LAXITY | 26

285 80 39
                                    

***

Spam komen?

***

"Nih!"

"Anj—woi gak usah di lempar juga." Aidan merutuk. Ponselnya yang sedari tadi di pakai Putra untuk menelpon Raja itu dengan entengnya di lempar sembarangan.

Mereka bertiga berkumpul di ruang tamu rumah Aidan. Tentu saja di awali dengan acara hancurnya kesenangan Aidan yang sedang tiduran di kasur.

"Gue gak tau kalo si Raja sama Ghani suka pergi berdua." Putra mengambil alih toples kue kacang dari tangan Teguh. "Mereka ternyata sedeket itu."

Aidan mengangkat alis. "Terus?"

"Lo gak cemburu?"

"Tai!" Aidan mendesis. "Siniin toples kue gue woi."

Teguh tertawa kecil. "Keknya kehadiran gue sama Putra bikin mood lo ancur ya, Dan."

"Akhirnya lo sadar, nyet."

Putra berdecih. "Harusnya lo bersyukur karena dengan adanya gue sama Teguh itu bikin rumah lo yang ... kegedean ini jadi gak serem."

"Ada lo malah makin bikin serem."

Aidan menggerutu. Memang benar sih, rumah bertingkat dua ini menurut Aidan sangat besar jika hanya di huni oleh Bunda serta dirinya. Terkadang Aidan berpikir untuk membuka kosan di dua kamar yang tak terpakai itu, tapi bisa-bisa dirinya di gorok oleh Bunda.

"Kenapa gak besok aja coba kalian kesini?" Aidan menghela nafas lelah. Punggungnya dia senderkan ke belakang sofa.

"Besok pulang sekolah?" Teguh bertanya.

Aidan mengangguk.

"Ogah. Gue tau lo bakalan cabut lagi sama si Rea." sambar Putra yang kini menendang kaki Aidan yang terangkat di atas sofa.

Aidan menelan ludah. Mampus gue.

"Di kata kita gak tau apa ya?" Putra memutar bola matanya. Sudah kelewat sebal dengan Aidan karena tak bilang pada mereka. "Gini-gini gue  detektif setara lah sama Conan."

"Hmptt—tadi aja lo di tarik Raja makanya bisa tau." timpal Teguh berusaha menahan tawa sekuat tenaga. Dimana langsung di hadiahi pelototan dari Putra sambil mengangkat toples kue kacang.

"Lagian lo kesurupan apa coba bisa ngajak si Rea pulang bareng?" Putra memakan kue kacang, menelan lalu berbicara lagi. "Atau lo abis di jampe-jampe?"

Aidan kikuk, bingung ini menjawab apa. Karena dia kira teman-temannya tak melihat dirinya menghampiri Rea tadi. Astaga. Kalo begini mah dia harus siap mental di interograsi terus. "Ya ... gue nyoba buat berani, hehe."

Oke, kekehan di akhir kalimat malah terdengar aneh di telinga Putra dan Teguh.

"Kenapa gak dari dulu lo beraninya?" tanya Teguh aneh. Dia sedikit merapatkan diri pada Aidan yang posisi duduknya berada di tengah. "Atau jangan-jangan ada yang lagi lo sembunyiin dari kita?"

"A-a-anu."

"PAKETTTTT!"

Putra terlonjak. Dia hampir melempar toples di tangannya jika tidak langsung mengerjap dan tersadar. Sedangkan Teguh mendelik sebal pada suara yang amat di kenalnya. Lalu Aidan bernafas lega bisa terhindar dari segala macam pertanyaan yang menyudutkannya.

"Hai." Raja sudah nangkir di pintu masuk. Di samping lelaki itu ada Ghani yang terdiam. Kedua tangan mereka menenteng tas belanjaan yang sudah di pastikan hasil titipan dari ketiga temannya.

"Lo kalo masuk rumah orang salam salam kek." Aidan menyahut sebal, berusaha senatural mungkin menyulut api pada temannya yang lain. Agar tidak ketahuan gugup. "Untung Bunda lagi keluar." lanjut Aidan. Dimana saat dia sampai rumah, lalu menyerahkan pesanan Bunda, tak berselang berapa menit, wanita itu telah pergi entah kemana. Setidaknya itu membuat Aidan bernafas lega karena tidak di ceramahi lagi olehnya.

LAXITY [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang