pintunya dua kali sebelum membuka knopnya. Bisa Aidan lihat ada sosok Bundanya yang sedang sibuk menatap laptop di meja kerja. Wanita tersebut menoleh saat melihat pintu yang terbuka. Kemudian beranjak kaget saat melihat Hanindya yang ikut masuk bersama Aidan.
"Yaampun!" sorak Bunda senang. Ia dengan cepat melangkah menuju keduanya. Bukan sang anak yang di peluk, malah Hanindya yang mendapatkan kehangatan tersebut.
Aidan mendelik. Tapi bersabar saja karena Bunda memang sebegitu sukanya dengan Hanindya. Dia mengambil langkah menuju sofa. Kemudian mendudukkan dirinya disana dan melepas ranselnya serta beberapa kancing baju pramuka yang dia buka karena panas menjalar ke tubuhnya.
Salahkan Bunda karena tak memasang AC di ruangan sempit ini.
"Di liat aslinya kamu bener-bener cantik ya sayang." Bunda berkata dengan nada lembut. Ia menuntun Hanindya yang tampak salah tingkah untuk duduk. "Bunda masih gak percaya bisa ketemu kamu, astaga. Adek! Fotoin kita berdua."
Aidan memejamkan mata sejenak. Dia merogoh saku dan mengambil ponselnya. Kedua manik matanya bersitatap dengan Hanindya yang tampak terdiam. Tapi kemudian gadis itu tersenyum kecil saat Bunda merangkul erat dirinya. Aidan mengacungkan ponsel, fokus menatap layar yang menampilkan sosok Bunda dan Hanindya.
Keduanya tampak cocok. Bunda yang awet muda dengan Hanindya yang seorang model ternama.
"Satu ... dua, tiga." Aidan berhitung. Saat kata ketiga keluar dari mulutnya, dia langsung mengambil gambar dan melihat hasilnya.
Sempurna.
Aidan tersenyum tipis. Setidaknya kali ini dia bisa membuat Bunda bahagia. Wanita itu bahkan tak repot untuk bertanya perihal ujian terakhirnya tadi. Karena semakin lama keduanya terlibat dalam perbincangan seru. Hanindya juga bisa mengimbangi obrolan Bundanya yang terkesan aneh menurut Aidan.
KAMU SEDANG MEMBACA
LAXITY [HIATUS]
Teen FictionSelain suka nasi goreng, Aidan juga suka main mobile legend. Dan, selain cilok serta es cekek, kelemahan Aidan itu ... Rea. By taaberrychu Original story 2022© Started : 07-10-2022 Finished :